Supersemar dan Semarsuper
Senin, 12 Maret 2012 09:39:24
Reporter: Hery H Winarno
Soekarno dan Soeharto. Foto: Public Domain
Sebagian kalangan menilai, sejatinya tidak ada surat yang kemudian disebut Supersemar. Kalangan pro-Soeharto, menilai bahwa Supersemar memang ada dan sebagai nota atas pergantian tongkat estafet dari Soekarno ke Soeharto. Ada juga yang berpendapat, Supersemar memang ada, tetapi isinya tidak seperti yang ada dalam buku sejarah.
Terlepas dari ada tidaknya Supersemar, namun sejarah mencatat bahwa Supersemar menjadi peletak dasar kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Kekuatan Supersemar ternyata mampu membuat 'pengemban perintah'-nya bertahan selama 32 tahun menjadi penguasa nusantara.
Akronim Supersemar ternyata begitu kuat pengaruhnya, terutama bagi kalangan masyarakat Jawa. Supersemar, identik dengan tokoh Semar, punakawan, dewa sekaligus lurah. Istilah Supersemar pun bisa dikatakan Semar super
Arti Semar secara harfiah adalah, haseming samar-samar (fenomena harafiah makna kehidupan Sang Penuntun). Semar merupakan tokoh pewayangan yang tidak lelaki dan bukan juga perempuan. Dalam wayang kulit, sosok Semar dipahat dengan bentuk tangan kanan di depan dan tangan kirinya selalu berada di belakang.
Makna ini menggambarkan Semar sebagai pribadi yang hendak mengatakan sebagai simbol Sang Maha Tunggal. Sedang tangan kirinya bermakna, berserah total dan mutlak serta sekaligus simbol keilmuan yang netral namun simpatik.
Semar Badranaya adalah pengasuh golongan ksatria, dalam kisah Mahabarata, sosok ini mengasuh para Pandawa. Pemerintah yang disimbolkan sebagai kaum ksatria adalah asuhan Semar, senantiasa mendengarkan suara rakyat kecil yang bagaikan suara Tuhan, maka negara yang dipimpinnya pasti menjadi nagara yang unggul dan sentosa.
Begitu pun Soeharto, dengan mengemban Supersemar, dia seolah ingin mengatakan bahwa dirinya penjelamaan dewa yang akan membuat pemerintah (Pandawa) dicintai rakyat bila mengikuti nasihatnya. Paling tidak, jurus ini mampu membuat masyarakat Jawa percaya kepada Soeharto. Dengan 'mengaku' diri sebagai Semar, maka ksatria manapun tentu akan tunduk kepadanya.
Di manakah naskah asli Supersemar?
Senin, 12 Maret 2012 08:50:39
Reporter: Laurencius Simanjuntak
Naskah Supersemar palsu di ANRI. Arbi Sumandoyo/merdeka.com
Kepala ANRI, M Asichin menjelaskan, naskah Supersemar yang disimpan di etalase arsip negara itu kini ada tiga versi versi. Pertama, yakni surat yang berasal dari Sekretariat Negara. Surat itu terdiri dari dua lembar, berkop Burung Garuda, diketik rapi dan di bawahnya tertera tanda tangan beserta nama ‘Sukarno’.
Sementara surat kedua berasal dari Pusat Penerangan TNI AD. Surat ini terdiri dari satu lembar dan juga berkop Burung Garuda. Ketikan surat versi kedua ini tampak tidak serapi pertama, bahkan terkesan amatiran. Jika versi pertama tertulis nama ‘Sukarno’, versi kedua tertulis nama ‘Soekarno’.
Untuk versi ketiga, lebih aneh lagi. Surat yang terakhir diterima ANRI itu terdiri dari satu lembar, tidak berkop dan hanya berupa salinan. Tanda tangan Soekarno di versi ketiga ini juga tampak berbeda dari versi pertama dan kedua.
Asichin memastikan ketiga surat itu adalah Supersemar palsu. Sebab, lazimnya surat kepresidenan, seharusnya kop surat Supersemar berlambang ‘bintang, padi dan kapas.’
“Bukannya Burung Garuda. Apalagi yang polosan seperti yang terakhir,” kata Asichin saat di Jakarta, Sabtu (10/3).
Dia mengatakan ANRI terus melakukan pencarian naskah asli Supersemar sejak tahun 2000 hingga sekarang. Tiap informasi kecil ditelusuri. Namun, hasilnya tetap nihil.
Dalam rangka mencari Supersemar, ANRI juga pernah mewawancarai keluarga Jenderal (Purn) M Jusuf, salah satu petinggi Angkatan Darat (AD) yang mengantarkan Supersemar dari Soekarno kepada Soeharto. Asichin mengatakan, klaim M Jusuf memiliki naskah asli Supersemar tidak terbukti.
Kepada ANRI, Andi Heri, keponakan M Jusuf yang menjadi saat itu menjabat Wakil Wali Kota Makassar mengatakan, “Keluarga kami tidak menyimpan.” Wawancara itu dilakukan pada 31 Agustus 2005.
ANRI juga pernah mendatangi anak Jenderal (Purn) AH Nasution, namun hasilnya juga sama, nihil. “Dia juga tidak tahu,” kata Asichin.
Terakhir, kata dia, ANRI juga mewawancarai Joko Pekik dan Rewang, dua anggota Partai Komunis Indonesia (PKI), partai yang dibubarkan setelah Supersemar terbit. Namun, pada wawancara Juni dan Juli 2011 itu mereka juga tidak tahu perihal surat tersebut.
“Mereka cuma mendengar saat itu soal Supersemar, soal ada tidak ada, mereka tidak tahu,” ujar Asichin.
Secara pribadi, Asichin meyakini Supersemar asli itu benar-benar ada. Soekarno sendiri pernah mengatakannya pada pidato di HUT Kemerdekaan 17 Agustus 1966.
“Pak Moerdiono juga pernah mengatakan beliau melihat dan beliau yakin ada,” kata Asichin.
Supersemar dan upaya gagal mengorek Soeharto
Selasa, 13 Maret 2012 11:20:39
Reporter: Laurencius Simanjuntak
Soekarno dan Soeharto. Foto: Public Domain
Berdasarkan dokumen Upaya Pelacakan dan Penelusuran Arsip Supersemar oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), disebutkan kepala lembaga itu pada tahun 2000 sempat mengajukan permintaan agar DPR memanggil Soeharto dan Jenderal (Purn) M Jusuf untuk memberi penjelasan mengenai keberadaan naskah asli Supersemar.
Namun permintaan itu tidak bisa dikabulkan DPR. Pada 25 September 2001 dijelaskan DPR bahwa belum bisa menghubungi atau menghadirkan Soeharto dan M Jusuf. "Dengan alasan kesehatan," demikian tulis dokumen tersebut.
Gagal mendatangkan Soeharto, upaya ANRI mencari naskah asli Supersemar terus berlanjut dengan menggali informasi ke beberapa orang dekat Soeharto. Mantan Mesesneg, Soedharmono, saat diwawancarai pernah mengakui bahwa naskah Supersemar ada.
"Namun sewaktu Moerdiono menjabat sebagai Mensesneg, pertanyaan itu dikemukakan lagi dan jawaban beliau Arsip Supersemar itu tidak ada dan hilang," demikian dokumen.
Berdasarkan wawancara ANRI dengan Moerdiono pada 2008, disebutkan Supersemar setelah difotokopi dibawa kembali oleh ajudan Soeharto. Fotokopi itulah yang dipakai Soeharto sebagai dasar perintah untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI).
"Selanjutnya beliau (Moerdiono-red) tidak menyimpan Arsip Supersemar yang difotokopi tersebut," demikian dokumen ANRI.
Sejarawan Anhar Gonggong meyakini Soeharto mengetahui naskah asli Supersemar. Dia tidak percaya kalau penguasa Orde Baru itu tidak mengetahui perihal keberadaan surat yang memberi kewenangan besar kepadanya itu.
Namun dengan meninggalnya Soeharto pada 27 Januari 2008, Supersemar tetap menjadi misteri. M Jusuf juga gagal diwawancarai sampai akhirnya meninggal dunia pada 8 September 2004. M Jusuf adalah pembawa naskah Supersemar dari Soekarno kepada Soeharto.
Ke depan, langkah ANRI mencari naskah asli Supersemar tidak surut. Kepala ANRI, M Asichin, mengatakan pihaknya pada tahun ini akan mengupayakan mewawancarai Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut) dan Megawati Soekarnoputri.
"Karena beliau-beliau adalah keluarga si pemberi dan dan penerima Supersemar," ujar Asichin di Jakarta, Sabtu lalu.
ANRI janjikan penghargaan bagi penemu Supersemar
Senin, 12 Maret 2012 10:15:00
Reporter: Laurencius Simanjuntak
Naskah Supersemar palsu di ANRI. Arbi Sumandoyo/merdeka.com
"Ya peraturan kan bukan untuk dilanggar," ujar Kepala ANRI, M Asichin, di Jakarta, Sabtu (10/3).
Aschin menjelaskan di UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan juga mengatur soal penghargaan bagi mereka yang memberikan arsip negara yang bernilai sejarah tinggi, seperti Supersemar.
"Kita akan gunakan cara-cara persuasif," ujarnya.
Seperti diketahui, ancaman pidana soal kearsipan di era Soeharto sangat besar. Pasal 11 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan menyatakan barangsiapa dengan sengaja memiliki arsip negara dengan melawan hukum, maka akan dipenjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun.
Namun, pada revisi terakhir UU itu, yakni UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, aturan pidana soal penyimpanan arsip negara sedikit berubah. Bagi yang memiliki arsip negara secara melanggar hukum ia akan dibui maksimal lima tahun. Dan bagi yang memusnahkan arsip tidak sesuai prosedur yang diatur akan mendapat hukuman maksimal 10 tahun penjara.
[ren]
Mungkinkah naskah asli Supersemar ditemukan?
Senin, 12 Maret 2012 11:00:09
Reporter: Laurencius Simanjuntak
Naskah Supersemar palsu di ANRI. Arbi Sumandoyo/merdeka.com
Mungkinkah naskah asli surat perintah dari Presiden Soekarno ke Soeharto itu ditemukan?
"Yang jelas kami terus berupaya," kata Kepala ANRI, M Asichin, di Jakarta, Sabtu (10/3).
Asichin menjelaskan ANRI telah melakukan pencarian naskah asli Supersemar sejak tahun 2000 atau sejak reformasi membuka tabir kepalsuan surat, yang menjadi bahan ajaran siswa-siswa pada masa Orde Baru.
"Terakhir kami wawancarai Joko Pekik dan Rewang pada 2011," kata Asichin tentang mantan dua anggota Partai Komunis Indonesia (PKI), partai yang dibubarkan Soeharto setelah menerima Supersemar.
Namun, kata Asichin, pada wawancara Juni dan Juli 2011 itu, Joko Pekik dan Rewang juga tidak tahu perihal surat tersebut.
“Mereka cuma mendengar saat itu soal Supersemar, soal ada tidak ada, mereka tidak tahu,” ujar Asichin.
Dalam rangka mencari Supersemar, ANRI juga pernah mewawancarai keluarga Jenderal (Purn) M Jusuf, salah satu petinggi Angkatan Darat (AD) yang mengantarkan Supersemar dari Soekarno kepada Soeharto. Asichin mengatakan, klaim M Jusuf memiliki naskah asli Supersemar tidak terbukti.
Kepada ANRI, Andi Heri, keponakan M Jusuf yang menjadi saat itu menjabat Wakil Wali Kota Makassar mengatakan, “Keluarga kami tidak menyimpan.” Wawancara itu dilakukan pada 31 Agustus 2005.
ANRI juga pernah mendatangi anak Jenderal (Purn) AH Nasution, namun hasilnya juga sama, nihil. “Dia juga tidak tahu,” kata Asichin.
Secara pribadi, Asichin meyakini Supersemar asli itu benar-benar ada. Soekarno sendiri pernah mengatakannya pada pidato di HUT Kemerdekaan 17 Agustus 1966.
“Pak Moerdiono juga pernah mengatakan beliau melihat dan beliau yakin ada,” kata Asichin.
Mungkinkah naskah asli Supersemar ditemukan? Setidaknya keyakinan kepala ANRI bisa jadi modal untuk mencari Supersemar yang asli, yang telah memberi dampak bagi kehidupan bangsa Indonesia sampai saat ini.
[ren]
Cari Supersemar, ANRI akan temui Tutut dan Megawati
Senin, 12 Maret 2012 09:15:38
Reporter: Laurencius Simanjuntak
Soekarno dan Soeharto. Foto: Public Domain
"Kita akan memasukan permohonan wawancara," kata Kepala ANRI, Asichin, di Jakarta, Sabtu (10/3).
Asichin menjelaskan, adalah penting untuk mencari informasi seputar Supersemar kepada keluarga Soekarno dan Soeharto, sebagai pemberi dan penerima surat.
“Kita akan tanya pernah lihat tidak (naskah asli Supersemar-red), apapun jawaban beliau akan kita arsipkan,” kata Asichin.
Tidak hanya kepada keluarga pemberi dan penerima surat, ANRI juga akan mewawancarai tokoh-tokoh yang dekat dengan konteks peristiwa 1966 itu. Dia menyebut nama Akbar Tandjung dan Cosmas Batubara, pentolan gerakan mahasiswa tahun 1966. “Siapa tahu mereka tahu,” ujarnya.
Dalam rangka mencari Supersemar, ANRI juga pernah mewawancarai keluarga Jenderal (Purn) M Jusuf, salah satu petinggi Angkatan Darat (AD) yang mengantarkan Supersemar dari Soekarno kepada Soeharto. Asichin mengatakan, klaim M Jusuf memiliki naskah asli Supersemar tidak terbukti.
Kepada ANRI, Andi Heri, keponakan M Jusuf yang menjadi saat itu menjabat Wakil Wali Kota Makassar mengatakan, “Keluarga kami tidak menyimpan.” Wawancara itu dilakukan pada 31 Agustus 2005.
ANRI juga pernah mendatangi anak Jenderal (Purn) AH Nasution, namun hasilnya juga sama, nihil. “Dia juga tidak tahu,” kata Asichin.
Terakhir, kata dia, ANRI juga mewawancarai Joko Pekik dan Rewang, dua anggota Partai Komunis Indonesia (PKI), partai yang dibubarkan setelah Supersemar terbit. Namun, pada wawancara Juni dan Juli 2011 itu mereka juga tidak tahu perihal surat tersebut.
“Mereka cuma mendengar saat itu soal Supersemar, soal ada tidak ada, mereka tidak tahu,” ujar Asichin.
Secara pribadi, Asichin meyakini Supersemar asli itu benar-benar ada. Soekarno sendiri pernah mengatakannya pada pidato di HUT Kemerdekaan 17 Agustus 1966.
“Pak Moerdiono juga pernah mengatakan beliau melihat dan beliau yakin ada,” kata Asichin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar