Jangan Sekalipun Melupakan Sejarahfree counters
Click for Kota Samarinda, Indonesia Forecast

Senin, 01 Oktober 2012

Amoroso Katamsi: Pak Harto Tak Terlalu Ekspresif

foto
Amaroso Katamsi, yang berperan sebagai Suharto, dalam film G30S/PKI. indonesianfilmcenter.com
Minggu, 30 September 2012 | 05:04 WIB

Amoroso Katamsi: Pak Harto Tak Terlalu Ekspresif  

TEMPO.CO, Jakarta - Peran sebagai Soeharto dalam film Pengkhianatan G.30 S-PKI membuat nama Amoroso Katamsi dikenal publik. Ia dianggap sukses memerankan Panglima Komando Strategi Angkatan Darat tahun 1965, Mayor Jenderal Soeharto.

“Sebagai pemain film, ya wajar saja kalau ada yang memanggil dengan nama peran saya,” ujar pria berusia 72 tahun yang ditemui di kantor Kwarnas Pramuka, Rabu, 26 September 2012. Kesuksesan itu adalah buah profesionalitas Amoroso sebagai pemain film.

Awalnya, Arifin C Noer, sang sutradara, hanya menyadangkan Amoroso sebagai tokoh Soeharto. “Saya mau cari yang lebih mirip,” kata Amoroso menirukan ucapan teman satu grup kesenian di Teater Kecil itu. Rupanya, hingga tiga bulan, tak ketemu juga sosok yang cocok untuk Presiden Indonesia kedua. Hingga akhirnya peran itu kembali ke tangan Amoroso.

Sebagai seorang pemain, ayah penyanyi Aning Katamsi ini tak pilih-pilih peran. Ia pun bersikap profesional dengan menyelami tokoh yang akan dimainkan. Maka mulailah dokter tentara ini mempelajari karakter, cara bicara, cara jalan, hingga perubahan mimik.

“Sebagai pemain film, mendapatkan kesempatan memerankan tokoh penting itu suatu kehormatan,” ujar Amoroso. Apalagi saat film dibuat, pada 1982, Soeharto adalah Presiden. “Saya bangga.”

Tak cukup belajar dari dokumenter, buku, dan media massa, Amoroso merasa perlu mengamati langsung sang tokoh. “Fin, bagaimana kalau saya mengobservasi khusus Pak Harto,” ujar Amoroso kepada Arifin C. Noer.

Niat tersebut akhirnya dikabulkan dan Amoroso pun mendapatkan satu hari bersama Soeharto. Ia mendampingi Soeharto saat menerima tamu dari Australia di peternakan Tapos, Bogor. Karena Amoroso juga seorang tentara, maka tak ada kesan mengganggu kegiatan Presiden. “Saya dikira pengawal biasa, kan pakai pakaian tentara,” ujar pria yang kala itu memiliki jabatan letnan kolonel.

Selama seharian bersama, dokter kesehatan jiwa ini menilai, sosok yang dibayangkan dengan kenyataannya sama. “Hanya dia itu tidak terlalu ekspresif. Kalau secara emosional, ketemu orang, ya senyum dan terima kasih. Segitu saja,” tutur Amoroso. ”Jadi tidak hangat.”

Kesan berbeda justru diperoleh dari Ibu Negara Tien Soeharto. “Bu Tien malah dia bilang, ''kamu kok bisa, ya, merankan itu, kan kamu belum lama kenal'',” kata Amoroso menirukan pujian istri Pak Harto.

Pujian dari Ibu Tien secara tidak langsung ikut mendekatkan Amoroso dengan keluarga Cendana. “Kalau dekat dalam arti berhubungan terus-menerus itu enggak, tapi ya kalau ada peringatan, apa saya diundang,” ujar Wakil Ketua Kwartir Nasional Pramuka ini.

Bagi dia, memerankan tokoh Soeharto adalah kebanggaan. “Kalau sekarang mungkin orang berpikir apa itu Soeharto, tapi waktu itu sedang jaya-jayanya,” kata dia. ”Bahwa dia (Soeharto) ada kurang bagusnya, namanya manusia wajar.”

DIANING SARI
foto
Amaroso Katamsi, yang berperan sebagai Suharto, dalam film G30S/PKI. Dok. TEMPO. Maman Samanhudi.
Minggu, 30 September 2012 | 05:09 WIB

Amoroso ''Soeharto'', Tentara, Dokter, dan Pramuka  

TEMPO.CO, Jakarta - Ruangan di lantai dua Kwartir Nasional, Pramuka, Jakarta Pusat, tampak sepi pada Rabu, 26 September 2012. Waktu menunjukkan jam makan siang, sehingga hanya segelintir orang yang berada dalam ruangan Wakil Ketua Kwartir Nasional.

Pria berbaju batik itu meminta koleganya untuk mengganti lauk nasi padang dengan masakan yang lebih banyak sayur. “Kak, tolong ditukar dengan gado-gado,” ujar Amoroso Katamsi. Sapaan ''kakak'' selalu terucap dari pria yang tahun ini akan berusia 72 tahun itu kepada para kolega di ruangan itu.

Amoroso sekarang adalah seorang Wakil Ketua Kwartir Nasional. Sudah menjadi budaya dalam organisasi kepanduan ini untuk menyapa sesama sejawat dengan ''kakak''.

Sosok Amoroso tak hanya piawai berakting. Pria ini juga seorang dokter kesehatan jiwa sekaligus tentara. Tapi namanya paling dikenal masyarakat Indonesia sejak membintangi Panglima Komando Strategi Angkatan Darat Mayor Jenderal Soeharto dalam film Pengkhianatan G 30 S-PKI.

Ayah dari penyanyi Aning Katamsi ini mengisahkan, ia sudah aktif di dunia kesenian sejak di bangku sekolah menengah pertama. “Dulu saya menang lomba deklamasi, salah satu jurinya adalah penyair Rendra,” ujar Amoroso yang ditemui di Kwartir Nasional Pramuka, Rabu, 26 September 2012.

Dari kemenangan pertama itu, Amoroso diajak Rendra untuk bergabung di teater di Yogyakarta. “Sejak itu, saya main teater, sekitar tahun 1959-1961,” ujar dia.

Meski aktif berteater, Amoroso tak meninggalkan kegemarannya berdeklamasi. Bahkan, saking menghayati pembacaan deklamasi, ia sampai tak perlu mengikuti ujian kenaikan kelas semasa SMA. “Sehabis membaca puisi, guru saya bilang, ''kamu tidak usah ujian saja'',” Amoroso mengisahkan.

Selain berkesenian, Amoroso juga bergabung dengan gerakan Himpunan Mahasiswa Indonesia serta masuk barisan Manifes Kebudayaan. Aktivitas meluapkan ekspresi tersebut yang mengantarkan Amoroso berkawan dengan Arifin C.Noer, sutradara film Pengkhianatan G 30 S-PKI.

“Kebetulan dia itu pemimpin grup saya di Teater Kecil,” ujarnya. Kedekatan mereka membuat Amoroso ditawari menjadi Soeharto pada 1981.

Peran di film itu membuat banyak orang lebih mengenal pria yang pada pembuatan film berpangkat letnan kolonel. “Ketika di jalan memang ada juga yang panggil saya Soeharto,” ujar Amoroso.

Memang peran tersebut adalah peran terbesarnya di masa 80-an. Seiring munculnya sinema elektronik dan menggeliatnya perfilman Indonesia, stempel Soeharto pun perlahan luluh berganti dengan peran-peran lain yang diambil Amoroso.

Kini, pertambahan usia membuat Amoroso tak beraktivitas sesering dahulu. Tapi satu hal yang tetap ditekuninya, pramuka. “Bagi saya, pramuka itu manfaatnya besar,” kata dia. Gerakan kepanduan tersebut membuat Amoroso menjadi sosok yang berani dan mandiri. “Saya harus bermanfaat, seperti di sini, ini kan sukarela, bukan kerja,” tutur dia mengacu ke Kwartir Nasional.

DIANING SARI

Tidak ada komentar: