Jangan Sekalipun Melupakan Sejarahfree counters
Click for Kota Samarinda, Indonesia Forecast

Selasa, 14 Agustus 2012

Alasan Pesawat N250 Dibangkitkan Kembali

Alasan Pesawat N250 Dibangkitkan Kembali

Kondisi geografis Asia Tenggara sangat tepat untuk pesawat jenis ini.

Selasa, 14 Agustus 2012, 07:06 Ismoko Widjaya, Iwan Kurniawan
Pesawat N250
Pesawat N250 (IPTN)
VIVAnews - Ilham akbar Habibie, putra sulung Presiden RI ke-3 yang juga mantan Menteri Riset dan Teknologi BJ Habibie, memaparkan alasannya untuk membangkitkan kembali proyek pesawat N-250 yang sempat tenggelam akibat krisis moneter. Pasar pesawat baling-baling (propeller) di Asia Tenggara yang besar menjadi alasannya.

Ilham menjelaskan membangkitkan kembali pesawat N-250 yang telah terkubur merupakan hal yang sangat realistis. "50 persen pasar pesawat propeller dunia ada di Asia Tenggara, bukan di Eropa ataupun Amerika," kata Ilham saat berbincang dengan VIVAnews.

Menurut Ilham, kondisi geografis Asia Tenggara sangat tepat untuk mengembangkan pesawat baling-baling. Di Eropa pesawat propeller kurang berperan karena infrastruktur kereta api yang telah bagus. Sedangkan di Amerika Serikat infrastruktur jalan telah siap sehingga orang lebih senang berpergian dengan mobil.

Berbeda dengan dua benua itu, Asia Tenggara khususnya Indonesia infrastruktur kereta api dan jalan belum tersedia dengan baik. Untuk itu dibutuhkan pesawat baling-baling yang lebih efisien dibandingkan pesawat jet untuk perjalanan singkat.

"Untuk mencapai level infrastruktur seperti di Eropa dan Amerika masih lama, butuh waktu bertahun-tahun sehingga pesawat propeller banyak sekali di Asia Tenggara," ujar dia.

Dengan pesawat propeller seperti N-250 maka harga tiket penumpang dapat lebih murah dibandingkan dengan penerbangan dengan pesawat jet. Pertumbuhan ekonomi yang pesat di Asia tenggara, membuat waktu perjalanan menjadi penting.

"Misal Jakarta-Cirebon, itu jalannya padat sekali dan waktu tempuh darat lama. Yang penting itu efisiensi waktu dan harganya murah, why not? Itu akan sangat menarik," kata anggota presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)  ini.

Selain itu, dengan memproduksi pesawat N-250 yang merupakan produk Indonesia diyakini akan memberikan keuntungan tersendiri bagi maskapai nasional. Bahkan Ilham yakin bila pesawat N-250 telah diproduksi akan diminati maskapai nasional.

"Kalau kita ada produsen pesawat dalam negeri, itu akan lebih mudah. Maskapai dapat memberikan masukan langsung ke kita. Kalau beli produsen luar negeri ada kendala bahasa, budaya lalu juga belum tentu masukan dari kita didengar," kata mantan direktur Marketing PT Dirgantara Indonesia ini.

Pesawat N-250 pernah diluncurkan pada 1995 lalu dan sempat menjadi primadona pada Indonesia Air Show 1996 silam. Sayangnya proyek N-250 terhenti saat uji coba karena minimnya pendanaan.

BJ Habibie melalui Ilham Habibie mendirikan PT Ragio Aviasi Industri (RAI) dimana 51 persen sahamnya dikuasai oleh PT Ilthabie Rekatama, sedangkan 49 persen sisanya dimiliki oleh  PT Eagle Cap yang dimiliki Erry Firmansyah, mantan dirut Bursa Efek Indonesia. Rencananya RAI akan membangun kembali pesawat N-250 yang dicetuskan Habibie.

PTDI Kembangkan Pesawat Khusus Papua

Spesifikasi N-219 cocok dengan karakteristik landasan di Papua yang cuma 800 meter.

Kamis, 12 Januari 2012, 10:11 Hadi Suprapto, Iwan Kurniawan
Pabrik pesawat milik PT Dirgantara Indonesia di Bandung
Pabrik pesawat milik PT Dirgantara Indonesia di Bandung (VIVAnews/Tri Saputro)
VIVAnews - PT Dirgantara Indonesia (PTDI) tengah mengembangkan pesawat N-219 untuk melayani penerbangan di wilayah Papua. Spesifikasi N-219 cocok dengan karakteristik landasan di Papua.

Direktur Aerostruktur PTDI, Andi Alisjahbana, menjelaskan N-219 akan dikembangkan khusus untuk membuka wilayah-wilayah remote di Indonesia bagian timur. "Papua saat ini tidak punya transportasi, selain udara," katanya di Bandung, 12 Januari 2012.

Ia menjelaskan, Papua saat ini memiliki 310 bandara, di mana 285 bandara atau 91 persen di antaranya hanya memiliki panjang landasan di bawah 800 meter. Untuk itu dibutuhkan pesawat-pesawat berukuran kecil. Pesawat-pesawat sejenis Boeing 737 tak bisa masuk karena butuh landasan 2.000 meter.

N-219, lanjutnya, dapat memenuhi syarat landasan tersebut. N-219 yang didesain mengangkut 17 penumpang ini sedang dalam tahap pengembangan. Pada 2014 diharapkan 15 pesawat prototype N-219 sudah dapat diluncurkan.
"Untuk membangun satu pesawat prototype ini membutuhkan US$4 juta (Rp360 miliar) jadi kalau lima belas pesawat langsung US$60 juta (Rp5,4 triliun)," katanya.
Pengembangan pesawat ini didukung oleh Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perhubungan.

Agar pesawat dapat mulai beroperasi, saat ini PTDI sedang mencari rekanan maskapai penerbangan perintis yang mau mengoperasikan pesawat N-219. "Karena PTDI tidak bisa menjadi operator pesawat," katanya.
Selasa, 14 Agustus 2012
| 10:36 WIB
BISNIS

PT DI Jalin Kerjasama dengan Airbus

"Ini awal kebangkitan PT DI dan revitalisasi industri pertahanan nasional," kata Yudhoyono

Rabu, 26 Oktober 2011, 14:01 Anggi Kusumadewi, Fadila Fikriani Armadita
Proses perakitan pesawat di PT Dirgantara Indonesia
Proses perakitan pesawat di PT Dirgantara Indonesia (Antara/ Rezza Estily)
VIVAnews – PT Dirgantara Indonesia bekerja sama dengan Airbus Military yang bermarkas di Spanyol, akan memproduksi pesawat CN-295. Penandatanganan kerjasama itu disaksikan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor PT DI.

“Hari ini adalah tonggak baru, menandai awal kebangkitan PT DI, sekaligus menandai revitalisasi industri pertahanan nasional kita,” kata Presiden Yudhoyono di Hanggar CN235, Kantor PT DI, Bandung, Rabu 26 Oktober 2011.

Yudhoyono menuturkan, jajaran industri pertahanan memang sempat terkena imbas krisis ekonomi di Indonesia beberapa tahun silam. “Jajaran industri pertahanan mengalami permasalahan dan tantangan berat. Alhamdulillah, jajaran industri strategis tidak kolaps,” ujarnya.

Yudhoyono yakin, dengan kerja keras, industri pertahanan Indonesia bisa bangkit kembali. “Bukan sekedar yakin, tapi melalui kebijakan kita, lewat solusi penganggaran dan pemesanan alutsista dari PT DI, adalah jalan untuk melakukan revitalisasi,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Yudhoyono mengungkapkan, dalam tiga tahun mendatang, alat utama sistem senjata (alutsista) akan ditambahkan secara signifikan pada jajaran pertahanan angkatan udara, angkatan darat, dan angkatan laut. “Baik alutsista modern atau alat pendukungnya,” kata dia.

Yudhoyono lantas memaparkan tiga alasan pemerintah selama ini tidak cukup membangun alutsista. “Pertama, karena krisis. Kedua, karena keuangan terbatas, dan karena ada keperluan lain untuk masyarakat,” jelasnya.

Akibat berbagai hambatan itu, kata Yudhoyono, maka sebagian alutsista Indonesia tertinggal dengan negara lain. Dia lalu mencontohkan negara tetangga yang teritorinya lebih kecil, namun memiliki persenjataan yang lebih mutakhir.

“Jadi kita benar-benar perlu melakukan modernisasi, bukan berarti mengadakan perlombaan alutsista,” kata dia. (eh)

© VIVA.co.id

Tidak ada komentar: