Jangan Sekalipun Melupakan Sejarahfree counters
Click for Kota Samarinda, Indonesia Forecast

Jumat, 07 September 2012

Pesan Terakhir Kartosoewirjo Kepada Anak-anaknya Sebelum Dieksekusi

Rabu, 05/09/2012 16:08 WIB

Mengungkap Kematian Kartosoewirjo

Pesan Terakhir Kartosoewirjo Kepada Anak-anaknya Sebelum Dieksekusi

Ferdinan - detikNews


Foto: Buku Fadli Zon
Jakarta Sebelum ditembak mati atas vonis pengadilan, Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo diizinkan bertemu keluarga. Dalam pertemuan itu, pimpinan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) berpesan kepada kedua putranya.

Putra Kartosoewirjo,Tahmid Basuki Rahmat menuturkan, Ayahnya berpesan agar keluarganya tetap menjadi muslim yang taat. "Jadilah Mujahidin dan muslim yang baik," kata Tahmid di sela peluncuran buku 'Hari Terakhir Kartosoewirjo' di Taman Ismail Marzuki, Rabu (5/9/2012).

Kartosoewirjo juga berpesan agar anak-anaknya menjaga Ibu. "Karena ibu seorang wanita, dan kadang-kadang seorang yang berpikirannya lemah," tutur Tahmid yang saat itu berisi 22 tahun.

Pesan Kartosoewirjo ini disampaikan usai makan bersama keluarga yang dihadiri anaknya Tahmid, Dodo Muhammad, Kartika, Komalasari, Danti serta istri Kartosoewirjo, Dewi Siti Kalsum. Kartika yang hadir dalam peluncuran buku mengaku tak mengingat lagi pembicaraan Ayahnya sewaktu makan bersama keluarga untuk kali terakhirnya.

"Waktu itu saya masih kecil 11 tahun, nggak mengetahui apa-apa," ujarnya.

Tahmid sendiri baru mengetahui Ayahnya divonis hukuman mati pada September 1962 setelah diberitahukan Mahkamah Darurat Perang. Mahkamah kala itu mengabulkan permintaan Kartosoewirjo untuk bertemu keluarga sebelum dieksekusi di Pulau Ubi, Kepulauan Seribu.

"Perwakilan Mahkamah Darurat Perang, akan mengeksekusi 5 September lalu. Tapi saya tidak mengetahui apakah rencana eksekusi itu benar. Tapi kemungkinan dieksekusi sebelum 5 September," tuturnya.

Penulis buku 'Hari Terakhir Kartosoewirjo', Fadli Zon menyebut ada tiga kejahatan politik yang disangkakan pemerintah pada Kartosoewirjo. Pertama, memimpin dan mengatur penyerangan dengan maksud hendak menggulingkan pemerintah pemerintahan yang sah. Kartosowirjo dituduh memimpin dan mengatur pemberontakan melawan kekuasan yang sah yakni RI. Dan ketiga Kartosoewirjo dituduh melakukan makar pembunuhan terhadap presiden.

(fdn/ndr)

Rabu, 05/09/2012 14:55 WIB

Mengungkap Kematian Kartosoewirjo

Siapa Fotografer yang Mengambil Gambar Eksekusi Kartosoewirjo?

Indra Subagja - detikNews


Foto: Buku Fadli Zon
Jakarta Siapa fotografer yang mengabadikan proses eksekusi pemimpin DI/TII Kartosoewirjo masih misterius. Identitasnya tak terungkap. Tapi bila dilihat dari hasil jepretannya, sang fotografer tampak begitu leluasa mengabadikan gambar, meski Kartosoewirjo dijaga ketat TNI.

"Foto-foto tersebut adalah dokumentasi asli yang dilengkapi keterangan di setiap fotonya. Hingga kini, saya belum mengetahui asal muasal foto ini," tulis Fadli Zon dalam bukunya 'Hari Terakhir Kartosoewirjo' seperti dikutip detikcom, Rabu (5/9/2012).

Foto itu diambil pada 12 September 1962 di hari Kartosoewirjo dieksekusi. Foto itu, seperti dituliskan Fadli Zon, ada 81 foto. Di tiap foto lengkap dituliskan keterangannya. Kartosoewirjo ditulis sebagai pemberontak.

"Siapa yang mengabadikan momen akhir Kartosoewirjo dalam foto ini juga sangat sulit ditelusuri, karena memang waktunya sudah sangat lama," tulis pria yang menjadi pengajar di UI dan aktif di Partai Gerindra ini.

Foto-foto itu bercerita dengan detail. Mulai dari Kartosoewirjo berkumpul dengan keluarga, makan bersama, merokok, melepas jam Rolex dan bajunya. Juga mulai dari diborgol menuju kapal yang membawanya ke Pulau Ubi, tiba di lokasi eksekusi, hingga pelaksanaan eksekusi dan penguburan.

"Hampir bisa dipastikan semua foto yang berada dalam koleksi ini belum pernah dipublikasikan dan hanya ada satu-satunya di dunia. Kemungkinan besar foto-foto ini didokumentasikan oleh tentara," jelas Fadli.

Alasan Fadli menyebut tentara yang mengambil foto pun berdasarkan keleluasaan sang fotografer mengambil gambar. "Ini dapat dilihat dari keterlibatan orang-orang yang hadir dalam peristiwa eksekusi dan cara menuliskan keterangan foto yang serba kaku khas tentara," tutur Fadli.

(ndr/nrl)

Rabu, 05/09/2012 12:48 WIB

Mengungkap Kematian Kartosoewirjo

Jenazah Kartosoewirjo Dimandikan Air Laut & Disalatkan 4 Orang

Indra Subagja - detikNews


Foto: Buku Fadli Zon
Jakarta Pulau Ubi di gugusan Kepulauan Seribu menjadi saksi proses eksekusi Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Imam DI/TII yang memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia itu dieksekusi regu tembak dari TNI pada 12 September 1962.

Seperti dikutip dari buku Fadli Zon berjudul 'Hari Terakhir Kartosoewirjo', Rabu (5/9/2012) dalam 81 foto yang dilampirkan dalam buku itu, terpapar proses awal eksekusi hingga penguburan. Ada 5 peluru bersarang di dada kiri Kartosoewirjo.

Usai eksekusi, jenazah Kartosoewirjo pun kemudian diperiksa tim dokter untuk memastikan bahwa pria yang lahir di Cepu, Jateng, itu tewas.

"Usai pemeriksaan, jenazah dimandikan dengan air laut, dikafani dan disalatkan," tulis Fadli Zon yang juga Waketum Gerindra dalam bukunya.

Jenazah Kartosoewirjo diangkat dengan sebuah tandu dan dibawa ke pinggir laut untuk dimandikan. Kemudian, jasad Kartosoewirjo dikafani dan disalatkan.

"Dari sekian banyak orang yang hadir, hanya empat petugas yang ikut mensalatkan. Setelah itu jenazah Kartosoewirjo dikuburkan," tulis Fadli yang juga pengajar Sejarah UI ini.

(ndr/nrl)

Rabu, 05/09/2012 11:29 WIB

Mengungkap Kematian Kartosoewirjo

3 Kejahatan Politik Kartosoewirjo & Permintaan Grasi pada Soekarno

Indra Subagja - detikNews
Jakarta Sosok Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo banyak diyakini pengikutnya sebagai satria piningit. Dengan kampanye mendirikan Negara Islam Indonesia (NII), dia pun cukup mendapat banyak dukungan dari masyarakat di Garut, Tasikmalaya, dan Sumedang di Jawa Barat di akhir 1950-an.

Gerakan pemberontakan yang dilakukan Kartosoewirjo dengan membentuk Tentara Islam Indonesia (TII) pun saat itu cukup merepotkan. Hingga akhirnya pada 1962, Kartosoewirjo di bulan Juni ditangkap Divisi Siliwangi di Garut. TNI melakukan operasi pagar betis guna menangkap Kartosoewirjo.

Seperti ditulis Fadli Zon dalam bukunya 'Hari Terakhir Kartosoewirjo' disebutkan bahwa kekosongan pasukan TNI di Jawa Barat yang terpaksa hijrah, menyusul kesepakatan Renville pada 1949 dengan Belanda, membuat Kartosoewirjo berani memproklamirkan diri berdirinya NII. Kartosoewirjo beranggapan terjadi kekosongan kekuasaan.

"Kartosoewirjo lebih memilih tetap bertahan di Jawa Barat dan meneruskan perjuangan melawan Belanda secara bergerilya. Kartosoewirjo dan kawan-kawannya tetap tinggal di Jawa Barat dan juga di daerah di luar Jawa Barat. Mereka berhimpun dan berkumpul mengkonsolidasikan kekuatan mendirikan Negara Islam Indonesia," tulis Fadli dalam bukunya seperti dikutip detikcom, Rabu (5/9/2012).

Mundur ke belakang, seperti ditulis Fadli Zon yang juga pengajar di UI ini, dalam rekam jejak politiknya, Kartosoewirjo dekat dengan Tjokroaminoto pendiri Partai Serikat Islam Indonesia yang dijuluki sebagai 'Raja Jawa tak bermahkota' oleh Belanda. Kartosoewirjo merupakan sekretaris pribadi Tjokroaminoto dan kerap ikut berkeliling Pulau Jawa.

Dekat dengan Tjokroaminoto membuat Kartosoewirjo lebih dalam mengenal ajaran Islam. Dia pun banyak mendalami alquran dan hadist. "Tapi ia tak pernah belajar Islam ke luar negeri, bahkan tak sempat naik haji," tulis Fadli.

Kegiatan dengan Tjokroaminoto ini diduga mempertemukan Kartosoewirjo dengan Soekarno. Dalam buku yang ditulis Cindy Adams, Soekarno mengaku bertemu dan bekerja sama dengan Kartosoewirjo pada 1918. Kemudian keduanya juga pernah tinggal dan makan bersama di Bandung.

Sedang Kartosoewirjo mengaku bertemu pertama kali dengan Soekarno pada 1927 di Cimahi dalam kegiatan PSII. "Mereka menjadi kawan karena Soekarno juga murid Tjokroaminoto," tulis Fadli.

Namun, bertahun kemudian jalan politik yang diambil berbeda. Kartosoewirjo menggalang kekuatan dan mendirikan Negara Islam Indonesia. Soekarno yang menjadi presiden, memerintahkan penangkapan Kartosoewirjo yang dicap pemberontak.

Kartosoewirjo menggalang kekuatan pasukan laskar Hizbullah dan Sabilillah yang kemudian menjelma menjadi Tentara Islam Indonesia (TII). Kartosoewirjo yang pernah menjadi wartawan di harian Fadjar Asia dengan posisi wakil pemimpin redaksi ini akhirnya pada 7 Agustus 1949 di Desa Cisampah, Tasikmalaya memproklamirkan berdirinya NII.

Hingga kemudian bertahun-tahun Kartosoewirjo dan kelompoknya menjadi buruan TNI. Pada Juni 1962 dia dibekuk di Garut.

Kartosoewirjo didakwa melanggar pasal-pasal berlapis yaitu pasal 107 ayat 2, 108 ayat 2, dan 104 juncto pasal 55 KUHP, juncto pasal 2 PENPRES No.5 tahun 1959 yang dimuat dalam lembaran negara No 80 tahun 1959.

Fadli menulis setidaknya ada tiga kejahatan politik yang disangkakan pemerintah pada Kartosoewirjo. Pertama, memimpin dan mengatur penyerangan dengan maksud hendak merobohkan pemerintahan yang sah. Kedua, memimpin dan mengatur pemberontakan melawan kekuasan yang telah berdiri dengan sah yaitu Republik Indonesia. Dan ketiga, melakukan makar pembunuhan terhadap presiden yang dilakukan secara berturut-turut dan terakhir dalam peristiwa 'Idul Adha'.

"Pada 16 Agustus 1962, pengadilan militer menjatuhkan vonis mati bagi Kartosoewirjo. Dalam proses pengadilan itu, dia juga membantah tuduhan kedua dan ketiga. Kartosoewirjo mengatakan bahwa tuduhan upaya membunuh presiden Soekarno hanya isapan jempol belaka," tulis Fadli.

Kartosoewirjo pun sempat meminta grasi kepada Soekarno. Namun, saat itu Soekarno langsung menolak. Soekarno menyatakan menandatangani hukuman mati bukan suatu kesenangan.

"Sungguhpun demikian seorang pemimpin harus bertindak tanpa memikirkan betapapun pahit kenyataan yang dihadapi," tulis Fadli mengutip buku Cindy Adams.

Kartosoewirjo dieksekusi regu tembak pada 12 September di Pulau Ubi. Dia pun kemudian dimakamkan di sana.

(ndr/vit)
Jumat, 07/09/2012 11:29 WIB

Menguak Kematian Kartosoewirjo

Ziarah ke Pulau Ubi Jadi Tujuan Keluarga Kartosoewirjo

Ferdinan - detikNews


Foto: Buku Fadli Zon
Jakarta Lewat foto-foto di buku Fadli Zon, 'Hari Terakhir Kartosoewirjo', terpapar bukti bahwa sang imam DI/TII Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo dimakamkan di Pulau Ubi, Kepulauan Seribu. Lokasi yang juga tempat eksekusi itu kini menjadi tujuan keluarga untuk berziarah.

"Kita rencanakan, harus musyawarah bagaimana ziarah ke Pulau Ubi," jelas putra Kartosoewirjo, Sardjono Kartosoewirjo, saat berbincang, Kamis (6/9/2012).

Selama ini banyak orang menyangka makam Kartosoewirjo yang dieksekusi pada September 1962 berada di Pulau Onrust. Memang sempat tersiar kabar, bahwa makam yang berada di Pulau Onrust, merupakan pindahan dari Pulau Ubi. Namun kabar itu pun belum jelas.

"Yang di Pulau onrust kita belum tahu, mungkin saja sudah dibongkar yang di Ubi, dan dipindah ke Onrust. Tapi kan harus dibuktikan forensik. Kita saja belum lihat makam di Ubi, masih ada atau enggak," jelasnya.

Kartosoewirjo ditangkap pada Juni 1962 di Gunung Geber, Majalaya. Dia dieksekusi pada September 1962. Berdasarkan foto-foto yang didapat Fadli Zon dari seorang kolektor, diketahui lokasi pemakaman Kartosoewirjo berada di Pulau Ubi, dengan sebuah pohon menjadi penanda.

(ndr/vta)

Tidak ada komentar: