MAHA KARYA KI LEDJAR SOEBROTO

Wayang WVO merupakan maha karya Ki Ledjar Soebroto. Wayang ini secara khusus dipesan oleh Museum Nusantara di Belanda. Ki Ledjar atau Mbah Ledjar membuat Wayang WVO ini berdasarkan foto-foto kuno Willem Van Oranje yang dicermatinya di Prinsenhof Museum, Belanda. Foto-foto berusia ratusan tahun itulah yang menjadi acuan pokok penciptaan Wayang WVO. Selain membuat atau mendesain karakter tokoh-tokoh dalam kesejarahan Willem Van Oranje, Ki Ledjar juga membuat wayang berdasarkan artefak-artefak
peninggalan sejarah, yang salah satunya terdapat di kota Delf. Artefak-artefak tersebut di antaranya adalah Gereja (Nieuwe Kerk) tempat Willem Van Oranje dan para raja Belanda dimakamkan.

Seperti diketahui, selain melestarikan Wayang Kancil (1980), Ki Ledjar juga menciptakan Wayang Sultan Agung (1987). Ia juga melestarikan Wayang Revolusi (2006). Selain itu berbagai wayang kulit purwa kreasi baru juga berhasil diciptakannya. Di samping wayang, ia juga membuat berbagai topeng.
Wayang karya Ki Ledjar banyak dikoleksi berbagai museum, seperti Museum Sanabudaya Yogyakarta, Balai Budaya Minomartani Sleman, Museum Wayang H. Budiharjo Pondok Tingal Magelang, Ki Manteb Sudarsono Karanganyar, Museum Wayang Jakarta, Taman Mini Indonesia Indah Jakarta, Tim Byard-Jones University of London Inggris, Ubersee Museum Bremen Jerman, Dr. Walter Angst di Salem Jerman, Arno Mozoni-Fresconi di Hamburg Jerman, Rien Bartmans di Haarlem Belanda, Volkenkundig Museum Gerardus van der Leeuw di Groningen Belanda, V.M. Clara van Groenendael di Amsterdam Belanda, Tamara Fielding di New York Amerika Serikat,
Museum of Anthropology di Canada, Museum Westfreis di Hoorn Belanda, Museum Tropen di Amsterdam Belanda, dan Museum Kantjiel di Leiden Belanda.

Apa yang dilakukan Ki Ledjar dan Nanang Kancil ini tidak urung menyedot perhatian banyak orang. Bisa dikatakan bahwa pendapa dan halaman Kantor Karta Pustaka penuh sesak oleh tamu undangan/penonton yang penasaran ingin menyaksikan Wayang WVO yang akan segera diboyong ke Belanda itu. Bukan hanya orang-orang lokal yang berjubel di tempat itu, namun tampak pula beberapa bule Belanda yang antusias menyimak pertunjukan wayang tersebut.
Mula-mula yang dipertunjukkan adalah film animasi tentang Wayang WVO yang dibuat secara karikatural. Film animasi yang mengisahkan penggal terpenting kehidupan Willem Van Oranje ini mampu memukai penonton sekaligus memberikan setting bagi pengenalan tokoh Willem Van Oranje dan tokoh lain yang terlibat di dalamnya.

Pengkarakteran yang tergarap apik dalam wujud lembaran kulit pipih yang disebut wayang, plus detail asesori atau pakaian yang dikenakan para tokoh memberikan dampak penampakan visual yang memikat. Desain artefak yang dimunculkan dalam bentuk semacam gunungan (kayon) juga memberikan sentuhan yang berbeda dari wayang-wayang kulit yang selama ini kita kenal. Demikian pula racikan iringan musik yang disusun Nanang dalam dua buah player (laptop) yang distel atau dibunyikan berganti-ganti memberikan efek dramatik yang cukup bagus. Keterampilan Nanang Kancil dalam sabetan pun menjadi unsur penguat kesan dramatikal pergelaran wayangnya. Ketepatan pengadeganan dengan penghadiran musik serta rekaman dialog antartokoh merupakan salah satu unsur penting dalam pementasan tersebut.

Wayang Willem Van Oranje ini setelah dipentaskan di Karta Pustaka kemudian dipentaskan di Kedutaan Belanda di Jakarta, 6 maret 2011. Usai itu Wayang Willem Van Oranje akan segera diboyong ke Negeri Kincir Angin, Belanda. Untuk dapat menyaksikan pergelarannya kembali mungkin kita harus ke Negeri Belanda.
a.sartono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar