Amsterdam, 11 November 2012
------------------------------------------*
*
**SEBUAH EPISODE DALAM HUBUNGAN SEJARAH INDONESIA-JEPANG*
Buku penulis Rahmat Shigeru Ono, berjudul Mereka Yg Terlupakan, amat
menarik. Justru karena periode pendudukan Jepang dari sejarah kita,
belum banyak ditulis. Belum banyak distudi kembali. Ini buku pertama
yang saya dengar. Ingin memperoleh dan membacanya. Lebih-lebih lagi
melihat filmya, ingin sekali.
Ketika saya masih anggota TKR, Purwakarta, 1946, saya sempat jumpa
dengan beberapa dari anggota tentara Jepang yang memihak perjuangan
kemerdekaan kita. Mereka membantu kita membuatkan granat-tangan.
Muda-muda dan bersemangat. Mereka berjuang bersama kita demi kemerdekaan
Indonesia. Sayang, saya tidak sempat komunikasi karena soal bahasa.
Sumarsono, pejuang terkenal Pertempuran Surabaya melawan Inggris
(1946), -- juga pernah cerita tentang seorang opsir Tentara Jepang yang
membantu kita dengan puluhan ribu senjata karaben, dalam perang
perlawanan kita di Surabaya melawan tentara Inggris.
Episode ini dalam sejarah kita, diharapkan akan lebih banyak lagi penulisan.
* * *
Di Belanda ada sebuah organisasi Rekonsiliasi para turunan
Belanda-Jepang, yang didirikan beberapa tahun yang lalu. Pendirinya
adalah Prof Muraoka, seorang dosen di salah satu universitas Belanda.
Beberapa tahun yang lalu mereka mengajak saya ikut dalam konferensi
tsb. Saya diminta memberikan makalah kerja untuk konferensi tsb. Sesuatu
yang baru . Usaha Rekonsiliasi antara para turunan Belanda dan Jepang,
kini juga ikut orang Indonesia.
Tahun depan Perkumpulan Rekonsiliasi Belanda-Jepang-Indonesia akan
konferensi lagi.
Saya akan hadir si situ.
* * *
Lampiran: Tulisan
HENDI DI JO di Facebook hari ini.
KISAH TENTARA JEPANG YANG MEMBELOT KE REPUBLIK.
Tahun 2001, dunia sinema tanah air pernah diramaikan dengan munculnya
Merdeka 170845. Film yang merupakan produksi bersama Tokyo Film
Production dan Rapi Film itu, berkisah tentang dua serdadu Jepang yang
membelot dan berpihak kepada perjuangan orang-orang Indonesia. Namun di
tanah air sendiri, peredaran film tersebut justru terjegal. Pemerintah Indo
nesia tidak berkenan karena menilai beberapa adegannya merendahkan harga
diri bangsa. Dan belakangan banyak juga kritikus film curiga, Merdeka
170845 tak lebih sebagai upaya membangkitkan kembali semangat
chauvinisme oleh kelompok kanan di Jepang.
Kini sesudah sepuluh tahun terjegalnya Merdeka 170845, kisah yang sama
kembali muncul. Tapi kali ini berwujud dalam sebuah buku memoir berjudul
Mereka yang Terlupakan yang ditulis oleh Hayashi Eiichi, seorang anak
muda Jepang yang sejak 2004 aktif meneliti sejarah keterlibatan militer
negaranya di Indonesia.
Menurut Asvi Warman Adam, selama 1945-1949 ada kurang lebih 1000 serdadu
Jepang telah melakukan desersi. Mereka bergabung dengan berbagai
kelompok perlawanan Indonesia dan terlibat langsung dalam pertempuran
dengan tentara Belanda. "Di Jepang...Mereka disebut prajurit yang tetap
tinggal di belakang (zanryu nihon hei)."tulis sejarahwan yang memberi
kata pengantar dalam buku tersebut.
Hayashi Eiichi mengangkat kisah kehidupan salah satu zanryu nihon hei
itu. Namanya Rahmat Shigeru Ono (terlahir dengan nama Sakari Ono),
seorang anak petani dari pulau Hokkaido. Kisah terseretnya Ono oleh arus
perang bermula saat ia dinyatakan lulus dari Rikugun Kyodo Gakko
(sekolah militer Angkatan Darat). "Pada waktu itu ada tawaran kepada
kami untuk bertugas ke daerah selatan. Saya mendaftarakan diri dan
langsung diterima,"ujar lelaki yang lahir pada 26 September 1919
tersebut. Sejak itulah, Ono menjadi salah satu "sekrup" mesin perang
Kekaisaran Jepang. Pengalaman tempurnya dimulai dari Saigon, Singapura
hingga akhirnya pada 1942, ia didamparkan di bagian barat Jawa untuk
menumpas tentara Belanda.
Usai bertempur dengan tentara Belanda di Jawa, Ono dan kawan-kawannya
praktis tidak pernah mencium lagi hawa perang. Alih-alih bertempur, saat
bertugas di Bandung, ia malah menyaksikan kawan-kawannya seolah terbius
oleh hawa tropis pulau Jawa: "Mereka hanya pergi untuk minum-minuman
beralkohol dan bersenang-senang dengan wanita penghibur. Saya sangat
kecewa melihat mereka"kenangnya.
Sementara itu, kekalahan demi kekalahan terus dialami oleh tentara
Jepang di medan perang Pasifik. Puncaknya terjadi pada 15 Agustus 1945,
saat suatu pagi mereka diberitahu sang komandan bahwa Jepang telah
takluk kepada Sekutu. Ono dan kawan-kawannya lunglai. Antara marah,
kecewa, sedih, bercampur menjadi satu.
Perasaan kecewa yang sangat dalam membuat Ono memutuskan untuk
mengakhiri hidupnya sebagai tentara Jepang. Tidak lewat hara-kiri
seperti sebagian kawan-kawannya tapi justru dengan memutuskan untuk
bergabung dengan para "tentara" Indonesia pada suatu hari di akhir tahun
1945. Dari sini, cerita Ono sebagai "petarung" di pihak Republik
mengalir.Mulai cerita heroik saat ia bersama kawan-kawan Jepangnya di
Pasukan Gerilya Istimewa (PGI) menjadi momok menakutkan bagi tentara
Belanda di sekitar kawasan kaki Gunung Semeru hingga saat-saat ia
"melarat" ketika menjadi rakyat biasa pasca Belanda hengkang dari Indonesia.
Laiknya memoir, buku ini memang sangat sarat dengan subyektifitas. Jelas
sekali, Ono lewat Eiichi Hayashi ingin memberikan pesan bahwa tidak
selamanya peran serdadu Jepang di era 1940-an selalu melulu terkait
dengan antagonisme sejarah.Buktinya, buku ini begitu "bersih" dari
cerita penderitaan para romusha, kepiluan jugun ianfu (para perempuan
pribumi yang dipaksa menjadi pelampiasan seks tentara Jepang) dan
kekejian Kempetai (polisi rahasia tentara Jepang).
Ketika membaca baris demi baris kisah dalam buku ini, selain heroisme,
tadinya saya berharap bisa mengetahui cara pandang berbeda dari para
tentara Jepang "yang memilih untuk tinggal" itu terhadap "citra buruk"
mereka dalam sejarah Indonesia selama ini. Namun alih-alih mendapatkan
"pengakuan jujur", saya malah mendapat kesan Ono ingin "menghindari"
soal ini dengan mengatakan:..."hampir tidak ada kontak atau komunikasi
antara tentara Jepang dengan rakyat Indonesia...Penduduk daerah setempat
sangat ramah tamah dan menerima kedatangan tentara Jepang... Para
tentara Jepang adalah orang-orang kate dan berkulit kuning yang
diramalkan Prabu Joyoboyo akan melepaskan pendudukan Indonesia dari
kekejaman bangsa-bangsa berkulit putih...dan bla bla bla.
Tanpa mengurangi rasa hormat kepada 1000 prajurit Jepang yang berjuang
untuk kemerdekaan Indonesia, saya pikir berbagai "sisi gelap" itu
seharusnya disebutkan juga dalam buku ini. Bukan untuk pemuasan akan
dendam sejarah namun sebaliknya justru demi kelengkapan sejarah.
Bukankah manusia tak selamanya benar dan tak selalu selamanya salah?
(hendijo)
Judul: Mereka yang Terlupakan. Penulis: Eiichi Hayashi. Tebal: 178
halaman Penerbit: Penerbit Ombak, 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar