Presiden Menjawab Antasari
Rabu, 15 Agustus 2012 23:57 WIB
ANTARA/Widodo S. Jusuf/ip
Dalam konferensi pers itu, Presiden Yudhoyono membenarkan pertemuan sejumlah pemimpin lembaga negara pada 9 Oktober 2008. Akan tetapi, Presiden Yudhoyono menepis anggapan pertemuan itu membahas pemberian bailout Rp6,7 triliun ke Bank Century, melainkan membahas langkah antisipasi Indonesia menghadapi krisis.
Presiden Yudhoyono menjelaskan, rapat itu diawali dengan pengantar dirinya, yang dilanjutkan dengan pandangan dari para pimpinan lembaga negara yang disambut dengan respons Presiden.
Dalam konferensi pers itu, Presiden juga menunjukkan transkrip utuh isi rapat itu yang sudah dibukukan atau yang diistilahkan dengan monograf dengan judul Bersatu Menghadapi Krisis. Berikut isi lengkap pengantar Presiden seperti tertuang di transkrip dalam monograf itu. (OL-04)
Pertemuan Presiden Republik Indonesia dengan Para Penegak Hukum Menghadapi Krisis Ekonomi Global Tahun 2008
Jakarta, 9 Oktober 2008
Presiden Republik Indonesia
Assalamualaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.
Saudara pimpinan BPK, pimpinan KPK, pimpinan BPKP, para menteri, Jaksa Agung, Kapolri, yang saya hormati.
Pertama-tama, saya mengucapkan terima kasih atas kehadiran di ruangan ini untuk memenuhi undangan saya.
Kita sama-sama mengikuti dinamika dan perkembangan perekonomian kita sebagai bagian dari perekonomian dunia. Kita sering mendengar bahwa in crucial things, unity. Dalam menghadapi masa sulit diperlukan kebersamaan dan persatuan. Salah satu kegagalan dan buruknya keadaan negara kita 10 tahun yang lalu, 1998, karena absennya not only leadership dalam berbagai hal, tapi juga sinergi, kebersamaan di antara kita semua waktu itu.
Oleh karena itu, sambil kita sama-sama membangun semangat untuk melihat ke depan, melihat ke belakang untuk memetik pelajarannya supaya tidak terjadi lagi, saya sungguh ingin mengajak semua para penyelenggara negara untuk kita betul-betul sama-sama melangkah ke depan.
Pak Anwar Nasution (Ketua BPK) masih ingat waktu UUD kita belum diamendemen, dulu ada penjelasan. Penjelasan itu, saya kira Pak Antasari juga masih ingat ya, garis besarnya itu maju mundurnya kehidupan negara itu sangat tergantung pada semangat daripada penyelenggara negara. Bunyinya begitu, semangat daripada penyelenggara negara. lni masih berlaku sebetulnya, kita melangkah bersama.
Oleh karena itu, saya senang Bapak berkenan hadir semuanya hari ini. Dalam kapasitas saya sebagai kepala pemerintahan dan Kepala Negara, saya ingin menjelaskan secara singkat what’s going on di negara kita ini sebagai, sekali lagi, aliran dinamika global, dan langkah-langkah ke depan seperti apa yang mesti kita tempuh, konstruksi penyelesaian masalah seperti apa, karena dalam situasi seperti ini, bisa jadi nanti ada isu-isu yang berkaitan dengan sistem, tatanan, dalam utamanya segi-segi pengambilan keputusan dan tindakan yang mesti dilakukan dengan cepat.
Ketika saya menerima Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa hari yang lalu, lengkap dengan hakim MK, saya juga sampaikan, bisa jadi nanti ada yang me-review, men-challenge, karena undang-undang tidak mengatur ada tindakan yang kita ambil untuk menyelamatkan negara, dipermasalahkan.
Nah, dalam keadaan seperti itu, tanpa saya mengintervensi kewenangan dari MK, patut kita berkomunikasi, misalnya MK menanyakan apa latar belakangnya dan pikiran-pikiran ketika sebuah keputusan diambil.
Dalam konteks itulah, saya ke hadapan para pimpinan lembaga negara yang hadir, terutama yang tidak di bawah koordinasi saya, Pak Anwar Nasution, Pak Antasari, kita bisa menyatukan penglihatan dan persepsi. Dengan demikian upaya kita untuk memetik pelajaran masa lalu dan sekarang, kita harus lebih melihat ke depan, itu betul-betul bisa terwujud dengan baik.
Bu Ani (Sri Mulyani) terpaksa kita panggil kembali. Beliau yang minta dipanggil. Mestinya masih ada urusan di Amerika, tapi dalam keadaan begini, tidak tega kalau beliau meninggalkan saya. Jadi sampai di Dubai langsung balik kanan. Bagus itu. Itu namanya crisis action leader, dan kita insya Allah semua ada di situ.
Saya minta kesabaran. Saya akan ceritakan 10-15 menit hal-hal yang pokok dari pertemuan kami kemarin tanggal 6. Jadi saya undang, di samping jajaran kabinet utuh, BUMN yang berskala besar, LPND, lantas KADIN, private sectors yang besar-besar, ekonom, pengamat, dan juga pimpinan media massa. Jadi konsep kita itu Indonesia incorporated.
Dari itu semua, hanya dua yang ingin saya sampaikan, Bapak/lbu.
Yang pertama, mungkin sudah mendengar, saya itu punya keyakinan penuh bahwa todays situation is much different dengan the situation in 1998. Tidak sama. Tidak berarti kita lalai, tidak waspada, underestimate tetapi sesungguhnya jauh berbeda.
Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk kita panik, kemudian kita tidak bisa berpikir jernih, overreact, dan akhirnya salah. lni yang ingin saya sampaikan. Oleh karena itu, waktu itu direktif saya, saya beri judul Untuk Memelihara Momentum Pertumbuhan Sekarang ini, Sambil Menyelamatkan Perekonomian Kita dari Krisis Keuangan Global. Coba masuk ke slide nomor 6.
lni Pak Anwar pasti lebih menguasai sebagai ekonom senior, saya ekonom yunior, langsung praktik lagi.
Baik, yang pertama, dulu 1997-1998, mengapa kita begitu dalam kejatuhan kita, ada masalah fundamental kita, ada market panic, ada vulnerabilities, legal framework, aturan yang tumpang tindih dan sebagainya. Tiga-tiganya itu ada. Mengapa krisis di Indonesia sungguh severe waktu itu, ada misgovernance.
Karena itulah, bapak-bapak harus bekerja siang dan malam untuk itu. Ada corruption yang meluas, mendalam. Oleh karena itulah Pak Antasari bekerja siang malam sekarang. Ada krisis politik sebetulnya saat-saat akhir Pak Harto, terus akhirnya terjadi peristiwa Mei itu, dan seterusnya.
Lantas jangan diabaikan ada insecurity of the ethnic Chinese, capital out flow, mereka hijrah luar biasa dulu, karena peristiwa Mei. Minyak pun jatuh harganya di bawah US$20 per barrel. Kemudian terjadi El Nino, kekeringan panjang, susah. Nah, ditambah lagi the breakdown in public order dan terjadinya communal conflicts di Sampit, di Maluku, Maluku Utara, Poso, dan sebagainya. Ini potret dulu, pantas kalau krisis kita sungguh buruk.
Secara ekonomi, mengapa juga buruk? Demand drop luar biasa, private investment mengalami penurunan yang drastis, public investment expenditure mengalami pengurangan yang signifikan. Output, bayangkan, dari 7% sebelumnya, minus 12-13%, income per kapita dari US$1.100 drop US$400 saja. Belum real income pada tingkat grassroots.
Nah, budget defisit kalau sekarang meskipun tantangannya sangat berat untuk APBN kita, tapi kita belum bicara di atas 2%. Dulu 8, 5%, itu pun bukan untuk ekspansi fiskal sebagaimana remedy, resep yang dianjurkan Keynes menghadapi krisis. Itu habis untuk food, untuk other subsidies for the poor, yang kira-kira berkaitan dengan social safety net yang memang itu juga needed.
Nah, ini disampaikan di tahun 1999 waktu itu, bukan sekarang. Dia, para pakar itu mengatakan, Indonesia itu bagaimana, kira-kira cepat enggak recover-nya itu. Jawabannya ya tergantung, apakah cepat anda memulihkan private demand, apakah cepat anda memulihkan kepercayaan. Bagaimana anda menyelesaikan masalah broken banking system, dan kemudian bagaimana anda mengatasi utang, debt resolution yang ratusan triliun jumlahnya waktu itu.
Saudara-saudara, mengapa lima butir ini saya angkat, untuk saya mengajak Saudara-saudara sebagai penyelenggara negara yang lain untuk ikut menenangkan keadaan, dan tidak perlu kita lebih panik dibandingkan orang lain yang mestinya lebih tidak memahami hal-hal yang fundamental seperti ini. Nah, dari situ, saya langsung saja masuk kepada apa yang saya harapkan bagi kita semua yang kemarin hadir, untuk diketahui oleh Bapak/lbu sekalian, sehingga nanti ketika ada isu yang berkaitan dengan hal-hal tertentu, dapat memahami konteksnya, memahami latar belakangnya.
Masuk saja langsung slide nomor 26. Ini capaian-capaian ekonomi selama empat tahun, meskipun masih banyak PR (pekerjaan rumah), tapi ada achievement yang tidak boleh kita sia-siakan momentumnya, tapi saya bypass saja.
Baik, jadi yang pertama, Pak Anwar dan teman-teman yang lain, ini yang paling mendasar. Kita harus tetap optimis, bersatu dan bersinergi untuk memelihara momentum pertumbuhan, mengelola dan mengatasi dampak krisis keuangan Amerika Serikat. Situasi sekarang jauh berbeda dengan situasi 1998 dan seterusnya dan seterusnya. Dan lihat, mari kita jaga kepercayaan masyarakat.
Ini Amerika yang mbahnya capitalism, embahnya ekonomi pasar, embahnya orang yang bisa mengelola finansial dan seterusnya, mengapa lebih buruk, karena ternyata confidence mereka juga drop. Trust di antara lembaga-lembaga keuangan mereka juga rendah sekarang ini. Jadi bukan hanya Indonesia yang sering panik, sering tidak percaya diri. Negara maju pun yang selama ini mengajari kita, guru kita, juga mengalami masalah yang luar biasa. Itu direktif saya yang pertama kemarin.
Yang kedua, ini memang PR yang saya berikan, tugas yang saya berikan, bahwa meskipun keadaan sulit, tapi bagaimana pun kita harus berusaha sangat keras, berusaha maksimal untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi 6%. Ini achievable. Manakala skenarionya lebih buruk dari pada yang kita pikirkan, yang terjadi sekarang ini ya explainable mengapa tidak sampai 6%. Tetapi sekuat tenaga harus kita jaga. Kita tahu komponen growth itu dari segi demand, demand side, consumption, government expenditure, investment, dan net export dan import. Yang saya minta kemarin kepada seluruh pihak termasuk private sectors untuk menjaganya bersama-sama.
Nah, yang poin ketiga, mari kita manfaatkan perekonomian domestik. Ini banyak orang yang tidak tahu bahwa exposure capital market kita ini sebagai sumber pembiayaan, tidak sama dengan negara-negara maju yang sangat mempengaruhi. Kita tidak sebesar mereka. Lantas komponen ekspor kita terhadap growth itu juga tidak sama dengan negara-negara yang ekonominya export oriented economy.
Jadi sebetulnya kita punya capital, punya resources, punya bujet, punya sumber-sumber ekonomi lokal yang tidak harus ikut ikut terjatuh dalam suasana seperti ini, dari Wall Street ini. Kita masih ingat sabuk pengaman perekonomian kita 1998 dulu kan UKM, Koperasi, sektor informal, malah itu yang tenang dulu. Yang berjatuhan yang ekonomi formal, perusahaan-perusahaan, konglomerat, dan sebagainya. Jadi saya punya keyakinan ini pun sebetulnya harus kita daya gunakan dengan baik.
Nomor tiga, nah, ini bujet. Bujet ini memang kita memilih solusi fiskal bukan berarti solusi moneter tidak penting, tetapi dua-duanya mixed, dan yang lebih cepat, yang lebih direct itu biasanya solusi fiskal untuk pertumbuhan dan untuk social safety net. Exercise yang dilaksanakan Departemen Keuangan, Bapak-bapak, insya Allah tidak akan terganggu. Alokasi biaya untuk pembangunan infrastruktur dan stimulasi pertumbuhan lainnya agar growth dan employment creation itu kita jaga. Dan juga insya Allah tidak akan berkurang alokasi untuk penanggulangan kemiskinan atau social safety net, karena kita harus berempati pada mereka. Program-program tiga cluster yang lainnya akan kita jaga dalam komponen pengeluaran pemerintah dalam budget kita.
Nah, yang mesti kita perhatikan masalah defisit. Defisit ini, Bu Ani sedang melaksanakan exercise, kalau harga minyak sekarang asumsi 95 dolar, berapa. Tapi saya sudah minta tolong di-exercise kalau harga minyak 80 dolar. Sekarang, hari ini, minggu ini, ICP sudah 80 dolar. Jadi kalau 2009 bertahan harga seperti ini, berarti mestinya asumsi harga minyak dalam APBN 2009 ya 80 dolar. Mestinya begitu.
Nah, defisit ini, kalau itu terjadi, tidak akan lebih dari 2%, meskipun saya harap juga jangan terlalu kecil supaya ada ekspansi. Asalkan begini, dapat dibiayai, ditutup. Saudara tahu, tidak terlalu mudah sekarang mendapatkan sumber-sumber pembiayaan dalam situasi keuangan global seperti ini, tetapi however, my mission kepada Bu Ani dan semua teman-teman menteri, bahwa sasaran kembar dual atau twin objective growth with equity ini harus tetap kita pertahankan. Itu yang nomor tiga.
Namun demikian, ini juga BPKP mesti melihat juga nanti tetap dilakukan BPK, saya mohonkan Pak Anwar juga melihat, saya menyerukan kepada seluruh jajaran pemerintahan, termasuk daerah, agar efisiensi dilakukan. Pembatasan terhadap pembelanjaan yang konsumtif yang dapat ditunda, ya tidak realistis kalau masih tetap dipertahankan dalam keadaan seperti ini. APBD ini kita harus keras Bu Ani, keras dalam arti mendisiplinkan.
Jangan sampai yang kurang tidur Jakarta, nanti daerah-daerah business as usual, masih studi banding ke Hong Kong, gubernurnya masih liburan di Macau misalnya, wah ini kiamat negara kita. Mata saya sudah bengkak, Pak Antasari, ini akibat kurang tidur, mereka masih jalan-jalan begitu kan celaka nanti.
Oke, yang keempat, dunia usaha. Ini yang penting. Ini ya biasa, saya ini karena sering ketemu teman-teman businessman. Ada yang sangat kooperatif, ada yang sangat sharing dengan kita perasaannya, tapi ada juga 1-2 yang dalam keadaan seperti ini, apa yang bisa dilakukan. Penyakit ini masih ada, terus terang ya, terus terang masih ada. Oleh karena itu, saya memberikan moral appeal, ayolah, masa kita ulangi lagi rakyat kita harus menderita lagi gara-gara kita yang tidak entos begitu.
Jadi sektor riil ini maksud saya tetap bergerak. Bapak, jangan sampai ada PHK-PHK yang tidak perlu, bisa saja ekspansi berkurang. Ya memang mesti ada yang mengoreksi lagi dia. Kalau sektor riil tetap kita jaga to a certain degree maka pajak dan penerimaan negara tetap terjaga, dan unemployment harapan kita tidak meledak.
Nah, untuk ini tentu ada kewajiban BI dengan jajaran perbankan, bagaimana urusan kredit, urusan likuiditas ini tetap dipelihara. Kewajiban pemerintah dan kita sudah, sedang, akan mengolah suatu policy, regulation, climate, dan incentive agar sektor riil ini tetap bergerak. Dan kewajiban swasta, nah ini saya juga melihat ini baru tiga hari ada teman-teman bisnis yang paniknya luar biasa. SMS berapa kali masuk ke tempat saya ini. Wah, ini kok enggak bagus ini, meskipun yang lain kalem, tenang. Harus lebih resilient dan harus tetap mempertahankan kinerjanya, tetap mencari peluang dan share the hardship.
Ya tidak realistik dalam keadaan seperti ini nggak terganggu sama sekali dia punya pundi-pundi. Mesti ada gangguan, wong ini sangat bisa dijelaskan kok, dan makin tua kita, Pak Sofyan Djalil, saya itu makin tajam, 1-2 teman dunia usaha yang cara berpikirnya tidak sama, ada juga itu, oleh karena itu ya harus kita hentikan. Nggak boleh itu. ltu masalah sektor riil.
Yang kelima. Nah, ini untuk diketahui bahwa dunia uneven sekarang ini. Asia is in a better shape, in a better position dibandingkan Amerika dan Eropa, karena jaringan finansial mereka interconnected, sehingga berat. Tadi saya baru telepon Perdana Menteri Australia Rudd, meskipun urusannya lebih banyak bilateral, tapi kita juga membahas ini. Saya katakan begini Pak, ini sedikit keluar, ini kan Australia itu kan sekutunya Amerika. Saya bilang dalam keadaan seperti ini Amerika dan negara-negara maju harus lebih bertanggung jawab, lebih berbuat, do more, karena dia punya kapasitas. Kalau tidak, bagaimana kami yang negara berkembang ini yang tidak punya kemampuan seperti mereka. Jadi karena ini semua dipengaruhi oleh mereka, ya malah si Kevin Rudd, “Wah, setuju sekali, kalau perlu dipanggil saja itu..”, siapa Din, tadi Din?, diundang Duta Besar Amerika di sini, sampaikan itu.
Memang betul, ini kan kita kena getahnya. Betul ini, kena getahnya. Nah, oleh karena itu Asia somewhat menurut saya safer. Lebih aman. Itulah kemarin, menteri-menteri kami, Bapak, seperti Menteri Perdagangan, yang lain-lain, saya minta untuk cerdas memelihara komunikasi ini dengan Republik Rakyat Tiongkok, dengan tempat-tempat lain supaya kita bisa terus memelihara hubungan itu.
Saya juga titip pada orang-orang tertentu yang sedang ada di luar negeri, informal track. Coba, apa yang bisa dikerjasamakan untuk misalkan dari Timur Tengah, Petro Dolar mereka tentu tidak menabrak undang-undang.
Dan ini Bu Ani dalam kapasitas sebagai Menko Perekonomian tolong produk kita harus lebih kompetitif, ekspor kita. Jangan sudah begini ada hambatan-hambatan birokrasi kita, hambatan-hambatan yang lainnya bersaing pun kalah, bagaimana mau bersaing sama dumping dari China, yang lain-lain nanti akan ke mana-mana. Ini kita dorong.
Yang keenam, Bapak, ya ini sudah sejak zaman Pak Harto ini kampanye produk dalam negeri. Kalau enggak salah Pak Ginanjar itu pernah menjadi Menteri urusan begini dulu, pernah kan? Ya seperti ini, yang tidak terlalu sukses itu dulu.
Nah, sekarang poinnya begini Pak, kalau ini kita gebrak betul produk dalam negeri, akan bagus neraca pembayaran kita, karena sekarang tertekan. Yang berat ini sekarang masalah balance of payment kita. Jadi kalau ini kita perbaiki, insya Allah bagus sehingga tidak mengganggu.
Pasar domestik kita ini makin kuat Pak, makin tumbuh. Jadi Bapak, dengan abdi negara kita naikkan gajinya, dengan bantuan subsidi petani, nelayan, itu dia punya uang untuk membeli. Ini penyakit Pak, ini nomor tiga ini misi penegak hukum. Banyak masih ada saya rasakan departemen-departemen/kementerian yang lebih suka membeli dari luar negeri karena fee, karena komisi, karena yang aneh-aneh gitu, padahal bisa dibikin di dalam negeri. Oleh karena itu incentive and disincentive system harus kita kenakan. Dan saya sudah minta ada perpres saya yang mengatur, melarang lah ibaratnya, membeli barang-barang yang kita sendiri bisa di sini bagus, sehingga hidup kita punya pasar.
Ini bidang garapnya BPKP, tentu BPK yang lebih luas, lebih atas, KPK, Kejaksaan, Kepolisian, ini masalah procurement. Ini yang saya belum puas sebetulnya selama 4 tahun ini. Masih ada budaya fee yang tidak masuk akal. Saya mengerti dalam negosiasi ada fee lah gitu, tetapi ketika fee itu tidak dalam konsep fee kan itu masuk penyimpangan itu. Terus cegah dumping barang luar negeri yang tidak tembus ke pasar AS belok ke pasar emerging market, ini sudah kita ketahui.
Yang ketujuh, ini adalah sinergi atau kemitraan. Pemerintah, BI dengan jajaran perbankan, swasta, dunia usaha. Saya worry kalau ada mistrust, ada prejudice di antara pemerintah, BI, dunia usaha, timbal balik. Harus ada trust dan bebaskan dari prejudice. Saya mengatakan kemarin dalam pertemuan, semua itu penting, swasta penting, pemerintah penting, Bank Indonesia penting, perbankan penting.
Kalau ada masalah, harapan saya di antara tripartit ini, troika ini, pemerintah, dunia usaha, dengan masyarakat, ataupun BI di situ ya pecahkan dengan baik lah. Ini Bapak lihat pada tahun 1998 tidak ada saling kepercayaan, tidak ada kebersamaan, strateginya SDM, Selamatkan Diri Masing-masing, sikap mental 'perusahaan boleh bangkrut, tetapi saya enggak boleh bangkrut', kan ada dulu perusahaannya bangkrut dia hidup tenang di Hongkong, di Shenzhen, di Guang Zou, dan sebagainya.
Dulu ada BPPN macam-macam sambil mengurusi terlalu banyak rezekinya. Itu enggak boleh. Jangan terjadi lagi lah, ini sudah lewat, sudah enggak boleh terjadi ke depan.
Yang kedelapan, ini urusan kebanyakan di tempat kami ini Pak, ini ego sektoral dan, ya ego sektoral lah. Masing-masing hanya melihat kepentingannya. Kalau ini yang terjadi ya merusak kepercayaan itu.
Terus yang kesembilan, ini tahun politik Pak, tahun pemilu. Tetapi saya berharap kita ini harus nonpartisan ya. Kalau sudah begini jangan untuk kepentingan partailah, jangan untuk kepentingan 2009, tapi untuk kepentingan selamatnya negara kita.
Yang kesepuluh, ini masalah komunikasi dengan publik. Statement yang terukur, yang diperlukan, dan sebagainya.
Dari 10 direktif ini, yang saya ingin sampaikan nanti dalam kesempatan ini, bisa jadi karena ada tindakan yang harus diambil secara cepat, dan undang-undangnya mungkin belum tersedia, mekanismenya kan kalau itu mesti peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). Tapi harus ada alasan apakah sungguh termasuk kegentingan yang memaksa.
Nah, kalau di tingkat bawah misalkan BUMN ada RUPS, untuk mengambil keputusan tertentu, tapi kalau harus 30 hari menunggunya misalnya, itu bisa panjang. Mungkin ada solusi instead of 30 hari, berapa hari, itu juga mungkin harus dilaksanakan untuk menyelamatkan. Nah, perkara-perkara inilah yang saya minta ada komunikasi, ada konsultasi di antara kita, dengan demikian tidak ada sesuatu yang tidak perlu terjadi.
Saya kira Pak Anwar, Pak Antasari, semua sepakat, saya pernah marah begini Pak, di Aceh terkena tsunami, kan banyak barang berhenti di Pelabuhan Belawan. Those items were needed untuk segera di-deliver, dibagi-bagi.
Tetapi dengan alasan karena 'aturannya belum ada' berhenti di situ. Kalau saya itu bukan orang yang 'wah, ini orang disiplin, yang bagus, yang karena enggak ada peraturannya ya enggak dikeluarkan'. Kalau menurut saya malah yang begini ini kalau perlu dihukum itu.
Saya malah salut ada bupati, gubernur, enggak ada peraturannya, tapi wong ini orang mau mati, butuh alat kesehatan, butuh ini, keluarkan dulu. Nanti saya laporkan ke menteri atau ke Presiden, atau saya beritahu nanti penegak hukum kasusnya begini. Asalkan tidak masuk kantong sendiri.
Itu yang saya maksudkan bahwa in time of crisis, there must be an action, decision that must be taken quickly, yang barang kali mungkin belum ada aturannya. Nah, saya dalam hal ini menganjurkan nanti kepada jajaran kami untuk communicate-lah dengan Bapak sekalian, sehingga tidak masuk angin dan kemudian ke sana-ke mari.
Itu menurut saya yang bisa terjadi. Bisa juga tidak Bapak/Ibu. Tapi kalau ada satu, dua, saya sudah minta jajaran pemerintah, beritahu ya, penegak hukum, ini ada masalah ini dan supaya nanti tidak ditangkap wartawan terus ke sana-ke mari. Kadang-kadang maksud kita baik, tapi wartawan kan kreatif itu, wah, padahal bukan itu, hanya untuk selesai ini, ada yang responsive sana, terus menggelinding ke sana-ke mari begitu. Ya memang harus kita hadapi dulu yang penting diantara kita mengerti ada niat-niat yang baik.
Itu yang ingin saya sampaikan. Saya ingin mendengar langsung sekarang dari Pak Anwar Nasution, dan kemudian Pak Antasari dulu, kemudian baru nanti Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala BPKP, bagaimana kita melihat permasalahan ini dengan memahami apa yang tadi saya sampaikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar