Periksa Presiden SBY!
Tribunnews.com - Senin, 13 Agustus 2012 19:34 WIB
TRIBUNNEWS.COM/DANY PERMANA
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menghadiri acara buka bersama Polri, di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (8/8/2012). Dalam acara tersebut selain Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo, juga hadir beberapa pejabat negara seperti Ketua KPK, Abraham Samad, Panglima TNI, Laksamana Agus Suhartono, Jaksa Agung, Basrief Arief, Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, dan anggota DPR-RI. TRIBUNNEWS/DANY PERMANA
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Pengawas Kasus Skandal Bank Century di DPR RI mendesak KPK segera memanggil dan memeriksa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), terkait klaim presiden mengenai tingginya biaya politik bailout Bank Century Rp 6,7 triliun.
Pasca-testimoni mantan Ketua KPK Antasari Azhar, presiden yang menggelar rapat terbatas di kantor Pusat BRI Jakarta, Jumat (10/8/2012) lalu, mengungkapkan Indonesia hampir kena guncangan krisis ekonomi 2008, jika saat itu tidak menyelamatkan Bank Century melalui bailout Rp 6,7 triliun.
SBY menegaskan, kalau tahun 2008 pemerintah tak cepat menyelamatkan bank berisiko menyebabkan krisis, kemungkinan besar Indonesia kembali mengalami krisis seperti tahun 1998-1999.
Meskipun ada risiko politik. SBY meyakinkan, penyertaan itu mengusung political crissis besar sekali.
"Dengan demikian, itu bisa dimaknai sebagai pengakuan bahwa SBY memang tahu dan terlibat langsung dalam merumuskan kebijakan penyelamatan bank bermasalah tersebut," tegas Anggota Timwas Century DPR, Bambang Soesatyo di Jakarta, Minggu (12/8/2012) lalu.
Apalagi, mantan Ketua KPK Antasari Azhar juga mengungkapkan, bahwa Oktober 2008, SBY pernah memimpin rapat yang membahas skenario pencairan dana talangan Rp 6,7 triliun untuk Century. Antasari hadir dalam rapat di ruang kerja presiden atas undangan SBY.
"Fakta yang diungkap Antasari sejalan dengan pernyataan presiden, Jumat lalu. Jelas, SBY menyatakan bahwa, jika Bank Century tidak ditolong, Indonesia bisa mengalami krisis ekonomi seperti periode krisis 1997-1998," tutur Bambang.
Politisi Golkar ini menilai, esensi pernyataan itu mencerminkan sikap dan pendirian SBY terhadap kondisi Bank Century, sebelum menerima dana talangan. Bambang menegaskan, bailout tidak akan berkonsekuensi pada biaya politik.
"Namun, dengan syarat tidak dilatarbelakangi rekayasa dan penyalahgunaan wewenang untuk menguntungkan pihak lain. Bailout juga tidak tidak menimbulkan kerugian negara, apabila tidak ada rekayasa," tegas Bambang.
Bailout Century menimbulkan biaya politik yang tinggi, karena sarat rekayasa, diwarnai penyalahgunaan wewenang dan merugikan negara. Bambang menegaskan, penilaian itu bukan asal-asalan, melainkan penilaian resmi dari institusi negara, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Kalau presiden sudah mengakui peran dan keterlibatannya, KPK harus segera memanggil dan mendengarkan kesaksiannya, juga kesaksian dari semua pejabat negara yang hadir pada rapat yang dipimpin presiden itu," tegas Bambang.
Sebelum presiden menjelaskan alasan bailout Century, para pembantu SBY ramai-ramai membantah, bahkan menuduh Antasari berbohong. Mantan Staf Khusus Bidang Hukum Presiden, Denny Indrayana dan Staf Khusus Presiden, Andi Arief menuduh Antasari bohong.
Jubir Presiden Julian Aldrin Pasha pun meyakinkan testimoni Antasari salah. Menurut Julian, rapat yang digelar 9 Oktober 2008 silam itu tak membahas bailout Century, melainkan mengantisipasi dan mencegah penyelewenangan (korupsi) di tengah krisis ekonomi global.
Sedangkan mantan Jubir Presiden yang kini menjabat Menpora, Andi Mallarangen kompak dengan mantan Jaksa Agung Hendarman Supandji. Keduanya yang hadir dalam rapat mengaku tak ingat rapat pembahasan skema pencarian bailout Century itu.
*Silakan klik di Sini untuk update Tribun Jakarta Digital Newspaper
Pasca-testimoni mantan Ketua KPK Antasari Azhar, presiden yang menggelar rapat terbatas di kantor Pusat BRI Jakarta, Jumat (10/8/2012) lalu, mengungkapkan Indonesia hampir kena guncangan krisis ekonomi 2008, jika saat itu tidak menyelamatkan Bank Century melalui bailout Rp 6,7 triliun.
SBY menegaskan, kalau tahun 2008 pemerintah tak cepat menyelamatkan bank berisiko menyebabkan krisis, kemungkinan besar Indonesia kembali mengalami krisis seperti tahun 1998-1999.
Meskipun ada risiko politik. SBY meyakinkan, penyertaan itu mengusung political crissis besar sekali.
"Dengan demikian, itu bisa dimaknai sebagai pengakuan bahwa SBY memang tahu dan terlibat langsung dalam merumuskan kebijakan penyelamatan bank bermasalah tersebut," tegas Anggota Timwas Century DPR, Bambang Soesatyo di Jakarta, Minggu (12/8/2012) lalu.
Apalagi, mantan Ketua KPK Antasari Azhar juga mengungkapkan, bahwa Oktober 2008, SBY pernah memimpin rapat yang membahas skenario pencairan dana talangan Rp 6,7 triliun untuk Century. Antasari hadir dalam rapat di ruang kerja presiden atas undangan SBY.
"Fakta yang diungkap Antasari sejalan dengan pernyataan presiden, Jumat lalu. Jelas, SBY menyatakan bahwa, jika Bank Century tidak ditolong, Indonesia bisa mengalami krisis ekonomi seperti periode krisis 1997-1998," tutur Bambang.
Politisi Golkar ini menilai, esensi pernyataan itu mencerminkan sikap dan pendirian SBY terhadap kondisi Bank Century, sebelum menerima dana talangan. Bambang menegaskan, bailout tidak akan berkonsekuensi pada biaya politik.
"Namun, dengan syarat tidak dilatarbelakangi rekayasa dan penyalahgunaan wewenang untuk menguntungkan pihak lain. Bailout juga tidak tidak menimbulkan kerugian negara, apabila tidak ada rekayasa," tegas Bambang.
Bailout Century menimbulkan biaya politik yang tinggi, karena sarat rekayasa, diwarnai penyalahgunaan wewenang dan merugikan negara. Bambang menegaskan, penilaian itu bukan asal-asalan, melainkan penilaian resmi dari institusi negara, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Kalau presiden sudah mengakui peran dan keterlibatannya, KPK harus segera memanggil dan mendengarkan kesaksiannya, juga kesaksian dari semua pejabat negara yang hadir pada rapat yang dipimpin presiden itu," tegas Bambang.
Sebelum presiden menjelaskan alasan bailout Century, para pembantu SBY ramai-ramai membantah, bahkan menuduh Antasari berbohong. Mantan Staf Khusus Bidang Hukum Presiden, Denny Indrayana dan Staf Khusus Presiden, Andi Arief menuduh Antasari bohong.
Jubir Presiden Julian Aldrin Pasha pun meyakinkan testimoni Antasari salah. Menurut Julian, rapat yang digelar 9 Oktober 2008 silam itu tak membahas bailout Century, melainkan mengantisipasi dan mencegah penyelewenangan (korupsi) di tengah krisis ekonomi global.
Sedangkan mantan Jubir Presiden yang kini menjabat Menpora, Andi Mallarangen kompak dengan mantan Jaksa Agung Hendarman Supandji. Keduanya yang hadir dalam rapat mengaku tak ingat rapat pembahasan skema pencarian bailout Century itu.
*Silakan klik di Sini untuk update Tribun Jakarta Digital Newspaper
Timwas Berencana Panggil Antasari dan Susno Duadji
Tribunnews.com - Senin, 13 Agustus 2012 14:42 WIB
TRIBUNNEWS.COM/DANY PERMANA
Mantan Ketua KPK Antasari Azhar (kiri), Ketua KPK Abraham Samad (tengah), dan Wakil Ketua KPK Zulkarnaen berbincang saat pernikahan putri Antasari, di kediaman mempelai wanita Perumahan Les Belles Maisons, Tanggerang, Banten, Jumat (9/3/2012). Antasari, terpidana kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali, Nasrudin Zulkarnaen, diberi izin untuk menghadiri akad nikah dan prosesi adat pernikahan putrinya, Andita Dianoctora. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Pengawas (timwas) kasus penggelontoran dana talangan (bailout) Bank Century DPR RI mewacanakan mengklarifikasi mantan Ketua KPK Antasari Azhar menyusul pengakuannya bahwa Presiden SBY pernah memimpin rapat terkait rencana bailout Bank Century.
"Timwas harus panggil Antasari sekaligus mengkalrifikasinya. Karena menyangkut pengakuan rapat dipimpin Presiden SBY. Walau secara substansi ada berbeda dari pendapat kuasa hkm, setelah rapat Gubeernur BI (Boediono) mendatangi Ketua KPK (Antasari)," ujar anggota Timwas Century, Ahmad Yani, di Jakarta, Senin (13/8/2012).Menurut Yani, klarifikasi itu juga mengetahui bahwa tujuan utama dari rapat yang dipimpin Presiden itu adalah bailout ke Bank Century adalah tujuan utama dari rapat yang dipimpin Presiden itu.
Dalam pemberitaan yang berawal dari tayangan Metro tv sendiri, Antasari mengaku bahwa dirinya pernah diundang oleh Presiden SBY ke Istana Negara saat dirinya masih Ketua KPK atau pada awal Oktober 2008. Pertemuan itu dihadiri sejumlah pembantu presiden, termasuk Menkeu dan Gubernur BI saat itu, Sri Mulyani Inderawati dan Boediono.
Dalam pertemuan itu, Presiden SBY meminta pendapat Antasari karena hendak mengambil tindakan penyelematan perekonomian Indonesia dari krisis ekonomi dunia.
Dua minggu setelah pertemuan, Antasari mengaku didatangi Boediono untuk kali kedua. Boediono memberitahu Antasari kalau pemerintah akan bailout Rp 4,7 triliun anak BI di Belanda karena mengalami krisis keuangan, Bank Indover. Namun, Antasari tidak setuju rencana itu dan menyarankan BI untuk menutup bank tersebut. Dan ternyata, Bank Indover akhirnya ditutup.
Setelah penolakan bailout Ban Indover itu lah pemerintah melakukan bailout Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun. Namun, Antasari mengaku tidak diberitahu oleh Boediono tentang bailout Bank Century tersebut.
Menurut Yani, sangat menarik agar keterangan-keterangan hasil klarifikasi Panitia Khusu (pansus) sebelumnya bisa diilaborasi lagi. "Ini akan menjadi geger politik, berimplikasi baik hukum, ketata negaran maupun tindak pidana korupsi," ujar Yani.
Yani menambahkan, bahwa dirinya juga akan mengusulkan ke rekannya di timwas agar mantan Kepala Bareskrim Polri Komjen Susno Duadji dimintai klarifikasi lagi. Sebab, informasi yang ada, bahwa penghentian pengusutan kasus Bank Century karena saat itu Boediono sedang menjadi kandidat wakil presiden.
Keterangan Susno diharapkan bisa menjelaskan sejumlah kejanggalan itu. "Jadi, ini sangat relevan kita buka kembali," pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar