Kisah Soekarno teken persetujuan eksekusi mati sahabat karib
Kartosoewirjo. Handout/hari terakhir Kartosoewirjo/Fadli Zon
Setelah 50 tahun menjadi teka-teki, misteri eksekusi mati Imam dan Pimpinan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo akhirnya terungkap.
Melalui bukunya 'Hari terakhir Kartosoewirjo: 81 Foto Eksekusi mati Imam DI/TII', sejarawan dan budayawan Fadli Zon mengungkap Kartosoewirjo dieksekusi mati dan dikuburkan di Pulau Ubi, Kepulauan Seribu.
Eksekusi mati terhadap Kartosoewirjo dilakukan pada September 1962 atas persetujuan Presiden Soekarno. Saat itu Bung Karno mengaku keputusan untuk menandatangani eksekusi mati itu merupakan salah satu hal terberat dalam hidupnya.
Bahkan kabarnya, sebelum Bung Karno bersedia menandatangani vonis mati itu, sang proklamator berkali-kali menyingkirkan berkas eksekusi mati Kartosoewirjo dari meja kerjanya. Hal itu dilakukannya bukan tanpa alasan, Bung Karno dan Kartosoewirjo sudah sejak lama bersahabat.
Keduanya sama-sama berguru pada orang yang sama yakni HOS Tjokroaminoto. Saat itu keduanya tinggal di sebuah rumah kontrakan milik tokoh Sarekat Islam itu.
"Di tahun 1918 ia adalah seorang sahabatku yang baik. Kami bekerja bahu membahu bersama Pak Tjokro demi kejayaan Tanah Air. Di tahun 20-an di Bandung kami tinggal bersama, makan bersama dan bermimpi bersama-sama. Tetapi ketika aku bergerak dengan landasan kebangsaan, dia berjuang semata-mata menurut azas agama Islam," kata Soekarno dalam buku 'Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat' Karya Cindy Adams, Terbitan Media Pressido.
Perbedaan ideologi antara Soekarno dan Kartosoewirjo itu mengakibatkan keduanya berseberangan dan mengambil jalan masing-masing. Bahkan, Kartosoewirjo berusaha menumbangkan Soekarno dengan Pancasilanya.
Pada 7 Agustus 1949, Kartosoewirjo memproklamasikan Negara Islam Indonesia (NII) di Tasikmalaya. Dengan militansi yang dimilikinya, Kartosoewirjo melebarkan gerakan dan pengaruhnya hingga ke sebagian Pulau Jawa, Aceh, dan Sulawesi Selatan.
Saat itu, ia dengan DI/TII nya memilih hutan-hutan di pegunungan Jawa Barat sebagai basis perjuangan melawan pemerintahan Bung Karno. Sejumlah percobaan pembunuhan kepada Bung Karno pun dilakukan.
"Bunuh Soekarno. Dialah penghalang pembentukan negara Islam. Soekarno menyatakan bahwa Tuhannya orang Islam bukan hanya Tuhan. Soekarno bekerja menentang kita. Soekarno menyatakan bahwa Indonesia harus berdasarkan Pancasila, bukan Islam. Sebagai jawaban atas tantangan ini kita harus membunuh Soekarno," kata Kartosoewirjo di tahun 1950an.
Percobaan pembunuhan terhadap Bung Karno hampir berhasil dilakukan. Empat orang pria tiba-tiba melemparkan sejumlah granat ke arah Bung Karno. Saat itu, 30 November 1957, Bung Karno baru saja selesai menghadiri acara malam amal di Perguruan Cikini.
Beruntung Bung Karno selamat dari kejadian itu. Namun, puluhan korban tak berdosa menjadi korban. Kemudian saat hari raya Idul Adha percobaan pembunuhan kepada Bung Karno kembali terjadi.
Bung Karno yang kala itu tengah melaksanakan salat Idul Kurban bersama umat muslim lainnya di lapangan rumput Istana Merdeka, tiba-tiba mendapat berondongan tembakan dari seorang pria. Namun, Bung Karno kembali selamat.
Untuk menumpas gerakan sahabatnya itu, Bung Karno kemudian mengirimkan tentara dari Divisi Siliwangi dan satuan-satuan lain. Kartosoewirjo akhirnya berhasil ditangkap di Gunung Geber, Jawa Barat, pada 4 Juni 1962 dan dieksekusi mati tiga bulan kemudian.
[tts]Melalui bukunya 'Hari terakhir Kartosoewirjo: 81 Foto Eksekusi mati Imam DI/TII', sejarawan dan budayawan Fadli Zon mengungkap Kartosoewirjo dieksekusi mati dan dikuburkan di Pulau Ubi, Kepulauan Seribu.
Eksekusi mati terhadap Kartosoewirjo dilakukan pada September 1962 atas persetujuan Presiden Soekarno. Saat itu Bung Karno mengaku keputusan untuk menandatangani eksekusi mati itu merupakan salah satu hal terberat dalam hidupnya.
Bahkan kabarnya, sebelum Bung Karno bersedia menandatangani vonis mati itu, sang proklamator berkali-kali menyingkirkan berkas eksekusi mati Kartosoewirjo dari meja kerjanya. Hal itu dilakukannya bukan tanpa alasan, Bung Karno dan Kartosoewirjo sudah sejak lama bersahabat.
Keduanya sama-sama berguru pada orang yang sama yakni HOS Tjokroaminoto. Saat itu keduanya tinggal di sebuah rumah kontrakan milik tokoh Sarekat Islam itu.
"Di tahun 1918 ia adalah seorang sahabatku yang baik. Kami bekerja bahu membahu bersama Pak Tjokro demi kejayaan Tanah Air. Di tahun 20-an di Bandung kami tinggal bersama, makan bersama dan bermimpi bersama-sama. Tetapi ketika aku bergerak dengan landasan kebangsaan, dia berjuang semata-mata menurut azas agama Islam," kata Soekarno dalam buku 'Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat' Karya Cindy Adams, Terbitan Media Pressido.
Perbedaan ideologi antara Soekarno dan Kartosoewirjo itu mengakibatkan keduanya berseberangan dan mengambil jalan masing-masing. Bahkan, Kartosoewirjo berusaha menumbangkan Soekarno dengan Pancasilanya.
Pada 7 Agustus 1949, Kartosoewirjo memproklamasikan Negara Islam Indonesia (NII) di Tasikmalaya. Dengan militansi yang dimilikinya, Kartosoewirjo melebarkan gerakan dan pengaruhnya hingga ke sebagian Pulau Jawa, Aceh, dan Sulawesi Selatan.
Saat itu, ia dengan DI/TII nya memilih hutan-hutan di pegunungan Jawa Barat sebagai basis perjuangan melawan pemerintahan Bung Karno. Sejumlah percobaan pembunuhan kepada Bung Karno pun dilakukan.
"Bunuh Soekarno. Dialah penghalang pembentukan negara Islam. Soekarno menyatakan bahwa Tuhannya orang Islam bukan hanya Tuhan. Soekarno bekerja menentang kita. Soekarno menyatakan bahwa Indonesia harus berdasarkan Pancasila, bukan Islam. Sebagai jawaban atas tantangan ini kita harus membunuh Soekarno," kata Kartosoewirjo di tahun 1950an.
Percobaan pembunuhan terhadap Bung Karno hampir berhasil dilakukan. Empat orang pria tiba-tiba melemparkan sejumlah granat ke arah Bung Karno. Saat itu, 30 November 1957, Bung Karno baru saja selesai menghadiri acara malam amal di Perguruan Cikini.
Beruntung Bung Karno selamat dari kejadian itu. Namun, puluhan korban tak berdosa menjadi korban. Kemudian saat hari raya Idul Adha percobaan pembunuhan kepada Bung Karno kembali terjadi.
Bung Karno yang kala itu tengah melaksanakan salat Idul Kurban bersama umat muslim lainnya di lapangan rumput Istana Merdeka, tiba-tiba mendapat berondongan tembakan dari seorang pria. Namun, Bung Karno kembali selamat.
Untuk menumpas gerakan sahabatnya itu, Bung Karno kemudian mengirimkan tentara dari Divisi Siliwangi dan satuan-satuan lain. Kartosoewirjo akhirnya berhasil ditangkap di Gunung Geber, Jawa Barat, pada 4 Juni 1962 dan dieksekusi mati tiga bulan kemudian.
Rabu, 5 September 2012 13:44:08
Bagaimana perasaan keluarga lihat Kartosoewirjo dieksekusi?
Kartosuwiryo. ©2012 Merdeka.com
Empat putra Kartosoewirjo menyaksikan pameran foto eksekusi mati ayah mereka. Mereka mengaku ikhlas menerima takdir yang menimpa Imam besar Negara Islam Indonesia itu.
"Ini sudah takdir. Sudah jalannya seperti itu. Bapak hanya menjalankan takdir," ujar putra Kartosoewirjo, Tahmid saat diskusi buku Hari-hari terakhir Kartosoewirjo di TIM, Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, Rabu (5/9).
Tahmid yang merupakan putra keempat Kartosoewirjo mengaku tidak sedih. Dia mengaku lega akhirnya misteri ini terungkap. "Saya ikhaskan," kata dia.
Begitu juga putra bungsu Kartosoewirjo, Sardjono. Dia mengaku tragedi ini sudah lama berlalu. Dia pun menerima kabar ini. "Ah sudah terlalu lama untuk merasa sedih," akunya.
Sardjono mengaku ingin berziarah ke makam ayahnya yang sesungguhnya di Pulau Ubi, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Selama ini dia meyakini Kartosoewirjo dimakamkan di Pulau Onrust. "Iya, nanti ingin berziarah," tutupnya.
Kartosoewirjo dieksekusi September 1962. Dia mendirikan NII di Jawa Barat.
[did]"Ini sudah takdir. Sudah jalannya seperti itu. Bapak hanya menjalankan takdir," ujar putra Kartosoewirjo, Tahmid saat diskusi buku Hari-hari terakhir Kartosoewirjo di TIM, Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, Rabu (5/9).
Tahmid yang merupakan putra keempat Kartosoewirjo mengaku tidak sedih. Dia mengaku lega akhirnya misteri ini terungkap. "Saya ikhaskan," kata dia.
Begitu juga putra bungsu Kartosoewirjo, Sardjono. Dia mengaku tragedi ini sudah lama berlalu. Dia pun menerima kabar ini. "Ah sudah terlalu lama untuk merasa sedih," akunya.
Sardjono mengaku ingin berziarah ke makam ayahnya yang sesungguhnya di Pulau Ubi, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Selama ini dia meyakini Kartosoewirjo dimakamkan di Pulau Onrust. "Iya, nanti ingin berziarah," tutupnya.
Kartosoewirjo dieksekusi September 1962. Dia mendirikan NII di Jawa Barat.
Pameran foto eksekusi mati Kartosoewirjo
81 karya foto di pamerkan pertama kali di Indonesia mengenai detik-detik pelaksanaan eksekusi mati Kartosoewirjo.
©2012 Merdeka.com/arie basuki
Dari mana Fadli Zon dapat foto eksekusi Kartosoewirjo?
Eksekusi Kartosoewirjo. ©2012 Merdeka.com
Reporter: Ramadhian Fadillah
Sejarawan Fadli Zon mendapatkan 81 foto eksekusi mati Imam Darul Islam/Negara Islam Indonesia (DII/TII). Foto ini mengungkap rahasia yang tersembunyi 50 tahun. Kartosoewirjo dieksekusi mati regu tembak Bulan September 1962.
Foto-foto ini meluruskan sejarah yang menyebutkan Kartosoewirjo diekseksusi dan dimakamkan di Pulau Onrust, Kepulauan Seribu. Faktanya Kartosoewirjo dieksekusi dan dimakamkan di Pulau Ubi, Kepulauan Seribu.
Fadli Zon sendiri enggan menjelaskan secara detil soal darimana foto eksekusi mati tersebut. Dia hanya mengaku foto-foto ini didapat dari lelang sebuah perpustakaan.
"Saya dapat dulu dari lelang. Ada 81 foto dan sudah ada caption atau keterangan fotonya," kata Fadli saat diskusi buku Hari-hari terakhir Kartosoewirjo di TIM, Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, Rabu (5/9).
Fadli mengaku tidak tahu siapa yang memotret eksekusi mati itu. Tidak ada keterangan sama sekali soal identitas pemotret.
Fadli juga menolak memberi tahu harga pembelian 81 foto itu. "Saya lupa. Itu dua tahun lalu," kata Fadli.
Lalu apa maksud Fadli membukukan foto-foto ini?
"Tidak ada maksud politis. Karena September ini 50 tahun eksekusi matinya. Ini untuk meluruskan sejarah," kata Fadli.
[did]Foto-foto ini meluruskan sejarah yang menyebutkan Kartosoewirjo diekseksusi dan dimakamkan di Pulau Onrust, Kepulauan Seribu. Faktanya Kartosoewirjo dieksekusi dan dimakamkan di Pulau Ubi, Kepulauan Seribu.
Fadli Zon sendiri enggan menjelaskan secara detil soal darimana foto eksekusi mati tersebut. Dia hanya mengaku foto-foto ini didapat dari lelang sebuah perpustakaan.
"Saya dapat dulu dari lelang. Ada 81 foto dan sudah ada caption atau keterangan fotonya," kata Fadli saat diskusi buku Hari-hari terakhir Kartosoewirjo di TIM, Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, Rabu (5/9).
Fadli mengaku tidak tahu siapa yang memotret eksekusi mati itu. Tidak ada keterangan sama sekali soal identitas pemotret.
Fadli juga menolak memberi tahu harga pembelian 81 foto itu. "Saya lupa. Itu dua tahun lalu," kata Fadli.
Lalu apa maksud Fadli membukukan foto-foto ini?
"Tidak ada maksud politis. Karena September ini 50 tahun eksekusi matinya. Ini untuk meluruskan sejarah," kata Fadli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar