Jangan Sekalipun Melupakan Sejarahfree counters
Click for Kota Samarinda, Indonesia Forecast

Jumat, 05 Oktober 2012

Durgandini

Figur Wayang






Dewi Laraamis menyeberangkan Palasara dengan perahu dayung di sungai Yamuna

(karya: herjaka HS)



Durgandini (3)

Seiring dengan proses pemulihan Dewi Durgandini dari penyandang kutukan, untuk kembali menjadi bidadari, bersih dari ‘sesuker’ kotoran jiwa, ada perang besar yang tejadi. Perang antara penyakit atau ‘memala’ bahkan rajanya penyakit atau Rajamala dengan Palasara. Kesembuhan Dewi Durgandini sama halnya dengan kekalahan si Rajamala. Rajamala bersama perahu dayung yang setiap hari menyatu dengan Dewi Durganini telah dipecahkan oleh petapa sakti Palasara. Perahu yang pecah menjadi dua tersebut mewujud menjadi manusia dan diberi nama Rupakenca dan Kencakarupa, sedangkan dayung perahu berubah wujud menjadi seorang putri dengan nama Dewi Rekatawati. Keempat perwujudan yang telah lama menjadi beban hidup Dewi Durgandini telah dilepaskan, dan selanjutnya diperintahkan untuk mengabdi di kerajaan Wirata.



Setelah sembuh dari penyakitknya, Dewi Durgandini memancarkan kecantikan yang luar biasa. Jika sebelumnya, Dewi Durgandini ikut menyangga ‘dosa’ ibunya Bidadari Adrika yang dikutuk menjadi ikan, sehingga badan sekujur kasar dan amis, kini setelah disembuhkan oleh Palasara, sang Petapa muda, Dewi Durgandini atau Dewi Laraamis, sudah tidak amis lagi. Ia berubah menjadi bidadari muda yang tubuhnya halus mulus dan sangat jelita, mewarisi kecantikan ibunya yang adalah bidadari kahyangan. Kecantikan Dewi Durgandini yang tiba-tiba memancar membuat Palasara terpana karenanya.



Pertemuannya dengan Durgandini merupakan peristiwa istimewa yang mampu menggoncangkan hatinya. Walaupun sejak kanak-kanak Palasara telah menjalani laku tapa, belajar mengolah pikir serta mengendalikan rasa, ia tak kuasa menahan goncangan asmara. Ada perasaan yang tumbuh begitu cepat dan dahsyat. Perasaan yang mengkristal dan tertuju hanya kepada satu wajah, satu sosok, satu hati, serta satu nama yaitu Durgandini.



Karena tidak kuasa menanggungnya, dengan kepolosan Palasara menyatakan perasaannya kepada dewi Durgandini. Entah karena hutang budi atau perasaan kagum atau sentuhan rasa yang lain, tetapi yang pasti bukan karena ketampanannya, sang Dewi Durgandini mau menerima cinta Palasara. Kedua insan muda tersebut mulai merenda benang harapan akan masa depan yang indah dan membahagiakan.



Bersamaan dengan cinta mereka yang tumbuh, Dasabala, orang tua asuh Durgandini ingin membawa anak angkatnya besama dengan Palasara menghadap Prabu Basuparicara raja Wirata. Sesuai dengan janji Prabu Basuparicara, Dewi Durgandini setelah menjadi sembuh diterima di kraton Wirata, termasuk juga Palasara, yang mampu menyembuhkan Durgandini dan juga perwujudan dari penyakit dan perahu dayung Durgandini yaitu: Rajamala, Rupakenca, Kencakarupa dan Rekatawati. Bahkan untuk selanjutnya, ketika Prabu Basuparicara mengetahui bahwa diantara Durgandini dan Palasara ada benih cinta yang mulai bersemi, mereka berdua di resmikan menjadi suami istri.



Tak berapa lama kemudian pasangan Palasara dan Durgandini dianugerahi seorang anak laki-laki dan diberi nama Abiyasa. Durgandini menginginkan agar Abiyasa kelak menjadi raja, tidak sengsara seperti dirinya. Namun Palasara tidak demikian, ia berharap agar Abiyasa menjadi seorang petapa atau brahmana seperti dirinya. Perbedaan pendapat antara Dewi Durgandini dan Palasara dalam hal mendampingi dan mengarahkan Abiyasa anaknya, tidak dapat dipersatukan. Keduanya kukuh bertahan dengan pendapatnya masing-masing. Maka kemudian yang terjadi adalah Palasara membawa Abiyasa ke gunung Saptarga dipuncak Wukiretawu, meninggalkan Durgandini seorang anak bidadari yang setahun lalu sangat dicintainya.



herjaka HS

Tidak ada komentar: