Jangan Sekalipun Melupakan Sejarahfree counters
Click for Kota Samarinda, Indonesia Forecast

Selasa, 02 Oktober 2012

Perbedaan Bung Karno dengan Pak Harto soal G30S


Perbedaan Bung Karno dengan Pak Harto soal G30S

Selasa, 2 Oktober 2012 05:21:00
Reporter: Mardani

Perbedaan Bung Karno dengan Pak Harto soal G30S
Letkol Untung. wikipedia.org
Mayjen Soeharto bertekad menumpas PKI hingga ke akar-akarnya setelah tujuh perwira TNI AD ditemukan dalam keadaan tewas di Lubang Buaya. Soeharto melihat gerakan PKI telah meluas ke sejumlah daerah, salah satunya adalah di Kentungan Yogyakarta.

Di daerah itu, mereka membunuh Komandan Resimen Kol Katamso dan Kepala Stafnya Letkol Gijono. Gijono adalah ajudan merangkap perwira operasi saat Soeharto memimpin serangan umum 1 Maret 1949.

"Sebab itu saya mesti mengadakan tindakan yang cepat tetapi pasti. Saya mesti mengadakan pengejaran, pembersihan dan penghancuran," kata Mayjen Soeharto dalam Otobiografi Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya. Terbitan PT Citra Lamtoro Gung Persada 1989.

Namun, perbedaan terjadi antara Presiden Soekarno dengan Mayjen Soeharto, terlebih setelah Bung Karno menyebut peristiwa G30S adalah sebuah riak kecil di samudera. Saat itu Bung Karno memiliki hubungan dekat dengan PKI dan sejumlah tokohnya.

"Presiden Soekarno mengumumkan sikap yang sama sekali lain daripada tindakan dan langkah yang saya buat. Lebih-lebih perbedaan paham itu terasa setelah Bung Karno mengatakan bahwa apa yang terjadi dengan G30S itu hanyalah "een rimpeltje in de oceaan (sebuah riak kecil di samudera)," kata Soeharto.

Perbedaan antara keduanya bukan kali ini saja terjadi. Keduanya sempat berbeda pendapat soal adanya keterlibatan perwira AU dalam Gerakan 30 September.

Saat itu, 2 Oktober 1965, Presiden Soekarno memanggil Mayjen Soeharto ke Istana Bogor. Setibanya di Istana Bogor suasana cukup panas. Sebab, Kepala Staf AU Marsekal Madya TNI Omar Dhani yang dicurigai Soeharto turut serta dalam G30S ada di sana.

"Soeharto, kejadian seperti ini kejadian biasa dalam revolusi, dan kita harus mengerti. Malah dalam hal ini kita harus prihatin. Angkatan Darat jangan sampai mencurigai angkatan lain. Omar Dhani telah memberitahu kepada saya, Angkaatan Udara tak tahu menahu mengenai peristiwa ini. Dan saya juga telah mengatakan kepada Omar Dhani, Angkatan Darat tidak tahu menahu soal ini, dan sama sekali tidak ikut campur," kata Bung Karno kepada Soeharto saat itu.

Namun, Soeharto langsung langsung buka suara. "Tetapi kenyataannya lain Pak. Banyak laskar Pemuda Rakyat mengadakan kegiatan dan latihan di sekitar Pangkalan Halim dan mereka juga memiliki senjata api yang kelihatannya seperti yang dimiliki Angkatan Udara."

Perdebatan pun sempat terjadi antara Soeharto, Omar Dhani dan seorang anggota AU lainnya, Leo Watimena. Kedua anggota AU itu membantah senjata itu milik angkatannya. Namun, Soeharto memerintahkan ajudannya untuk membawa senjata yang berhasil diambil dari sekitar Halim.

Bung Karno lalu melihat senjata itu dan menyerahkannya kepada Leo untuk diteliti dengan seksama. Setelah diperhatikan secara seksama, Leo akhirnya mengakui senjata itu milik AU.

"Mungkin mereka mencurinya dari gudang. Kami akan meneliti lagi Bapak Presiden," kata Leo. Sementara, Omar Dhani tidak mengeluarkan reaksi apapun soal itu.
[tts]

Gus Dur tidak pernah minta maaf kepada PKI soal tragedi 1965

Selasa, 2 Oktober 2012 02:29:00
Reporter: Baiquni

Gus Dur tidak pernah minta maaf kepada PKI soal tragedi 1965
1000 hari Gus Dur. ©2012 Merdeka.com/dwi narwoko
Ketua Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum PBNU, Andi Najmi Fuaidi membantah fakta mantan Presiden RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pernah meminta maaf kepada korban tragedi 1965 dari pihak PKI. Menurutnya, Gus Dur hanya mengusulkan adanya forum rekonsiliasi.

"Gus Dur tidak pernah meminta maaf. Gus Dur hanya mengusulkan bagaimana ada permintaan saling memaafkan dari kedua belah pihak," ujar Andi kepada wartawan di sela acara tahlil dan doa bersama untuk ulama dan santri korban PKI di Gedung PBNU, Jl Kramat Raya, Jakarta, Senin (1/10).

Andi mengatakan, Gus Dur memang pernah bertemu dengan tokoh PKI untuk membicarakan persoalan rekonsiliasi. Waktu itu, Gus Dur bertemu dengan Pramoedya Ananta Toer yang meminta negara meminta maaf atas pembantaian terhadap PKI.

"Waktu itu, Gus Dur mengiyakan permintaan Pramoedya dengan syarat PKI harus meminta maaf terlebih dulu," tutur Andi.

Andi juga menyatakan, NU tidak akan meminta maaf kepada PKI. Dia bersikeras NU merupakan korban dari PKI.

"Jika ulama didesak untuk meminta maaf, itu tidak akan terjadi. Kami tidak akan meminta maaf karena NU juga korban," tegas dia.
[hhw]

Tidak ada komentar: