*IBRAHIM ISA
Kemis, 15 November 2012
-----------------------**
BERITA PENTING DARI VOA (Voice of America)****
----------------------------------------------
KORBAN PERISTIWA 1965 MENGGUGAT KEJAKSAAN AGUNG*
Kali ini VOA menyajikan pendengarnya dengan berita yang penting sekali.
Silakan baca sampai selesai:
* * *
Korban Peristiwa 1965-1966 Kecewa dengan Kejaksaan Agung*
Para korban peristiwa 1965-1966 merasa kecewa karena Kejaksaan Agung
mengembalikan berkas kasus peristiwa tersebut kepada Komnas HAM.
12.11.2012
JAKARTA --- Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 (YPKP
65) Bejo Untung kepada VOA mengatakan para korban peristiwa 1965--1966
kecewa karena Kejaksaan Agung mengembalikan berkas pelanggaran hak asasi
manusia pada peristiwa tersebut kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(Komnas HAM).
Juli lalu Komnas HAM mengumumkan hasil penyelidikannya dengan menyatakan
bahwa penghukuman secara sistematis pada mereka yang diduga sebagai
anggota atau simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) setelah peristiwa
1965/1966 merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
Kejaksaan Agung mengembalikan berkas itu pekan lalu seraya meminta
Komnas HAM melengkapi berkas kasus pelanggaran HAM berat 1965-1966 dan
penembakan misterius (Petrus) tahun 1982-1985. Jaksa Agung Muda Tindak
Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Andhi Nirwanto mengatakan
mereka kesulitan menyelidiki peristiwa yang sudah terjadi puluhan tahun
silam itu.
Bejo mengatakan YPKP sudah memprediksi adanya pengembalian berkas kasus
1965-1966 itu. Menurutnya, hal itu membuktikkan adanya ketidakseriusan
dari pemerintah dalam pengungkapan kasus itu.
"Saya khawatir ada intervensi politik dari kekuatan lama dalam kasus
ini. Sehingga mereka mengulur-ulur supaya kasus 65-66 tidak tuntas,"
ujar Bejo, mantan anggota Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI) yang
pernah mendekam di penjara selama hampir sembilan tahun lamanya semasa
rejim Soeharto atas tuduhan keterlibatan dengan Partai Komunis Indonesia
(PKI) dan kudeta yang gagal pada 30 September 1965.
Bejo memastikan laporan penyelidikan Komnas HAM terkait peristiwa
1965-1966 sudah sangatlah lengkap, sehingga agak aneh menurutnya jika
Kejaksaan Agung menilai ada yang perlu dilengkapi dalam laporan itu.
"Sepanjang yang saya pelajari, laporan Komnas HAMitu sangatlah lengkap,
karena sudah mencakup segala persoalan dan kasus kekerasan selama
rentang 65-66 mulai dari Sumatra Utara hingga Ambon. Dan itu sampelnya
sudah sangat jelas, ada keterlibatan militer di dalam aksi kekerasan,"
ujarnya.
"Dan semua kawan-kawan yang diperiksa oleh tim investigasi Komnas HAM,
mengemukakan apa adanya. Temasuk komandan Kodam, Kodim, dan Koramil, itu
sangat-sangat jelas tertulis dalam surat pembebasan kami, itu kan bisa
di lacak. Jadi apa lagi? Apa lagi kelengkapannya? saya khawatir ini
hanya akal-akalan Kejaksaan Agung."
Ketua tim ad hoc penyelidikan kasus pelanggaran HAM Berat peristiwa
1965-1966 yang juga anggota Komisioner Komnas HAM, Nur Kholis, kepada
VOA mengatakan, tim tersebut akan berupaya melengkapi beberapa catatan
perbaikkan dari pihak Kejaksaan.
"Jaksa Agung memberikan catatan dan juga menyampaikan beberapa hal yang
harus dilengkapi oleh Komnas HAM. Diantaranya adalah kekurangan saksi,
pertanyaan terhadap terduga pelaku, kemudian juga kelengkapan teknis
yuridis seperti apakah penyelidik dan saksi disumpah. Oleh karena itu
tim akan melakukan rapat, kemudian mulai mengerjakan hal-hal yang
dianggap kurang dalam 30 hari kedepan," ujar Nur Kholis.
Komnas HAM dalam laporannya menyebutkan ada bukti telah terjadi sembilan
kejahatan kemanusiaan yang merupakan pelanggaran HAM berat dalam
peristiwa 1965-1966. Sembilan bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan itu
diantaranya adalah pembunuhan, pengusiran atau pemindahan penduduk
secara paksa, atau pelanggaran kebebasan fisik berupa, penyiksaan,
perkosaan, dan penghilangan orang secara paksa.
Kesimpulan ini diperoleh Komnas HAM setelah meminta keterangan dari 349
saksi hidup yang terdiri atas korban, pelaku, ataupun saksi yang melihat
secara langsung peristiwa itu. Jumlah korban saat itu diperkirakan
500.000 hingga tiga juta jiwa.
Komnas HAM juga merekomendasikan kepada Kejaksaan Agung atas kasus
penembakan misterius yang terjadi tahun 1982-1985 untuk ditindaklanjuti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar