Bung Karno, pemimpin revolusi yang doyan daun singkong
Jumat, 8 Juni 2012 08:17:03
Reporter: Mardani
Soekarno. merdeka.com/Merdeka
Kegemaran Bung Karno menyantap lalap daun singkong dan daun pepaya itu bukan tanpa alasan. Sebab, meski Bung Karno lahir dari keturunan bangsawan, kehidupan sang proklamator semasa kecil tidak seperti bangsawan pada umumnya. Soekarno kecil hidup dalam keterbatasan dan kesederhanaan.
"Hampir tiap hari yang bisa kami makan sebagai lauk-pauk ialah lalapan daun singkong dan daun pepaya yang kami petik di kebun. Barangkali itulah sebabnya sampai sepanjang hidupnya Karno menyukai daun singkong dan daun pepaya," kenang Sukarmini, kakak perempuan Bung Karno, dalam buku 'Bung Karno Masa Muda' terbitan Pustaka Antar Kota, halaman 15.
Kegemaran Bung Karno menyantap lalap daun singkong dan daun pepaya terus berlanjut hingga menjadi Presiden RI. Bahkan, tiap kali Bung Karno menyempatkan waktu ke Blitar, sang pemimpin besar revolusi Indonesia itu selalu minta disuguhkan dua lalapan itu.
"Setelah dia bertahun-tahun jadi presiden-pun bila kebetulan meluangkan waktu ke Blitar, senantiasa dia minta disuguhi lalap daun singkong dan daun pepaya yang kami petik di kebun," kata Sukartini.
Suatu hari, usai jalan-jalan di Istana Merdeka, Presiden Soekarno mengajak pembantu ajudan presiden, Letnan Soetikno dan mantan komandan Datasemen Kawal Pribadi presiden, Mangil Martowidjojo untuk sarapan pagi bersamanya. Saat itu, menu yang dihidangkan tak berubah. Bung Karno tetap mengkonsumsi daun singkong sebagai salah satu makanan favoritnya dengan satu mangkok kecil nasi, sambal, dan ikan asin goreng.
Seperti kebiasaannya sejak kecil, Bung Karno saat itu makan tanpa menggunakan sendok alias makan dengan menggunakan tangan, sementara Letnan Soetikno dan Mangil makan dengan menggunakan sendok dan garpu.
Kesulitan ekonomi yang dialami Bung Karno sejak kecil telah menempanya menjadi seorang yang sederhana dan visioner.
Saking sulitnya, sewaktu kecil Bung Karno harus menumbuk padi setiap pagi sebelum berangkat sekolah. Sebab, dengan menumbuk padi, ayah bundanya dapat menghemat satu sen yang bisa digunakan untuk membeli sayur mayur.
"Bila sesekali kami makan ikan, hampir-hampir boleh dipastikan ikan itu adalah hasil jerih payah Karno memancing," kata Sukarmini.
Kesulitan ekonomi di keluarga Bung Karno kecil terus berlanjut. Hingga Bung Karno berusia 10 tahun kesulitan ekonomi masih terus mendera keluarganya.
"Waktu itu kami tinggal di Jalan Pahlawan 88, Mojokerto. Gaji Bapak 25 Gulden, sewa rumah 10 Gulden, kami hidup sekeluarga dengan hanya 15 Gulden dalam sebulan. Bila dikurs dengan dollar ketika itu menjadi sekitar 4,5 dollar gaji ayah sebulan. Betapa kecilnya penghasilan keluarga kami itu," kata Sukarmini.
Sikap sederhana dan tak mau berlebihan sang proklamator nampaknya bisa menjadi cermin para pemimpin bangsa saat ini. Sebab, meski telah menjadi seorang presiden, Soekarno tetap menjalani hidup dengan apa adanya, tanpa melupakan sejarah hidupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar