Jangan Sekalipun Melupakan Sejarahfree counters
Click for Kota Samarinda, Indonesia Forecast

Selasa, 14 Agustus 2012

Pemadam Kebakaran

Pemadam Kebakaran (1)

Jejak Brandweer di Batavia

Jejak Brandweer di Batavia
Pemadam Kebakaran di Surabaya. Foto diambil sekitar 1906-1925. (http://kitlv.pictura-dp.nl)
reporter: Mohamad Taufik

Telinga Anda tentu tak asing dengan nama pemadam kebakaran. Mereka korps berbaju biru, para ksatria penantang api. Bekerja selama 24 jam, senjata mereka berpeluru air, dengan baju dan helm tahan api. Menjinakkan amuk si jago merah adalah pekerjaan mereka. Jangankan di tengah kota, kebakaran di pojok-pojok perkampungan pun mereka ada. Slogan mereka tegas, ”Pantang pulang sebelum padam."

Korps pemadam di Indonesia sudah ada sejak zaman Hindia Belanda. Bersama polisi, mereka disebut-sebut sebagai institusi elite pengaman kota. Tapi, menurut pegiat sosial urusan pelestasi situs dan sejarah Jakarta, Asep Kambali, meski bukan paling bergengsi, pemadam kebakaran tetap dianggap penting. ”Terutama sejak pemindahan pusat kota dari kota lama ke kawasan Menteng pada zaman Hindia Belanda,” kata dia kepada merdeka.com, Jumat pekan lalu.

Berdasar catatan dalam buku Dari BRANDWEER ke Dinas Kebakaran DKI Jakarta, pemerintah Hindia Belanda mulai membentuk satuan pemadam pada 1873. Korps ini semula bernama Brandweer. Buat menangani masalah kebakaran di Jakarta, secara hukum dibentuk oleh Resident op Batavia melalui ketentuan Reglement op de Brandweer in de Afdeeling stand Vorstenden Van Batavia.

Kebakaran besar di kampung Kramat-Kwitang sebagai penyebab munculnya beleid ini. Musibah itu tidak bisa diatasi oleh pemerintah kota. Kemudian pada 25 Januari 1915 muncul peraturan tentang pemadam kebakaran, yakni Reglement op de Brandweer itu. ”Jadi kalau dilihat dari sejarah, pemadam kebakaran ini memang sudah disiapkan oleh Belanda,” tutur Asep.

Dia pernah menelusuri jejak-jejak Brandweer di Jakarta. Dulu, kata dia, salah satu markas pusat pemadam berada di Jalan Kiai Haji Zainul Arifin nomor 71, sekarang Jalan Ketapang, Jakarta Pusat. Pemadam juga pernah berkantor di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Di Jakarta Timur, markas mereka di Jalan Matraman Raya. Mula-mula brandweer tidak memiliki petugas tetap ketika usulan muncul pada awal 1800-an. Baru pada 1850-an, petugas resmi pemadam api dibentuk.

Peralatan mereka kala itu tentu jauh berbeda dengan zaman sekarang. Dulu belum ada mobil tangki berisi berkubik-kubik air. Pemadam api tempo dulu cuma memiliki tangga, alat manual semprot air tangan, serta baju dan helm mirip jas hujan, tidak tahan api. ”Baju pemadam api dulu justru melindungi badan dari air, bukan dari api. Jelas berbeda dengan sekarang,” ujarnya.

Konon orang Betawi juga tidak bisa lepas dari sejarah berdirinya pemadam kebakaran ini. Buktinya ada Prasasti Tanda Peringatan Brandweer Batavia 1919-1929, diberikan oleh sekelompok orang Betawi sebagai tanda penghargaan dan terima kasih atas darma bakti para petugas pemadam. Prasasti ini sampai sekarang tersimpan di kantor Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta.

Beginilah bunyi prasasti itu: Di dalam masa jang soeda-soeda bahaja api djarang tertjega habis terbakar langgar dan roema tidak memilih tinggi dan renda sepoeloeh tahoen sampai sekarang semendjak Brandweer datang menentang bahaja api moedah terlarang mendjadikan kita berhati girang. Tanda girang dan terima kassi kami semoea orang Betawi menghoedjoekan pada hari jang ini tanda peringatan boekan seperti.

Pada masa penjajahan Jepang, aturan soal pemadam kebakaran berubah melalui melalui ketentuan dikenal dengan "Osamu seirei No.II" tentang Syoobootai atau pemadam kebakaran. Perubahan ini tercatat pada 20 April 1943. Baru setelah kemerdekaan, sekitar 1957 hingga 1969, istilah pemadam kebakaran kembali diubah menggunakan nomenklatur barisan pemadam kebakaran, disingkat (BPK).

Pada zaman Gubernur Ali Sadikin, nama barisan pemadam kebakaran alias BPK diubah menjadi Dinas Pemadam Kebakaran melalui Surat Keputusan Gubernur KDH DKI Jakarta No. ib.3/3/15/1969. Perubahan itu tidak hanya mengubah nomenklatur, tetapi juga mengganti tugas pokok dan fungsi DPK, yakni menambahkan nomenklatur Bagian Pencegahan.
[fas]
Senin, 13 Agustus 2012 12:26:03Pemadam Kebakaran (2)

Tangga Brandweer setinggi bangunan

Tangga Brandweer setinggi bangunan
Markas pemadam kebakaran di Willemstad. Foto diperkirakan diambil pada 1936-1940. (http://kitlv.pictura-dp.nl)
Reporter: Mohamad Taufik



Apa yang membedakan pemadam kebakaran tempo dulu dengan sekarang? Jawabannya tentu menyangkut peralatan dan musuh api. Menurut pegiat sosial bidang pelestarian situs dan sejarah Jakarta, Asep Kambali, ibarat pahlawan super, pemadam kebakaran juga mengalami perkembangan peralatan karena permukiman semakin padat. Dulu alat memadamkan api cukup dengan semprotan tangan, jas hujan tidak tahan api, mobil pegangkut petugas dan tangga.

Sekarang, mobil pemadam mampu mengangkut berkubik-kubik air, dilengkapi selang dan mesin diesel, keran, tangga otomatis, dan baju plus helm anti api. ”Semua harus berubah menyesuaikan zaman. Dulu permukiman belum sepadat sekarang. Teknologi juga belum semaju ini,” kata dia ketika ditemui di kompleks Museum Thamrin, Jumat pekan lalu.

Pada zaman kolonial Belanda, pemadam kebakaran masih bernama Brandweer. Setelah kebakaran besar-besaran terjadi di kampung Kramat-Kwitang, gubernur jenderal Hindia Belanda langsung membuat aturan tentang pembentukan petugas kebakaran ini. Tapi persoalan tak lantas selesai. Masalah bagaimana mendapatkan air dengan cepat menjadi persoalan selanjutnya.

Kebakaran sering terjadi di kawasan jauh dari sumber air. Saluran air mungkin ada di dekat lokasi kerap kering di musim kemarau dan berlumpur. Untuk mengatasi masalah itu, sumur kebakaran dibikin di beberapa tempat. Air sumur bor dialirkan ke sumur kebakaran. Ketika aturan brandweer terbentuk, gubernur jenderal juga membuat aturan baru tentang desain tinggi bangunan di Batavia. Kala itu bangunan tidak boleh lebih dari dua lantai.

Ketinggian bangunan menyesuaikan peralatan petugas pemadam kebakaran. Baru beberapa tahun kemudian, ketika peralatan Brandweer mulai lengkap, tangga sebagai alat bantu pemadaman juga mulai didesain tinggi, desain bangunan diubah. ”Saya nggak tahu kalau sekarang, ada nggak aturan seperti itu. Ketinggian bangunan disesuaikan peralatan pemadam kebakaran,” kata dia.

Perbedaan lain, dulu Brandweer tidak hanya berisi orang-orang Belanda. Bahkan mayoritas diisi oleh pribumi: mulai orang Betawi, Manado, dan Jawa. Tapi kebanyakan justru orang-orang dari Maluku. Jumlah petugas tidak sebanyak sekarang. Buktinya dulu hanya ada sekitar tiga lokasi markas. "Karena dulu permukiman tidak sepadat sekarang,” tuturnya.

Markas Pemadam Kebakaran kota praja Batavia ini masih ditempati oleh Pemadam Kebakaran DKI Jakarta, yaitu di Gang Ketapang. Di abad ke-20, tangsi pemadam memiliki kantor, ruang jaga, dan garasi dengan tiga mobil penyemprot air. Enam sepeda juga menjadi bagian dari perangkat pemadam kebakaran ini. Kini pemadam kebakaran di jakarta sudah berkembang menjadi enam suku dinas di Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan Kepulauan Seribu.

Dulu permukiman padat bisa dibilang cuma ada di Menteng, Kota Lama, dan Kebayoran Lama. Menurut sejarawan Jakarta, JJ Rizal, persoalan jumlah petugas pemadam sepertinya sejak dulu selalu sama, yakni selalu kurang. Apalagi sekarang ketika Jakarta kian padat, tenaga mereka makin jauh dari cukup.

Rizal mengaku tidak tahu banyak soal sejarah pemadam kebakaran ini. Namun setahu dia, pemadam kebakaran memang peninggalan VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). ”Pemadam ini biasa disiapkan di pangkalan-pangkalan VOC."
[fas]

Pemadam Kebakaran (3)

Kebakaran bergiliran macam arisan

Kebakaran bergiliran macam arisan
Latihan pemadaman api di magelang, Jawa Tengah, 19 April 1937. (http://kitlv.pictura-dp.nl)
Kategori
Reporter: Mohamad Taufik

Ramadan kali ini Suhayati sepertinya tengah diuji. Rumah semipermanen milik perempuan beranak tiga ini habis dimakan api. Petaka itu datang menjelang sahur pada Rabu pekan lalu ketika dia sibuk menyiapkan menu sahur buat keluarga. Akibat kebakaran, dia harus mengungsi bersama 400 warga Krendang, Tambora, Jakarta Barat. Korban lainnya mengungsi ke masjid setempat.

Api melahap 75 unit rumah penduduk sebelum dijinakkan ole 35 mobil pemadam. Kebakaran di Tambora hari itu menambah panjang catatan kebakaran di Dinas Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (DKPB) DKI Jakarta pada tahun ini. Sepanjang 2012, dinas menyatakan terjadi 530 kebakaran terjadi di Ibu Kota.

Kebakaran umumnya disebabkan oleh hubungan arus pendek listrik atau korsleting. Menurut Kepala DKPB Paimin Napitupulu, lima titik kebakaran terjadi dalam sehari. Rata-rata penyebab kebakaran karena kecerobohan warga. Mereka kurang waspada ketika menyalakan listrik atau kompor saat memasak.

Apalagi sekarang musim kering ditambah angin kencang. Sedikit saja ada percikan api, kebakaran besar bisa tejadi. Sebab itu, dia mengimbau warga waspada bila menggunakan listrik. Jakarta sebagai kota terpadat di Idonesia memang rawan kebakaran. Bahkan seorang pengamat menyebut kebakaran di Jakarta mirip arisan.

Lokasi rawan kebakaran di Ibu Kota ini juga menyebar hampir di seluruh wilayah, terutama di permukiman-permukiman padat. Data dinas kebakaran mencatat 56 kelurahan rawan kebakaran, di antaranya Tambora, Bukit Duri, Johar Baru, Penjaringan, Tanah Tinggi, Tanah Abang, Penggilingan, dan Manggarai. Di kelurahan-kelurahan itu, sepanjang dua tahun lalu terjadi 779 kebakaran, 693 kebakaran (2011), dan sudah 530 kebakaran pada tahun ini.

Lalu bagaimana dengan wilayah rawan kebakaran tempo dulu? Menurut pengamat sosial bidang pelestarian situs dan sejarah Jakarta, Asep Kambali, dulu daerah rawan kebakaran hanya di beberapa lokasi, misalnya Pasar Senen, Jatinegara, dan perumahan Menteng.

”Karena kondisi permukiman padat penduduknya tidak sama, dulu masih kecil, sekarang luas,” tuturnya. Apalagi, dulu kebakaran juga tidak separah sekarang. Kebakaran pada zaman Hidia-Belanda paling hanya satu atau dua rumah. Tapi sekarang, satu rumah terbakar bakal merembet ke rumah-rumah lainnya.

Persoalan lain, dulu lokasi kebakaran masih bisa dijangkau. Brandweer masih mudah masuk ke permukiman-permukiman padat. Sebab, meski dibilang padat, kondisi kerapatan rumah tidak seperti sekarang. ”Kalau dari segi lokasi, sepertinya sekarang lebih sulit,” kata Asep.
[fas]

Tidak ada komentar: