Teroris bodoh soal agama
Jumat, 28 September 2012 09:42:50
Reporter: Mohamad Taufik
Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj. (merdeka.com/Arie Basuki)
Terorisme beberapa kali menyasar Indonesia. Ancaman bom menghantui tempat hiburan malam, kantor perwakilan asing, gedung pemerintahan, hingga rumah-rumah ibadah. Dulu ada jaringan Dr Azahari dan Noordin Mohamad Top, dua gembong teroris asal Indonesia.
Kini muncul teroris-teroris muda berusia belasan tahun yang baru-baru ini digerebek di Kota Solo, Jawa Tengah. Ketua Umum PBNU (Pengurus Besar Nahdhatul Ulama) sekaligus Ketua Dewan Penasihat BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) Said Aqil Siradj menegaskan kelompok radikal bakal terus bermunculan karena banyak faktor.
"Paling dominan faktor pengangguran, kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan pemahaman agama keliru," katanya kepada Muhammad Taufik dari merdeka.com, Rabu (26/9), dalam perjalanan semobil menuju sebuah stasiun televisi. Berikut penuturannya.
Terorisme masih berkembang, apakah deradikalisasi gagal?
Bukan begitu. Kelompok radikal akan selalu ada di setiap agama, Islam, Kristen, Katolik, apalagi Yahudi. Faktornya banyak, paling dominan pengangguran, kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan pemahaman agama keliru. Satu faktor lagi adalah balas dendam. Di sini yang saya tanggapi adalah faktor pemahaman keliru. Kalau soal kemiskinan itu urusan pemerintah.
Jadi mereka (teroris) mengira dengan membunuh non-muslim itu jihad. Kemudian orang non-muslim atau setiap orang tidak melaksanakan hukum Islam dianggap thogut, halal darahnya. Itu bukan barang baru. Dulu Sayidina Ali, kita semua tahu siapa dia, remaja pertama masuk Islam, menantu Rasulullah, sahabat paling intelek, termasuk sahabat diberitahu pasti masuk surga, dialah penakluk kota khaibar, dibunuh dalam upaya perdamaian dengan Muawwiyah.
Orang-orang Khawariz menggelar rapat, tidak ada hukum selain hukum Allah, barang siapa tidak menjalankan hukum Allah adalah kafir. Maka Ali yang mengupayakan damai disebut kafir. Padahal hukum-hukum itu hasil rapat manusia, rapat orang-orang, kalau sekarang DPR. Orang-orang ini dari partai Khawariz awalnya pendukung Sayidina Ali. Lalu ketika ditanya apakah Khawariz ini kafir atau bukan, Sayidina Ali mengatakan mereka orang Islam tapi 'baghau alaina', memberontak kepada kita.
Jadi itulah asal kata bughot, dari kata Sayidina Ali, baghau alaina, kemudian menjadi kata thoghut alias membangkang atau gerakan separatis. Jadi kelompok radikal, ekstrem teroris, atau pembangkang selalu ada sampai sekarang. Pada abad ke-16, antara Katolik dan Protestan terjadi pembunuhan dengan jumlah paling besar ketika munculnya Protestan. Kebetulan sekarang eranya orang Islam, kebetulan di Indonesia.
Bagaimana di Indonesia?
Yang kita bicarakan ini agak panjang. Dulu ada namanya Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII), kemudian ada Negara Islam Indonesia (NII). Setelah DI/TII dipimpin Kartosoewirjo menyerah, masih ada orang tidak mau menyerah, namanya Ajengan Masduki dan Pak Maman di Garut, Jawa Barat. Ada juga bergerak diam-diam bikin pesantren, misalnya Panji Gumilang dan Muhammad Said.
Setelah itu lahirlah NII, termasuk Abu Bakar Ba'asyir dan Abdullah Sungkar, semula mereka ini lari ke Malaysia. Di sana mereka bikin pesantren Johor. Amrozi, Ali Ghufron, dan Mukhlas pergi ke Malaysia, mulanya untuk bekerja di kebun sawit. Niatnya semula hanya bekerja seperti teman-teman di daerah, semua bekerja di Malaysia. Kemudian mereka ketemu Abu Bakar Ba'asyir, masuk pesantren, digembleng sampai ke Afghanistan, lalu jadi teroris.
Kebanyak teroris sekarang anak muda, ulama pantas disalahkan?
Mereka itu (ulama atau kiai), ada teroris atau tidak, ada bom atau tidak, tetap mengajar di masyarakat. Mereka mengajar akhlak ke masyarakat sekitar. Sekarang, mana ada kiai ngajari santrinya ngebom.
Tapi banyak ulama dengan ilmu pas-pasan sudah berani mengajar?
Yang mempunyai hak menyebarkan agama adalah ahli fiqih. Tolong yang bukan ahlinya jangan ikut campur, bicara agama, nanti tambah berantakan. Jangan masuk wilayah yang kamu tidak mengerti. Mata, mulut, semua akan dimintai pertanggungjawaban.
Anda melihat terorisme di Indonesia meningkat?
Meningkat karena pengangguran, kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan.
Biodata
Nama : Said Aqil Siroj
Tempat/Tanggal Lahir : Cirebon, 3 Juli 1953
Hobi : Membaca, ibadah, silaturrahmi
Istri : Nur Hayati Abdul Qodir
Kini muncul teroris-teroris muda berusia belasan tahun yang baru-baru ini digerebek di Kota Solo, Jawa Tengah. Ketua Umum PBNU (Pengurus Besar Nahdhatul Ulama) sekaligus Ketua Dewan Penasihat BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) Said Aqil Siradj menegaskan kelompok radikal bakal terus bermunculan karena banyak faktor.
"Paling dominan faktor pengangguran, kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan pemahaman agama keliru," katanya kepada Muhammad Taufik dari merdeka.com, Rabu (26/9), dalam perjalanan semobil menuju sebuah stasiun televisi. Berikut penuturannya.
Terorisme masih berkembang, apakah deradikalisasi gagal?
Bukan begitu. Kelompok radikal akan selalu ada di setiap agama, Islam, Kristen, Katolik, apalagi Yahudi. Faktornya banyak, paling dominan pengangguran, kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan pemahaman agama keliru. Satu faktor lagi adalah balas dendam. Di sini yang saya tanggapi adalah faktor pemahaman keliru. Kalau soal kemiskinan itu urusan pemerintah.
Jadi mereka (teroris) mengira dengan membunuh non-muslim itu jihad. Kemudian orang non-muslim atau setiap orang tidak melaksanakan hukum Islam dianggap thogut, halal darahnya. Itu bukan barang baru. Dulu Sayidina Ali, kita semua tahu siapa dia, remaja pertama masuk Islam, menantu Rasulullah, sahabat paling intelek, termasuk sahabat diberitahu pasti masuk surga, dialah penakluk kota khaibar, dibunuh dalam upaya perdamaian dengan Muawwiyah.
Orang-orang Khawariz menggelar rapat, tidak ada hukum selain hukum Allah, barang siapa tidak menjalankan hukum Allah adalah kafir. Maka Ali yang mengupayakan damai disebut kafir. Padahal hukum-hukum itu hasil rapat manusia, rapat orang-orang, kalau sekarang DPR. Orang-orang ini dari partai Khawariz awalnya pendukung Sayidina Ali. Lalu ketika ditanya apakah Khawariz ini kafir atau bukan, Sayidina Ali mengatakan mereka orang Islam tapi 'baghau alaina', memberontak kepada kita.
Jadi itulah asal kata bughot, dari kata Sayidina Ali, baghau alaina, kemudian menjadi kata thoghut alias membangkang atau gerakan separatis. Jadi kelompok radikal, ekstrem teroris, atau pembangkang selalu ada sampai sekarang. Pada abad ke-16, antara Katolik dan Protestan terjadi pembunuhan dengan jumlah paling besar ketika munculnya Protestan. Kebetulan sekarang eranya orang Islam, kebetulan di Indonesia.
Bagaimana di Indonesia?
Yang kita bicarakan ini agak panjang. Dulu ada namanya Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII), kemudian ada Negara Islam Indonesia (NII). Setelah DI/TII dipimpin Kartosoewirjo menyerah, masih ada orang tidak mau menyerah, namanya Ajengan Masduki dan Pak Maman di Garut, Jawa Barat. Ada juga bergerak diam-diam bikin pesantren, misalnya Panji Gumilang dan Muhammad Said.
Setelah itu lahirlah NII, termasuk Abu Bakar Ba'asyir dan Abdullah Sungkar, semula mereka ini lari ke Malaysia. Di sana mereka bikin pesantren Johor. Amrozi, Ali Ghufron, dan Mukhlas pergi ke Malaysia, mulanya untuk bekerja di kebun sawit. Niatnya semula hanya bekerja seperti teman-teman di daerah, semua bekerja di Malaysia. Kemudian mereka ketemu Abu Bakar Ba'asyir, masuk pesantren, digembleng sampai ke Afghanistan, lalu jadi teroris.
Kebanyak teroris sekarang anak muda, ulama pantas disalahkan?
Mereka itu (ulama atau kiai), ada teroris atau tidak, ada bom atau tidak, tetap mengajar di masyarakat. Mereka mengajar akhlak ke masyarakat sekitar. Sekarang, mana ada kiai ngajari santrinya ngebom.
Tapi banyak ulama dengan ilmu pas-pasan sudah berani mengajar?
Yang mempunyai hak menyebarkan agama adalah ahli fiqih. Tolong yang bukan ahlinya jangan ikut campur, bicara agama, nanti tambah berantakan. Jangan masuk wilayah yang kamu tidak mengerti. Mata, mulut, semua akan dimintai pertanggungjawaban.
Anda melihat terorisme di Indonesia meningkat?
Meningkat karena pengangguran, kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan.
Biodata
Nama : Said Aqil Siroj
Tempat/Tanggal Lahir : Cirebon, 3 Juli 1953
Hobi : Membaca, ibadah, silaturrahmi
Istri : Nur Hayati Abdul Qodir
Anak : Muhammad Said Aqil, Nisrin Said Aqil, Rihab Said Aqil, Aqil Said Aqil
Pendidikan
S1 Universitas King Abdul Aziz, jurusan Ushuluddin dan Dakwah, lulus 1982
S2 Universitas Umm al-Qura, jurusan Perbandingan Agama, lulus 1987
S3 University of Umm al-Qura, jurusan Aqidah / Filsafat Islam, lulus 1994
Pendidikan Non-Formal
Madrasah Tarbiyatul Mubtadi'ien Kempek Cirebon
Hidayatul Mubtadi'en Pesantren Lirboyo Kediri (1965-1970)
Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta (1972-1975)
Pengalaman Organisasi
Sekertaris PMII Rayon Krapyak Yogyakarta (1972-1974)
Ketua Keluarga Mahasiswa NU (KMNU) Mekkah (1983-1987)
Wakil Katib 'Aam PBNU (1994-1998)
Katib 'Aam PBNU (1998-1999)
Penasihat Gerakan Anti Diskriminasi Indonesia (Gandi) (1998)
Ketua Forum Komunikasi Kesatuan Bangsa (FKKB) (1998-sekarang)
Penasihat Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam UI (1998-sekarang)
Wakil Ketua Tim Gabungan Pencari fakta (TGPF) Kerusuhan Mei 1998 (1998)
Ketua TGPF Kasus pembantaian Dukun Santet Banyuwangi (1998)
Penasihat PMKRI (1999-sekarang)
Ketua Panitia Muktamar NU XXX di Lirboyo Kediri (1999)
Anggota Kehormatan MATAKIN (1999-2002)
Rais Syuriah PBNU (1999-2004)
Ketua PBNU (2004-sekarang)
Kegiatan
Tim ahli bahasa Indonesia dalam surat kabar harian Al-Nadwah Mekkah (1991)
Dosen di Institut Pendidikan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ) (1995-1997)
Dosen pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (1995-sekarang)
Wakil Direktur Universitas Islam Malang (Unisma) (1997-1999)
MKDU penasihat fakultas di Universitas Surabaya (Ubaya) (1998-sekarang)
Wakil ketua dari lima tim penyusun rancangan AD / ART PKB (1998)
Dosen luar biasa Institut Islam Tribakti Lirboyo Kediri (1999 – sekarang)
Majelis Permusyawaratan Rakyat anggota fraksi yang mewakili NU (1999-2004)
Lulusan Unisma direktur (1999-2003)
Penasihat Masyarakat Pariwisata Indonesia (MPI) (2001-sekarang)
Dosen pascasarjana ST Ibrahim Maqdum Tuban (2003-sekarang)
UNU Dosen lulusan Universitas NU Solo (2003-sekarang)
Lulusan Unisma dosen (2003-sekarang)
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) 2010-2015.
[fas]Pendidikan
S1 Universitas King Abdul Aziz, jurusan Ushuluddin dan Dakwah, lulus 1982
S2 Universitas Umm al-Qura, jurusan Perbandingan Agama, lulus 1987
S3 University of Umm al-Qura, jurusan Aqidah / Filsafat Islam, lulus 1994
Pendidikan Non-Formal
Madrasah Tarbiyatul Mubtadi'ien Kempek Cirebon
Hidayatul Mubtadi'en Pesantren Lirboyo Kediri (1965-1970)
Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta (1972-1975)
Pengalaman Organisasi
Sekertaris PMII Rayon Krapyak Yogyakarta (1972-1974)
Ketua Keluarga Mahasiswa NU (KMNU) Mekkah (1983-1987)
Wakil Katib 'Aam PBNU (1994-1998)
Katib 'Aam PBNU (1998-1999)
Penasihat Gerakan Anti Diskriminasi Indonesia (Gandi) (1998)
Ketua Forum Komunikasi Kesatuan Bangsa (FKKB) (1998-sekarang)
Penasihat Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam UI (1998-sekarang)
Wakil Ketua Tim Gabungan Pencari fakta (TGPF) Kerusuhan Mei 1998 (1998)
Ketua TGPF Kasus pembantaian Dukun Santet Banyuwangi (1998)
Penasihat PMKRI (1999-sekarang)
Ketua Panitia Muktamar NU XXX di Lirboyo Kediri (1999)
Anggota Kehormatan MATAKIN (1999-2002)
Rais Syuriah PBNU (1999-2004)
Ketua PBNU (2004-sekarang)
Kegiatan
Tim ahli bahasa Indonesia dalam surat kabar harian Al-Nadwah Mekkah (1991)
Dosen di Institut Pendidikan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ) (1995-1997)
Dosen pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (1995-sekarang)
Wakil Direktur Universitas Islam Malang (Unisma) (1997-1999)
MKDU penasihat fakultas di Universitas Surabaya (Ubaya) (1998-sekarang)
Wakil ketua dari lima tim penyusun rancangan AD / ART PKB (1998)
Dosen luar biasa Institut Islam Tribakti Lirboyo Kediri (1999 – sekarang)
Majelis Permusyawaratan Rakyat anggota fraksi yang mewakili NU (1999-2004)
Lulusan Unisma direktur (1999-2003)
Penasihat Masyarakat Pariwisata Indonesia (MPI) (2001-sekarang)
Dosen pascasarjana ST Ibrahim Maqdum Tuban (2003-sekarang)
UNU Dosen lulusan Universitas NU Solo (2003-sekarang)
Lulusan Unisma dosen (2003-sekarang)
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) 2010-2015.
Wawancara Said Aqil Siradj (2)
Ajaran Wahabi mendorong orang menjadi teroris
Jumat, 28 September 2012 10:07:56
Reporter: Mohamad Taufik
Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj. (merdeka.com/Arie Basuki)Teroris
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj menyebut ada kaitan antara aliran Wahabi dengan jaringan terorisme. Sebab, ajaran ini menyebutkan ziarah kubur, tahlilan, haul, dan istighosah itu musyrik dan bid'ah.
“Nah, di hati dan pikiran anak-anak muda, kalau begitu orang NU musyrik, kalau gitu orang tua saya tahlilan musyrik juga, halal darahnya, bisa dibunuh,” kata dia. Sebab itu, ajaran Wahabi sangat berbahaya.
Berikut penuturan Said Aqil kepada Muhammad Taufik dari merdeka.com, Rabu (26/9), dalam perjalanan semobil menuju sebuah tasiun televisi.
Sejauh mana pengaruh asing membentuk radikalisme di Indonesia?
Kita awali dulu dari Timur Tengah. Dulu, begitu Anwar Sadat berkuasa di Mesir, tahanan kelompok Ikhwanul Muslimin dipenjara, semua dilepas. Mereka kebanyakan pintar, ahli. Setelah keluar dari tahanan, kebanyakan megajar di Arab Saudi. Di Arab mereka membentuk gerakan Sahwah Islamiyah atau kesadaran kebangkitan Islam. Sebenarnya pemerintah Arab Saudi sudah prihatin, khawatir mereka menjadi senjata makan tuan.
Tapi, kebetulan pada 1980-an, Uni Soviet masuk ke Afghanistan. Pemerintah Arab menjaring, menampung anak-anak, termasuk kelompok Ikhwanul Muslimin, berjihad ke Afghanistan, termasuk Usamah Bin Ladin. Bin Ladin ini keluarga kaya, pemborong Masjidil Haram. Singkat cerita, setelah Soviet lari, kemudian bubar, Arab Saudi memanggil mereka kembali. Yang pulang banyak, yang tidak juga banyak.
Lalu Bin Ladin membentuk Al-Qoidah. Menurut mazhab Wahabi, membikin organisasi bid’ah. Maka Bin Ladin diancam kalau tidak pulang dicabut kewaranegaraannya. Sampai tiga kali dipanggil, tidak mau pulang, maka dicabutlah kewarganegaraanya. Nah, sekarang jadi sambung dengan cerita teroris di Indonesia. Di sini ada DITII, di sana ada Al-Qaiudah. Tapi saya heran, mereka ini berjuang atas nama Islam, tapi tidak pernah ada gerakan Al-Qaidah pergi ke Palestina.
Walau mengebom itu salah, saya heran, padahal mengatasnamakan demi Islam, tapi tidak pernah ada Al-Qaidah pergi ke Israil mengebom atau apalah. Yang dibom, malah Pakistan, Indonesia, dan Yaman. Kenapa tidak pergi ke Israil kalau memang benar-benar ingin berjihad. Walau saya sebenarnya juga tidak setuju kalau sekonyong-konyong mengebom Israel, itu biadab juga. Tapi artinya, kalau benar-benar ingin berjuang kenapa tidak ke Israel.
Lalu hubunganya dengan Indonesia?
Kemudian beberapa organisasi di Indonesia mulai tumbuh. Mohon maaf, ketika beberapa lembaga atau yayasan pendidikan di Indonesia didanai oleh masyarakat Saudi beraliran Wahabi, Ingat, bukan pemerintah Arab Saudi. Dana dari masyarakat membiayai pesantren baru muncul, di antaranya; Asshofwah, Assunnah, Al Fitroh, Annida. Mereka ada di Kebon Nanas, Lenteng Agung, Jakarta, Sukabumi, Bogor, Jember, Surabaya, Cirebon, Lampung dan Mataram.
Mereka mendirikan yayasan Wahabi. Tapi sebentar, jangan salah tulis, saya tidak pernah mengatakan Wahabi teroris, banyak orang salah paham. Tapi doktrin, ajaran Wahabi bisa, dapat mendorong anak-anak muda menjadi teroris. Karena ketika mereka megatakan tahlilan musyrik, haul dan istighosah bidah, musyrik, dan ini-itu musyrik.
Nah, di hati dan pikiran anak-anak muda, kalau begitu orang NU musyrik, kalau begitu orang tua saya tahlilan musyrik juga, halal darahnya, bisa dibunuh. Kalau seperti itu, tinggal ada keberanian atau tidak, ada kesempatan dan kemampuan atau tidak, nekat dan tega atau tidak. Kalau ada kesempatan, ada keberanian, ada kemampuan, tinggal mengebom saja. Walau ajaran Wahabi sebenarnya mengutuk pengeboman, tidak metolerir, tapi ajaran mereka keras,
Contoh, di pesantren Assunnah, Kalisari Jonggrang, Cirebon Kota. Pemimpinnya Salim Bajri, sampai sekarang masih ada, punya santri namanya Syarifudin mengebom masjid Polresta Cirebon, punya santri namanya Ahmad Yusuf dari Losari, mengebom gereja kota di Solo. Ajarannya sih tidak pernah memerintahkan mengebom, tapi bisa mengakibatkan.
Anda setuju Wahabi pembentuk radikalisme?
Saya tidak pernah mengatakan Wahabi teroris, banyak orang salah paham. Tapi doktrin, ajaran Wahabi dapat mendorong anak-anak muda menjadi teroris. Karena ketika mereka megatakan tahlilan musyrik, haul dan istighosah bidah, musyrik, dan ini-itu musyrik. Jadi ajaran Wahabi itu bagi anak-anak muda berbahaya.
Bisa dibilang ada persaingan antara Wahabi dan Sunni?
Ya jelas dong. Jadi mereka punya sistem, uang, dana, pelatih. Tapi sekali lagi jangan salah paham. Saya hormat kepada Raja Abdullah bin Abdul Aziz karena saya alumnus sana. Tapi saya menentang Wahabi.
Jadi sebatas perbedaan pendapat?
Ya, yang saya tentang Wahabi, bukan raja Arab Saudi. Karena duta besar Arab Saudi bilang saya ini mencaci Raja Arab. Itu salah.
Berapa pesantren beraliran Wahabi ini?
Setahu saya ada 12 pesantren, di antaranya Asshofwah, Assunnah, Al Fitrah, Annida. Pesantren seperti ini (Wahabi) lahirnya baru sekitar 1980-an.
[fas]“Nah, di hati dan pikiran anak-anak muda, kalau begitu orang NU musyrik, kalau gitu orang tua saya tahlilan musyrik juga, halal darahnya, bisa dibunuh,” kata dia. Sebab itu, ajaran Wahabi sangat berbahaya.
Berikut penuturan Said Aqil kepada Muhammad Taufik dari merdeka.com, Rabu (26/9), dalam perjalanan semobil menuju sebuah tasiun televisi.
Sejauh mana pengaruh asing membentuk radikalisme di Indonesia?
Kita awali dulu dari Timur Tengah. Dulu, begitu Anwar Sadat berkuasa di Mesir, tahanan kelompok Ikhwanul Muslimin dipenjara, semua dilepas. Mereka kebanyakan pintar, ahli. Setelah keluar dari tahanan, kebanyakan megajar di Arab Saudi. Di Arab mereka membentuk gerakan Sahwah Islamiyah atau kesadaran kebangkitan Islam. Sebenarnya pemerintah Arab Saudi sudah prihatin, khawatir mereka menjadi senjata makan tuan.
Tapi, kebetulan pada 1980-an, Uni Soviet masuk ke Afghanistan. Pemerintah Arab menjaring, menampung anak-anak, termasuk kelompok Ikhwanul Muslimin, berjihad ke Afghanistan, termasuk Usamah Bin Ladin. Bin Ladin ini keluarga kaya, pemborong Masjidil Haram. Singkat cerita, setelah Soviet lari, kemudian bubar, Arab Saudi memanggil mereka kembali. Yang pulang banyak, yang tidak juga banyak.
Lalu Bin Ladin membentuk Al-Qoidah. Menurut mazhab Wahabi, membikin organisasi bid’ah. Maka Bin Ladin diancam kalau tidak pulang dicabut kewaranegaraannya. Sampai tiga kali dipanggil, tidak mau pulang, maka dicabutlah kewarganegaraanya. Nah, sekarang jadi sambung dengan cerita teroris di Indonesia. Di sini ada DITII, di sana ada Al-Qaiudah. Tapi saya heran, mereka ini berjuang atas nama Islam, tapi tidak pernah ada gerakan Al-Qaidah pergi ke Palestina.
Walau mengebom itu salah, saya heran, padahal mengatasnamakan demi Islam, tapi tidak pernah ada Al-Qaidah pergi ke Israil mengebom atau apalah. Yang dibom, malah Pakistan, Indonesia, dan Yaman. Kenapa tidak pergi ke Israil kalau memang benar-benar ingin berjihad. Walau saya sebenarnya juga tidak setuju kalau sekonyong-konyong mengebom Israel, itu biadab juga. Tapi artinya, kalau benar-benar ingin berjuang kenapa tidak ke Israel.
Lalu hubunganya dengan Indonesia?
Kemudian beberapa organisasi di Indonesia mulai tumbuh. Mohon maaf, ketika beberapa lembaga atau yayasan pendidikan di Indonesia didanai oleh masyarakat Saudi beraliran Wahabi, Ingat, bukan pemerintah Arab Saudi. Dana dari masyarakat membiayai pesantren baru muncul, di antaranya; Asshofwah, Assunnah, Al Fitroh, Annida. Mereka ada di Kebon Nanas, Lenteng Agung, Jakarta, Sukabumi, Bogor, Jember, Surabaya, Cirebon, Lampung dan Mataram.
Mereka mendirikan yayasan Wahabi. Tapi sebentar, jangan salah tulis, saya tidak pernah mengatakan Wahabi teroris, banyak orang salah paham. Tapi doktrin, ajaran Wahabi bisa, dapat mendorong anak-anak muda menjadi teroris. Karena ketika mereka megatakan tahlilan musyrik, haul dan istighosah bidah, musyrik, dan ini-itu musyrik.
Nah, di hati dan pikiran anak-anak muda, kalau begitu orang NU musyrik, kalau begitu orang tua saya tahlilan musyrik juga, halal darahnya, bisa dibunuh. Kalau seperti itu, tinggal ada keberanian atau tidak, ada kesempatan dan kemampuan atau tidak, nekat dan tega atau tidak. Kalau ada kesempatan, ada keberanian, ada kemampuan, tinggal mengebom saja. Walau ajaran Wahabi sebenarnya mengutuk pengeboman, tidak metolerir, tapi ajaran mereka keras,
Contoh, di pesantren Assunnah, Kalisari Jonggrang, Cirebon Kota. Pemimpinnya Salim Bajri, sampai sekarang masih ada, punya santri namanya Syarifudin mengebom masjid Polresta Cirebon, punya santri namanya Ahmad Yusuf dari Losari, mengebom gereja kota di Solo. Ajarannya sih tidak pernah memerintahkan mengebom, tapi bisa mengakibatkan.
Anda setuju Wahabi pembentuk radikalisme?
Saya tidak pernah mengatakan Wahabi teroris, banyak orang salah paham. Tapi doktrin, ajaran Wahabi dapat mendorong anak-anak muda menjadi teroris. Karena ketika mereka megatakan tahlilan musyrik, haul dan istighosah bidah, musyrik, dan ini-itu musyrik. Jadi ajaran Wahabi itu bagi anak-anak muda berbahaya.
Bisa dibilang ada persaingan antara Wahabi dan Sunni?
Ya jelas dong. Jadi mereka punya sistem, uang, dana, pelatih. Tapi sekali lagi jangan salah paham. Saya hormat kepada Raja Abdullah bin Abdul Aziz karena saya alumnus sana. Tapi saya menentang Wahabi.
Jadi sebatas perbedaan pendapat?
Ya, yang saya tentang Wahabi, bukan raja Arab Saudi. Karena duta besar Arab Saudi bilang saya ini mencaci Raja Arab. Itu salah.
Berapa pesantren beraliran Wahabi ini?
Setahu saya ada 12 pesantren, di antaranya Asshofwah, Assunnah, Al Fitrah, Annida. Pesantren seperti ini (Wahabi) lahirnya baru sekitar 1980-an.
Wawancara Said Aqil Siradj (3)
Pemerintah perlu awasi dakwah ulama
Jumat, 28 September 2012 10:24:57
Reporter: Mohamad Taufik
Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj. (merdeka.com/Arie Basuki)
Sebagai pembimbing dan pengajar agama, ulama kerap dicatut saban penangkapan teroris baru di Indonesia. Ulama dianggap memiliki peran membentuk mental dan moral umat, terutama generasi muda. Lalu bagaimana menurut Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj ihwal masalah itu.
“Mereka itu (ulama atau kiai), ada teroris atau tidak, ada bom atau tidak, tetap mengajar di masyarakat. Mereka mengajar akhlak ke masyarakat sekitar. Sekarang, mana ada kiai mengajari santrinya mengebom,” kata dia.
Namun dia mengakui dakwah ulama perlu diawasi. Bahkan, pemerintah perlu melarang dakwah ulama yang memicu perpecahan, misalnya mengkafirkan sesama.
Bagaimana pandangan Said Aqil tentang peran ulama di Indonesia, berikut penuturannya kepada Muhammad Taufik dari merdeka.com dalam perjalanan semobil menuju sebuah stasiun televisi, Rabu (26/9).
Apakah Anda melihat makna ulama sudah rendah, misalnya munculnya ustad Instan?
Salahnya itu. Kita sayang sekali. Seperti tadi saya katakan. Orang memahami agama itu tidak gampang, tidak cukup waktu satu atau dua minggu, misalnya ikut pesantren kilat, terus selesai. Belajar agama butuh waktu lama.
Apakah perlu ada sertifikasi ulama?
Persoalan sertifikasi sudah selesai. Saya sudah menentang itu. Artinya, ulama atau kiai itu gelar sosial pemberian masyrakat, bukan gelar akademis. Syaratnya apa? mengajarkan agama, memiliki integritas pengetahuan agama tidak diragukan lagi, mereka menjadi pengayom di tengah masyarakat. Mereka itulah disebut ulama oleh masyarakat.
Apa perlu ulamak mengajarkan radikalisme dilarang?
Bisa saja itu. Setiap ada pesantren yang doktrinnya mudah megkafirkan dan memusyrikkan orang lain.
Kalau pesantren, misal Wahabi?
Saya kira jangan pesantrennya. Tapi organisasinya, lembaga nirlaba, yayasan, lembaga pendidikan yang ada indikasi merongrong keutuhan NKRI harus dilarang. Kalau memperkuat NKRI harus kita pertahankan. Kalau merongrong, menentang Bhineka Tuggal Ika, jangan ragu-ragu, NU berada di belakang.
[fas]“Mereka itu (ulama atau kiai), ada teroris atau tidak, ada bom atau tidak, tetap mengajar di masyarakat. Mereka mengajar akhlak ke masyarakat sekitar. Sekarang, mana ada kiai mengajari santrinya mengebom,” kata dia.
Namun dia mengakui dakwah ulama perlu diawasi. Bahkan, pemerintah perlu melarang dakwah ulama yang memicu perpecahan, misalnya mengkafirkan sesama.
Bagaimana pandangan Said Aqil tentang peran ulama di Indonesia, berikut penuturannya kepada Muhammad Taufik dari merdeka.com dalam perjalanan semobil menuju sebuah stasiun televisi, Rabu (26/9).
Apakah Anda melihat makna ulama sudah rendah, misalnya munculnya ustad Instan?
Salahnya itu. Kita sayang sekali. Seperti tadi saya katakan. Orang memahami agama itu tidak gampang, tidak cukup waktu satu atau dua minggu, misalnya ikut pesantren kilat, terus selesai. Belajar agama butuh waktu lama.
Apakah perlu ada sertifikasi ulama?
Persoalan sertifikasi sudah selesai. Saya sudah menentang itu. Artinya, ulama atau kiai itu gelar sosial pemberian masyrakat, bukan gelar akademis. Syaratnya apa? mengajarkan agama, memiliki integritas pengetahuan agama tidak diragukan lagi, mereka menjadi pengayom di tengah masyarakat. Mereka itulah disebut ulama oleh masyarakat.
Apa perlu ulamak mengajarkan radikalisme dilarang?
Bisa saja itu. Setiap ada pesantren yang doktrinnya mudah megkafirkan dan memusyrikkan orang lain.
Kalau pesantren, misal Wahabi?
Saya kira jangan pesantrennya. Tapi organisasinya, lembaga nirlaba, yayasan, lembaga pendidikan yang ada indikasi merongrong keutuhan NKRI harus dilarang. Kalau memperkuat NKRI harus kita pertahankan. Kalau merongrong, menentang Bhineka Tuggal Ika, jangan ragu-ragu, NU berada di belakang.
Wawancara Said Aqil Siradj (4)
Pesantren NU tidak melahirkan teroris
Jumat, 28 September 2012 10:37:11
Reporter: Mohamad Taufik
Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj. (merdeka.com/Arie Basuki)
Beberapa waktu lalu sempat ribut berita tudingan rohis di sekolah dan masjid sebagai sasaran teroris. Penyebabnya adalah berita di Metro TV tentang bibit terorisme di sekolah. Pola rekrutmen teroris, menurut Metro, ada lima, yakni sasarannya siswa SMP akhir-SMA dari sekolah-sekolah umum, masuk melalui program ekstra kurikuler di masjid-masjid sekolah.
Siswa-siswi terlihat tertarik kemudian diajak berdiskusi di luar sekolah, dijejali berbagai kondisi sosial buruk, penguasa korup, keadilan tidak seimbang, dan doktrin penguasa adalah thaghut alias kafir. Dalam waktu singkat, protes terhadap stasiun televisi itu menyeruak. Di Twitter pun datang bertubi-tubi karena kebanyakan aktivis dakwah muda merupakan jebolan rohis.
Lalu bagaimana menurut pandangan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siraj? Berikut penjelasannya kepada Muhammad Taufik dari merdeka.com dalam perjalanan semobil menuju sebuah stasiun televisi swasta, Rabu (26/9).
Bagaimana pandangan Anda tentang tuduhan rohis-rohis sekolah sebagai basis menyemai radikalisme Islam?
Sebenarnya ini kelemahan kita, NU atau Muhammadiyah, kurang bisa menampung keiginan pemuda. Mereka bertemu ustad atau guru, dianggap baru dan dinamis. Mereka terperangkap di situ, kalau NU dan Muhammadiyah mungkin dianggap itu-itu saja, jadinya bosan.
Kebanyakan incaran dan dan tuduhan terorisme banyak ditujukan kepada anak-anak muda?
Ya. Biasanya ustad-ustad itu masuk ke kampus-kampus eksak disiplin ilmu pasti, misalnya Intitut Teknologi Bandung, Universitas Gajah Mada, Institut Pertanian Bogor, bukan di IAIN. Karena mereka keilmuanya pasti, hitam putih.
Bagaimana dengan santri muda NU?
Di bawah NU itu ada 21 ribu pesantren, data itu dengan jumlah murid di atas 200 ke atas. Hingga kini tidak ada satupun santri terlibat teroris. Lulusan pesantren Jawa Tegah, Jawa Timur, Jombang, Pasuruan, Kediri, Jember, tidak ada satupun terlibat teroris. Saya kritik juga media, kalau isu teroris dibesar-besarkan, tapi giliran acara istighosah, pengajian, tahlilan, tidak diliput.
Tapi sepertinya pesantren dikaitkan terus?
Ini susah kalau sudah didakwa. Tapi saya tegaskan, lulusan pesantren NU tidak ada yang jadi teroris. Anshor itu misalnya, selama ini aman-aman saja.
[fas]
Siswa-siswi terlihat tertarik kemudian diajak berdiskusi di luar sekolah, dijejali berbagai kondisi sosial buruk, penguasa korup, keadilan tidak seimbang, dan doktrin penguasa adalah thaghut alias kafir. Dalam waktu singkat, protes terhadap stasiun televisi itu menyeruak. Di Twitter pun datang bertubi-tubi karena kebanyakan aktivis dakwah muda merupakan jebolan rohis.
Lalu bagaimana menurut pandangan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siraj? Berikut penjelasannya kepada Muhammad Taufik dari merdeka.com dalam perjalanan semobil menuju sebuah stasiun televisi swasta, Rabu (26/9).
Bagaimana pandangan Anda tentang tuduhan rohis-rohis sekolah sebagai basis menyemai radikalisme Islam?
Sebenarnya ini kelemahan kita, NU atau Muhammadiyah, kurang bisa menampung keiginan pemuda. Mereka bertemu ustad atau guru, dianggap baru dan dinamis. Mereka terperangkap di situ, kalau NU dan Muhammadiyah mungkin dianggap itu-itu saja, jadinya bosan.
Kebanyakan incaran dan dan tuduhan terorisme banyak ditujukan kepada anak-anak muda?
Ya. Biasanya ustad-ustad itu masuk ke kampus-kampus eksak disiplin ilmu pasti, misalnya Intitut Teknologi Bandung, Universitas Gajah Mada, Institut Pertanian Bogor, bukan di IAIN. Karena mereka keilmuanya pasti, hitam putih.
Bagaimana dengan santri muda NU?
Di bawah NU itu ada 21 ribu pesantren, data itu dengan jumlah murid di atas 200 ke atas. Hingga kini tidak ada satupun santri terlibat teroris. Lulusan pesantren Jawa Tegah, Jawa Timur, Jombang, Pasuruan, Kediri, Jember, tidak ada satupun terlibat teroris. Saya kritik juga media, kalau isu teroris dibesar-besarkan, tapi giliran acara istighosah, pengajian, tahlilan, tidak diliput.
Tapi sepertinya pesantren dikaitkan terus?
Ini susah kalau sudah didakwa. Tapi saya tegaskan, lulusan pesantren NU tidak ada yang jadi teroris. Anshor itu misalnya, selama ini aman-aman saja.