Jangan Sekalipun Melupakan Sejarahfree counters
Click for Kota Samarinda, Indonesia Forecast

Rabu, 03 Oktober 2012

Supersemar dan Semarsuper

Supersemar dan Semarsuper

Senin, 12 Maret 2012 09:39:24
Reporter: Hery H Winarno

 Supersemar dan Semarsuper
Soekarno dan Soeharto. Foto: Public Domain
Hingga kini perdebatan mengenai ada tidaknya Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) masih menjadi polemik di kalangan sejarawan, akademisi, hingga politisi. Supersemar yang menjadi tonggak estafet kekuasaan Soekarno ke Soeharto kini masih menjadi misteri.

Sebagian kalangan menilai, sejatinya tidak ada surat yang kemudian disebut Supersemar. Kalangan pro-
Soeharto, menilai bahwa Supersemar memang ada dan sebagai nota atas pergantian tongkat estafet dari Soekarno ke Soeharto. Ada juga yang berpendapat, Supersemar memang ada, tetapi isinya tidak seperti yang ada dalam buku sejarah.

Terlepas dari ada tidaknya Supersemar, namun sejarah mencatat bahwa Supersemar menjadi peletak dasar kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Kekuatan Supersemar ternyata mampu membuat 'pengemban perintah'-nya bertahan selama 32 tahun menjadi penguasa nusantara.

Akronim Supersemar ternyata begitu kuat pengaruhnya, terutama bagi kalangan masyarakat Jawa. Supersemar, identik dengan tokoh Semar, punakawan, dewa sekaligus lurah. Istilah Supersemar pun bisa dikatakan Semar super

Arti Semar secara harfiah adalah, haseming samar-samar (fenomena harafiah makna kehidupan Sang Penuntun). Semar merupakan tokoh pewayangan yang tidak lelaki dan bukan juga perempuan. Dalam wayang kulit, sosok Semar dipahat dengan bentuk tangan kanan di depan dan tangan kirinya selalu berada di belakang.

Makna ini menggambarkan Semar sebagai pribadi yang hendak mengatakan sebagai simbol Sang Maha Tunggal. Sedang tangan kirinya bermakna, berserah total dan mutlak serta sekaligus simbol keilmuan yang netral namun simpatik.

Semar Badranaya adalah pengasuh golongan ksatria, dalam kisah Mahabarata, sosok ini mengasuh para Pandawa. Pemerintah yang disimbolkan sebagai kaum ksatria adalah asuhan Semar, senantiasa mendengarkan suara rakyat kecil yang bagaikan suara Tuhan, maka negara yang dipimpinnya pasti menjadi nagara yang unggul dan sentosa.

Begitu pun
Soeharto, dengan mengemban Supersemar, dia seolah ingin mengatakan bahwa dirinya penjelamaan dewa yang akan membuat pemerintah (Pandawa) dicintai rakyat bila mengikuti nasihatnya. Paling tidak, jurus ini mampu membuat masyarakat Jawa percaya kepada Soeharto. Dengan 'mengaku' diri sebagai Semar, maka ksatria manapun tentu akan tunduk kepadanya.
[ren]

Di manakah naskah asli Supersemar?

Senin, 12 Maret 2012 08:50:39
Reporter: Laurencius Simanjuntak
Di manakah naskah asli Supersemar?
Naskah Supersemar palsu di ANRI. Arbi Sumandoyo/merdeka.com
Keberadaan naskah asli Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) tetap menjadi misteri. Tiga naskah Supersemar yang disimpan di Arsip Negara Republik Indonesia, semuanya adalah palsu. Lantas di mana yang asli?

Kepala ANRI, M Asichin menjelaskan, naskah Supersemar yang disimpan di etalase arsip negara itu kini ada tiga versi versi. Pertama, yakni surat  yang berasal dari Sekretariat Negara. Surat itu terdiri dari dua lembar, berkop Burung Garuda, diketik rapi dan di bawahnya tertera tanda tangan beserta nama ‘Sukarno’.

Sementara surat kedua berasal dari Pusat Penerangan TNI AD. Surat  ini terdiri dari satu lembar dan juga berkop Burung Garuda. Ketikan surat versi kedua ini tampak tidak serapi pertama, bahkan terkesan amatiran. Jika versi pertama tertulis nama ‘Sukarno’, versi kedua tertulis nama ‘Soekarno’.

Untuk versi ketiga, lebih aneh lagi. Surat yang terakhir diterima ANRI itu terdiri dari satu lembar, tidak berkop dan hanya berupa salinan. Tanda tangan Soekarno di versi ketiga ini juga tampak berbeda dari versi pertama dan kedua.

Asichin memastikan ketiga surat itu adalah Supersemar palsu. Sebab, lazimnya surat kepresidenan, seharusnya kop surat Supersemar berlambang ‘bintang, padi dan kapas.’

“Bukannya Burung Garuda. Apalagi yang polosan seperti yang terakhir,” kata Asichin saat di Jakarta, Sabtu (10/3).

Dia mengatakan ANRI terus melakukan pencarian naskah asli Supersemar sejak tahun 2000 hingga sekarang. Tiap informasi kecil ditelusuri. Namun, hasilnya tetap nihil.

Dalam rangka mencari Supersemar, ANRI juga pernah mewawancarai keluarga Jenderal (Purn) M Jusuf, salah satu petinggi Angkatan Darat (AD) yang mengantarkan Supersemar dari Soekarno kepada Soeharto. Asichin mengatakan, klaim M Jusuf memiliki naskah asli Supersemar tidak terbukti.

Kepada ANRI, Andi Heri, keponakan M Jusuf yang menjadi saat itu menjabat Wakil Wali Kota Makassar mengatakan, “Keluarga kami tidak menyimpan.” Wawancara itu dilakukan pada 31 Agustus 2005.

ANRI juga pernah mendatangi anak Jenderal (Purn) AH Nasution, namun hasilnya juga sama, nihil. “Dia juga tidak tahu,” kata Asichin.

Terakhir, kata dia, ANRI juga mewawancarai Joko Pekik dan Rewang, dua anggota Partai Komunis Indonesia (PKI), partai yang dibubarkan setelah Supersemar terbit. Namun, pada wawancara Juni dan Juli 2011 itu mereka juga tidak tahu perihal surat tersebut.

“Mereka cuma mendengar saat itu soal Supersemar, soal ada tidak ada, mereka tidak tahu,” ujar Asichin.

Secara pribadi, Asichin meyakini Supersemar asli itu benar-benar ada. Soekarno sendiri pernah mengatakannya pada pidato di HUT Kemerdekaan 17 Agustus 1966.

“Pak Moerdiono juga pernah mengatakan beliau melihat dan beliau yakin ada,” kata Asichin.
[ren]

Supersemar dan upaya gagal mengorek Soeharto

Selasa, 13 Maret 2012 11:20:39
Reporter: Laurencius Simanjuntak
Supersemar dan upaya gagal mengorek Soeharto
Soekarno dan Soeharto. Foto: Public Domain
Sebagai penerima Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar), Soeharto diyakini mengetahui tentang surat sakti tersebut. Namun, hingga akhir hayatnya, Soeharto tidak pernah mengungkapkan di mana naskah asli surat yang akhirnya mengantarkannya ke kursi kepresidenan.

Berdasarkan dokumen Upaya Pelacakan dan Penelusuran Arsip Supersemar oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), disebutkan kepala lembaga itu pada tahun 2000 sempat mengajukan permintaan agar DPR memanggil
Soeharto dan Jenderal (Purn) M Jusuf untuk memberi penjelasan mengenai keberadaan naskah asli Supersemar.

Namun permintaan itu tidak bisa dikabulkan DPR. Pada 25 September 2001 dijelaskan DPR bahwa belum bisa menghubungi atau menghadirkan
Soeharto dan M Jusuf. "Dengan alasan kesehatan," demikian tulis dokumen tersebut.

Gagal mendatangkan
Soeharto, upaya ANRI mencari naskah asli Supersemar terus berlanjut dengan menggali informasi ke beberapa orang dekat Soeharto. Mantan Mesesneg, Soedharmono, saat diwawancarai pernah mengakui bahwa naskah Supersemar ada.

"Namun sewaktu
Moerdiono menjabat sebagai Mensesneg, pertanyaan itu dikemukakan lagi dan jawaban beliau Arsip Supersemar itu tidak ada dan hilang," demikian dokumen.

Berdasarkan wawancara ANRI dengan
Moerdiono pada 2008, disebutkan Supersemar setelah difotokopi dibawa kembali oleh ajudan Soeharto. Fotokopi itulah yang dipakai Soeharto sebagai dasar perintah untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI).

"Selanjutnya beliau (
Moerdiono-red) tidak menyimpan Arsip Supersemar yang difotokopi tersebut," demikian dokumen ANRI.

Sejarawan Anhar Gonggong meyakini
Soeharto mengetahui naskah asli Supersemar. Dia tidak percaya kalau penguasa Orde Baru itu tidak mengetahui perihal keberadaan surat yang memberi kewenangan besar kepadanya itu.

Namun dengan meninggalnya
Soeharto pada 27 Januari 2008, Supersemar tetap menjadi misteri. M Jusuf juga gagal diwawancarai sampai akhirnya meninggal dunia pada 8 September 2004. M Jusuf adalah pembawa naskah Supersemar dari Soekarno kepada Soeharto.

Ke depan, langkah ANRI mencari naskah asli Supersemar tidak surut. Kepala ANRI, M Asichin, mengatakan pihaknya pada tahun ini akan mengupayakan mewawancarai
Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut) dan Megawati Soekarnoputri.

"Karena beliau-beliau adalah keluarga si pemberi dan dan penerima Supersemar," ujar Asichin di Jakarta, Sabtu lalu.
[ren]

ANRI janjikan penghargaan bagi penemu Supersemar

ANRI janjikan penghargaan bagi penemu Supersemar
Naskah Supersemar palsu di ANRI. Arbi Sumandoyo/merdeka.com
Meski UU Kearsipan mengatur ancaman pidana bagi penyembunyi arsip negara, hukuman untuk pemegang Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) nampaknya tidak terlalu ketat. Bahkan, Arsip Negara Republik Indonesia (ANRI) menjanjikan penghargaan bagi mereka yang mengembalikan surat sakti dari Soekarno ke Soeharto itu.

"Ya peraturan kan bukan untuk dilanggar," ujar Kepala ANRI, M Asichin, di Jakarta, Sabtu (10/3).

Aschin menjelaskan di UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan juga mengatur soal penghargaan bagi mereka yang memberikan arsip negara yang bernilai sejarah tinggi, seperti Supersemar.

"Kita akan gunakan cara-cara persuasif," ujarnya.

Seperti diketahui, ancaman pidana soal kearsipan di era Soeharto sangat besar. Pasal 11 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan menyatakan barangsiapa dengan sengaja memiliki arsip negara dengan melawan hukum, maka akan dipenjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun.

Namun, pada revisi terakhir UU itu, yakni UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, aturan pidana soal penyimpanan arsip negara sedikit berubah. Bagi yang memiliki arsip negara secara melanggar hukum ia akan dibui maksimal lima tahun. Dan bagi yang memusnahkan arsip tidak sesuai prosedur yang diatur akan mendapat hukuman maksimal 10 tahun penjara.

Mungkinkah naskah asli Supersemar ditemukan?

Mungkinkah naskah asli Supersemar ditemukan?
Naskah Supersemar palsu di ANRI. Arbi Sumandoyo/merdeka.com
Naskah asli Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) entah di mana kini berada. Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) mengaku hanya menyimpan versi palsu Supersemar.

Mungkinkah naskah asli surat perintah dari Presiden Soekarno ke Soeharto itu ditemukan?

"Yang jelas kami terus berupaya," kata Kepala ANRI, M Asichin, di Jakarta, Sabtu (10/3).

Asichin menjelaskan ANRI telah melakukan pencarian naskah asli Supersemar sejak tahun 2000 atau sejak reformasi membuka tabir kepalsuan surat, yang menjadi bahan ajaran siswa-siswa pada masa Orde Baru.

"Terakhir kami wawancarai Joko Pekik dan Rewang pada 2011," kata Asichin tentang mantan dua anggota Partai Komunis Indonesia (PKI), partai yang dibubarkan Soeharto setelah menerima Supersemar.

Namun, kata Asichin, pada wawancara Juni dan Juli 2011 itu, Joko Pekik dan Rewang juga tidak tahu perihal surat tersebut.

“Mereka cuma mendengar saat itu soal Supersemar, soal ada tidak ada, mereka tidak tahu,” ujar Asichin.

Dalam rangka mencari Supersemar, ANRI juga pernah mewawancarai keluarga Jenderal (Purn) M Jusuf, salah satu petinggi Angkatan Darat (AD) yang mengantarkan Supersemar dari Soekarno kepada Soeharto. Asichin mengatakan, klaim M Jusuf memiliki naskah asli Supersemar tidak terbukti.

Kepada ANRI, Andi Heri, keponakan M Jusuf yang menjadi saat itu menjabat Wakil Wali Kota Makassar mengatakan, “Keluarga kami tidak menyimpan.” Wawancara itu dilakukan pada 31 Agustus 2005.

ANRI juga pernah mendatangi anak Jenderal (Purn) AH Nasution, namun hasilnya juga sama, nihil. “Dia juga tidak tahu,” kata Asichin.

Secara pribadi, Asichin meyakini Supersemar asli itu benar-benar ada. Soekarno sendiri pernah mengatakannya pada pidato di HUT Kemerdekaan 17 Agustus 1966.

“Pak Moerdiono juga pernah mengatakan beliau melihat dan beliau yakin ada,” kata Asichin.

Mungkinkah naskah asli Supersemar ditemukan? Setidaknya keyakinan kepala ANRI bisa jadi modal untuk mencari Supersemar yang asli, yang telah memberi dampak bagi kehidupan bangsa Indonesia sampai saat ini.

Tidak ada komentar: