Jangan Sekalipun Melupakan Sejarahfree counters
Click for Kota Samarinda, Indonesia Forecast

Sabtu, 22 Desember 2012

Budi Pekerti

Budi Pekerti



Secara umum Budi Pekerti berarti moral dan kelakuan yang baik dalam menjalani
kehidupan ini.

Ini adalah tuntunan moral yang paling penting untuk orang Jawa tradisional. Budi Pekerti adalah induk dari segala etika ,tatakrama, tata susila, perilaku baik dalam pergaulan , pekerjaan dan kehidupan sehari-hari. Pertama-tama budi pekerti ditanamkan oleh orang tua dan keluarga dirumah, kemudian disekolah dan tentu saja oleh masyarakat secara langsung maupun tidak langsung.

Pada saat ini dimana  sendi-sendi kehidupan banyak yang goyah karena terjadinya erosi moral,budi pekerti masih relevan dan perlu direvitalisasi.
Budi Pekerti yang mempunyai arti yang sangat jelas dan sederhana, yaitu : Perbuatan( Pekerti) yang dilandasi atau dilahirkan oleh Pikiran yang jernih dan baik ( Budi).

Dengan definisi yang teramat gamblang dan sederhana dan tidak muluk-muluk,  kita semua dalam menjalani kehidupan ini semestinya dengan mudah dan arif dapat menerima tuntunan budi pekerti.

Budi pekerti untuk melakukan hal-hal yang patut, baik dan benar.Kalau kita berbudi pekerti, maka jalan kehidupan kita paling tidak tentu selamat, sehingga kita bisa berkiprah menuju ke kesuksesan hidup, kerukunan antar sesama dan berada dalam koridor perilaku yang baik.

Sebaliknya, kalau kita melanggar prinsip-prinsip budi pekerti, maka kita akan mengalami hal-hal yang tidak nyaman, dari yang sifatnya ringan, seperti tidak disenangi/ dihormati orang lain, sampai yang berat seperti : melakukan pelanggaran hukum sehingga bisa dipidana.


Penanaman Budi Pekerti

Esensi Budi Pekerti, secara tradisional mulai ditanamkan sejak masa kanak-kanak, baik dirumah maupun disekolah, kemudian berlanjut dalam kehidupan dimasyarakat.

Dirumah dan keluarga
Sejak masa kecil dalam bimbingan orang tua, mulai ditanamkan pengertian baik dan benar seperti etika, tradisi lewat dongeng, dolanan/permainan anak-anak yang merupakan cerminan hidup bekerjasama dan berinteraksi dengan keluarga dan lingkungan.

 
Berperilaku yang baik dalam keluarga amat penting bagi pertumbuhan sikap selanjutnya. Dari kecil sudah terbiasa menghormat orang tua atau orang yang lebih tua, misalnya : jalan sedikit membungkuk jika berjalan didepan orang tua dan dengan sopan mengucap : nuwun sewu ( permisi), nderek langkung ( perkenankan lewat sini).

Selain berperilaku halus dan sopan, juga berbahasa yang baik untuk menghormati sesama, apakah itu bahasa halus ( kromo) atau ngoko ( bahasa biasa). Bahasa Jawa yang bertingkat bukanlah hal yang rumit, karena unggah ungguh basa( penggunaan bahasa menurut tingkatnya) adalah sopan santun untuk menghormat orang lain.


Bahasa kromo dan ngoko
Pada dasarnya ada dua tingkatan dalam bahasa Jawa,yaitu : Kromo, bahasa halus dan ngoko, bahasa biasa. Bahasa kromo dipakai untuk menghormat orang tua atau orang yang perlu dihormat, sedangkan ngoko biasanya dipakai antar teman.
Semua kata yang dipakai dalam dua tingkat bahasa tersebut berbeda, contoh :
Bahasa Indonesia : Saya mau pergi.
Kromo                     : Kulo bade kesah.
Ngoko                     : Aku arep lunga.

Dalam percakapan sehari-hari, orang tua kepada anak memakai ngoko, sedang anaknya menggunakan kromo. Dalam pergaulan dipakai pula bahasa campuran yang memakai kata-kata dari kromo dan ngoko dan ini lebih mudah dipelajari dalam praktek dan sulit dipelajari secara teori.


Ora ilok, suatu kearifan
Orang tua zaman dulu sering bilang : ora ilok,artinya tidak baik, untuk melarang anaknya.Jadi anak tidak secara langsung dilarang, apalagi dimarahi.Ungkapan tersebut dimaksudkan , agar si anak tidak melakukan perbuatan yang tidak sopan atau mengganggu keharmonisan alam. Misalnya ungkapan : Ora ilok ngglungguhi bantal, mengko wudhunen (Tidak baik menduduki bantal , nanti bisulan). Maksudnya supaya tidak menduduki bantal, karena bantal itu alas kepala. Meludah sembarang tempat atau membuang sampah tidak pada tempatnya, juga dibilang ora ilok, tidak baik. Tempo dulu, orang tua enggan menjelaskan, tetapi sebenarnya itu merupakan kearifan. Lebih baik melarang dengan arif, dari pada dengan cara keras.

Tembang yang bermakna


Pada dasarnya, pendidikan informal dirumah, dikalangan keluarga adalah ditujukan kepada harapan terbaik bagi anak asuh. Coba perhatikan ayah atau ibu yang meninabobokkan anak dengan kasih sayang melantunkan tembang untuk menidurkan anak , isinya penuh permohonan kepada Sang Pencipta, seperti tembang : Tak lelo-lelo ledung, mbesuk gede pinter sekolahe, dadi mister, dokter, insinyur. ( Sayang, nanti sudah besar pintar sekolahnya, jadi sarjana hukum, dokter atau insinyur).

Atau doa dan  permohonan yang lain : Mbesuk gede, luhur bebudhene,jumuring ing Gusti, angrungkubi nagari ( Bila sudah dewasa terpuji budi pekertinya, mengagungkan Tuhan dan berbakti kepada negara).

Pendidikan tradisional zaman dulu mengandung kesabaran, nerimo ing pandhum, pasrah, ayem tentrem, tansah eling marang Pangeran ( selalu dengan sabar menerima dan mensyukuri pemberian Tuhan, pasrah. Pengertian pasrah adalah tekun berusaha dan menyerahkan keputusan kepada Tuhan.Hati tenang tentram, selalu ingat kepada Tuhan).Perlu digaris bawahi bahwa kepercayaan orang Jawa tradisional kepada Tuhan itu sudah mendarah daging sejak masa kuno, sehingga anak-anak Jawa sejak kecil sudah sering mendengar kata-kata orang tua : Kabeh sing neng alam donya iku ana margo kersaning Gusti. ( Semua yang ada didunia ini ada karena kehendak Tuhan).Sehingga bagi orang Jawa tradisional, apapun yang terjadi, akan selalu pasrah dan mengagungkan Gusti/Tuhan. Itu sudah menjadi watak bawaan yang mendarah daging.


Biasanya ketika anak mulai berumur lima tahunan, secara naluri mulai diterapkan ajaran unggah-ungguh, sopan santun, etika, menghormati orang tua dan orang lain. Inkulturisasi, penanaman etika ini sangat penting karena menjadi dasar supaya si anak hingga dewasa dapat membawa diri dan diterima dalam pergaulan dimasyarakat, mampu bersosialisasi dan punya budaya malu. Punya sikap mendahulukan kepentingan orang lain, peka dan peduli kepada sekeliling dan lingkungan. Punya kebiasaan hidup rukun dan damai, penuh kasih sayang dan hormat dilingkungan keluarga dan masyarakat. Penanaman sikap sejak dini ini penting karena akan merasuk dalam rasa, sehingga kepekaannya tidak mudah hilang.

Peduli Lingkungan
Pendidikan yang mengarah kepada peduli dan kasih terhadap lingkungan dan alam, juga sudah dimulai sejak usia belia.Anak-anak diberi pengertian untuk tidak bersikap sewenang-wenang kepada binatang dan tanaman dan juga menjaga kebersihan alam, tidak merusak alam.
Anak kecil yang dirumahnya punya binatang peliharaan seperti anjing, kucing, burung, selalu diberitahu oleh orang tuanya untuk merawat nya dengan baik, memberi makan yang teratur, dijaga kebersihannya, kandangnya juga bersih  dan tidak boleh diperlakukan dengan sewenang-wenang dan justru harus dilindungi dan dikasihi.



Tanaman dan pepohonan juga harus dirawat dengan baik, disiram setiap sore, kadang-kadang diberi pupuk, dijaga supaya tumbuh subur dan sehat dan cantik penampilannya ,sehingga enak dipandang.

Tanaman yang dirawat akan membalas kebaikan kita, daunnya, , bunganya, buahnya, kayunya, akarnya, bisa memberi faedah yang berguna.
Bumi tempat kita berpijak, juga harus dilindungi, diurus yang baik, jangan asal saja menggali-gali tanah ,kalau memang tidak ada tujuan yang bermanfaat.Sumber air juga harus dijaga, tidak boleh dikotori.

Prinsipnya, kita harus dengan sadar dan sebaik-baiknya merawat, menggunakan dan mensyukuri semua pemberian alam dan Sang Pencipta.

Pendidikan formal
Selain pendidikan non-formal yang berkembang dan berpengaruh positif, pendidikan formal tentu saja mempunyai peran sangat penting.Anak dididik supaya cerdas dan punya budi pekerti.

Sejak ditaman bermain/Play group, TK,SD, anak diperkenankan  dan dibiasakan bersosialisasi, ditanamkan etika, sopan santun, kebersihan, rasa kebersamaan, rasa kebersamaan dialam sebagai satu kesatuan kosmos, ditanamkan rasa solidaritas dan kasih sayang demi keselarasan, keseimbangan dan perdamaian.

Tentu juga diajarkan nilai-nilai luhur yang terdapat dalam tradisi dan adat istiadat.



Dimasa penjajahan dulu, sekolah-sekolah pribumi seperti Taman Siswa, menanamkan pendidikan yang penuh dengan semangat juang dan nasionalisme, persatuan dan kesatuan dalam melawan penjajah.


Etika Pergaulan
Sebagai bangsa yang berbudaya, sebaiknya semua pihak menampilkan sikap yang santun dalam pergaulan, membuat orang lain senang, dihargai. Orang itu senang bila dihargai, disapa dengan kata-kata yang baik, termasuk wong cilik, orang ekonomi lemah.Wong cilik akan santun kepada orang yang menghargai mereka. Orang santun, meski derajatnya tinggi, tidak sombong, ini orang yang berbudaya.Orang yang berperilaku baik, berbahasa baik, berbudi baik, selain dihargai orang lain, secara pribadi juga untung, yaitu akan mengalami peningkatan taraf kejiwaannya, mengalami kemajuan batiniah.


Pelajaran dari cerita wayang
Cerita yang bersumber dari pewayangan juga penting untuk pendidikan budi pekerti secara umum.
Bagi orang Jawa tradisional, apa yang dikisahkan dalam wayang adalah merupakan cermin dari kehidupan, oleh karena itu wayang sangat populer di Jawa sampai saat ini.

Pelajaran yang bisa ditarik dari pewayangan adalah , antara lain :
  1. Didunia ini ada baik dan jahat, pada akhirnya yang baik yang menang, tetapi setiap saat yang jahat akan berusaha untuk menggoda lagi.
  2. Ikutilah contoh dari sikap hidup Pandawa, lima satria putra Pandu yaitu Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa dan satria-satria yang lain yang mempunyai watak luhur, jujur, sopan. Mereka berjuang demi kebenaran, untuk kesejahteraaan rakyat dan negara. Mereka dengan tekun dan ikhlas mendalami spiritualitas, kebatinan. Mereka menggunakan kemampuan, kesaktiannya untuk tujuan yang mulia. Satria itu orang yang berbudi pekerti, berwatak luhur dan bertanggung jawab.

3.Jangan mencontoh sikap para Korawa,seratus orang putra Destarata,yaitu Duryudana dan adik-adiknya beserta kroni-kroninya. Mereka itu tidak jujur, serakah mencari kekayaan materi dan kekuasaan, sikapnya kasar, tidak sopan, culas.Mereka digambarkan sebagai raksasa. Raksasa dalam bahasa Jawa adalah Buto artinya buta, tidak bisa membedakan yang baik dan yang jahat, yang salah dan yang benar.
  1. Dari epoch Ramayana, Prabu Rama, Anoman dan anah buahnya punya watak satria luhur, sebaliknya Rahwana, Sarpakenaka adalah raksasa-raksasa yang rakus dan keji, tanpa rasa kemanusiaan.
  2. Penghuni Alam Raya ini tidak hanya manusia, hewan dan mahluk yang kasat mata, tetapi juga ada mahluk-mahluk lain yang biasanya disebut mahluk halus, ada yang baik dan ada yang jahat wataknya.
  3. Ada alam Kadewatan yang dihuni dewa dewi yaitu di Kahyangan. Penguasa Jagat Raya adalah Sang Hyang Wenang yang dalam pelaksanaannya memberi wewenang kepada Batara Guru.
  4. Dalam hidupnya manusia selalu mensyukuri berkah dan anugerah Tuhan, selalu berdoa dan mengagungkan Tuhan, Sang Pencipta.Garis kehidupan manusia sesuai ketentuan yang diketahui dan diizinkan Tuhan.Titah bisa berkomunikasi dengan Sang Penguasa Jagat Raya, Tuhan melalui perantaraan dewa dewi ataupun secara langsung. Ini tentu merupakan anugerah Gusti kepada titahnya yang terpilih, tidak sembarang orang.Pemberitahuan Ilahi juga bisa diterima melalui wahyu secara langsung ataupun lewat mimpi.Dalam cerita wayang, seseorang bisa dikontak oleh utusan Kahyangan setelah bertapa ditempat yang sepi untuk beberapa saat(.Dewa-dewi dalam pengertian lain bisa disebut  Malaikat atau Angels).  
  5. Manusia yang sudah diberi kesempatan untuk menjalani kehidupan dibumi ini oleh Sang Pencipta, tidak layak kalau menyia-nyiakan hidupnya. Dia harus menjadi manusia yang berbudi pekerti, melaksanakan darma anak manusia untuk memayu hayuning bawana . ( Melestarikan bumi dan mempercantik kehidupan dibumi.)               
                                                                            .
Legenda –legenda tanah Jawa menggambarkan :

  1. Adanya raja-raja dan penguasa yang adil dan tidak adil;ada yang baik, bijak, tetapi ada juga yang bengis dan kejam.’
  2. Kejujuran dan kelicikan.
  3. Pahlawan dan pengkhianat
  4. Negeri aman, adil makmur dan negeri yang serba semrawut dan kacau.
  5. Kekuasaan untuk rakyat dan penyalahgunaan kekuasaan. 
  6. Masyarakat adil makmur tata tentram kerta raharja adalah suasana kehidupan masyarakat yang didambakan orang Jawa.

Tatakrama dan Tata Susila

Tatakrama dan Tata Susila juga tak terlepas dari budi pekerti. Berlaku sopan, bertatakrama yang meliputi sikap badan, cara duduk, berbicara dll. Misalnya dengan orang tua berbahasa halus/kromo, dengan teman berbahasa ngoko. Bahasa Jawa memang unik, dengan mudah bisa menunjukkan sifat tatakrama seseorang.

Menghormati orang tua, guru, pinisepuh adalah wajib, tetapi tidak berarti yang muda tidak dihormati. Hormat kepada orang lain itu satu keharusan.
Itu kesemuanya termasuk dalam Tata Susila- etika moral, yang juga meliputi :

  1.  
     
    Jujur, tidak menipu, welas asih kepada sesama. Berkelakuan baik tidak melakukan Mo Limo, yaitu : Main/berjudi; madon/ main perempuan atau selingkuh;mabuk karena minuman keras;madat menggunakan narkoba dan maling .Tentu saja tindakan jahat yang lain seperti membunuh, menista, mengakali,memeras, menyuap, melanggar hukum dan berbuat kejam ,harus tidak dilakukan.
  2. Berperilaku baik dengan menghindari perbuatan salah, supaya nama baik tetap terjaga dan supaya tidak kena malu.Terkena malu bagi orang Jawa tradisional adalah kehilangan kehormatan.Ada pepatah Jawa menyatakan : Kehilangan  semua harta milik itu tidak kehilangan apapun; kehilangan nyawa artinya kehilangan separoh hidup kita; tetapi kalau kehilangan kehormatan artinya kehilangan semuanya.
  3. Memelihara kerukunan, bebas dari konflik diantara keluarga, tetangga, kampung, desa, selanjutnya ditingkat negara dan dunia, dimana hubungan harmonis antar manusia teramat penting. Kerusakan dan kekacauan yang timbul didunia ini, yang paling besar adalah dikarenakan oleh sikap manusia’Ingatlah pepatah : Rukun agawe santoso artinya : Rukun membuat kita sehat kuat.
  4. Bersikap sabar, nrimo artinya menerima dengan ikhlas dan sadar jalan kehidupan kita dan tidak perlu iri kepada sukses orang lain Ingin hidup sukses harus berusaha dengan keras dan rajin dan mohon restu Tuhan, hasilnya terserah Tuhan.
  5. Tidak bersikap egois yang hanya mementingkan diri sendiri. Ada petuah : Sepi ing pamrih, rame ing gawe.artinya bertindak tanpa pamrih dan selalu siap bekerja demi kepentingan  masyarakat dan kesejahteraan umat.Sikap yang demikian ,mudah menimbulkan tindakan ber-gotong royong, baik dalam lingkungan kecil maupun besar.
  6. Gotong Royong adalah kerjasama saling membantu dan hasilnya sama-sama dinikmati. Ini bisa berlaku diskop kecil seperti antar tetangga kampung yang merupakan kebiasaan yang sudah berjalan sejak masa kuno. Yang digotong royongkan antara lain : sama-sama membersihkan jalan desa, memperbaiki pra sarana seperti jalan desa, saluran air, balai desa dsb.Ada juga yang bergotong royong ramai-ramai membangun rumah seorang warga dll. Jadi pada intinya gotong royong adalah kerjasama antar beberapa pihak yang menghasilkan nilai lebih dipelbagai bidang yang dikerjakan bersama tersebut. Dasar gotong royong adalah sukarela dan untuk kepentingan bersama yang meliputi bidang-bidang perawatan, pembangunan, produksi dll.Tiap peserta akan menangani bidang pekerjaan yang merupakan kemahirannya dan itu akan bersinerji dengan ketrampilan peserta lain dan “proyek” akan berjalan lancar.Berdasarkan pengalaman yang sukses dari gotong royong lingkup kecil,  gotong royong bisa dipraktekkan berupa sinerji yang berskala nasional, regional ,bahkan internasional.


Kembali ke Budi Pekerti

Pada saat keprihatinan melanda kehidupan dinegeri tercinta ini dan itu sebab pokoknya adalah kemerosotan moral dan hukum yang sulit ditegakkan , kebenaran diplintir , rasa malu hilang entah kemana, mana yang  baik mana yang buruk dikaburkan, tata susila tak diperhitungkan.Lalu dimana pula kejujuran?Yang lagi ngetrend pada saat ini adalah janji-janji, terutama janjinya  para politikus.  Ini katanya zaman krisis multi dimensi, kalau orang dulu bilang  : Ini zaman edan !

Dalam keadaan sulit seperti apapun, tentu ada jalan keluarnya, tidak semua orang bersifat jelek, tidak semua pemimpin  lupa diri, ada masih anak bangsa yang berkwalitas, jujur, pandai, trampil, trengginas,berani hidup sederhana, dalam perilaku dan tindakannya didasari nurani dan berkah Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang . Inilah anak bangsa, satria bangsa yang mumpuni dan akan mrantasi gawe, mengentaskan bangsa dan negara ini dari keterpurukan dan membawa kekehidupan yang lebih baik , sejahtera, aman, adil dan makmur.

Kalau kita merenung dengan hening, berbicara dengan nurani, tiada  sedikit keraguan bahwasanya Budi Pekerti yang sarat dengan ajaran luhur moral dan etika dan kepasrahan kepada Tuhan, merupakan resep mujarab supaya bangsa dan negara terlepas dari segala keruwetan yang dihadapi ( Ngudari ruwet rentenge bangsa lan negara ). 

Krisis yang dihadapi akan ditanggulangi dengan baik bila kita semua, terutama mereka yang menjadi pemimpin, priyayi, birokrat, dengan sadar dan mantap, melaksanakan semua tindakan dengan dasar budi pekerti.

Budi Pekerti yang merupakan kearifan lokal, pada dasarnya mengandung nilai-nilai universal.
Budi Pekerti akan membangkitkan kepribadian yang berkwalitas : tanggap ( peka), tatag ( tahan uji), dan tanggon ( dapat diandalkan).



JagadKejawen,

Suryo S. Negoro

Goda yang mendatangkan bencana

Bagi yang tidak luntur memegang prinsip Budi Pekerti, etika moral, tentu akan terhindar dari bermacam goda yang bisa mendatangkan bencana kehidupan.

Dalam ajaran Kejawen ada tiga macam goda yang sangat berbahaya. Pada zaman dulu, peringatan ini terutama ditujukan kepada para priyayi/ pejabat negara/ birokrat. Pada masa kini, goda tersebut bisa mengancam siapa saja yang menduduki posisi strategis, baik dilembaga negara maupun swasta.

Ketiga macam goda tersebut adalah :
Pertama : Grombyang wang – Gemerincing uang
Kedua     : Kecopak iwak – Gelepar ikan
Ketiga     : Pledhinge wentis jenar – Betis sexy yang menggoda




Uraiannya sebagai berikut :
Grombyang Wang


Tempo dulu uang terbuat dari dari bahan  logam : tembaga, perak dan emas, sehingga bunyinya gemerincing. Kalau jumlahnya banyak, misalnya segepok atau lebih bunyinya lebih keras yaitu grombyang ( bahasa Jawa).Maksudnya jelas, yaitu : Pejabat tidak boleh tergoda oleh uang yang tidak halal, tidak boleh mencuri/ meng-korupsi uang negara/ uang perusahaan.



Tidak boleh menerima atau minta uang suap. Tidak boleh menyalah gunakan posisi/ jabatan yang dipercayakan kepadanya, guna mendapatkan uang haram, upeti, “hadiah”, komisi, setoran, karena telah melakukan pelayanan karena tugasnya, baik melalui pemerasan maupun secara “halus” atau kongkalikong atau TST – Tahu Sama Tahu.


Kecopak Iwak

Gelepar ikan air yang ditangkap. Disini menggambarkan orang yang suka berpesta pora dengan menyantap makanan-makanan yang mewah dan serba lezat.

Orang itu boleh saja makan, itu memang perlu untuk kesehatan, tetapi secukupnya saja. Makan berlebihan, terlalu banyak lemak dan daging, selain merupakan pemborosan, juga tak baik untuk kesehatan.

Dalam konteks ini, merupakan peringatan kepada para pejabat untuk jangan senang berpesta pora dengan hidangan-hidangan mewah berlimpah dengan menggunakan uang negara.

Apalagi pada masa kini, pesta makan-makan para pejabat sering disiarkan secara langsung oleh media teve. Dalam tayangan terlihat jelas, para pejabat tampil parlente, mukanya ceria karena hidupnya serba berkecukupan dan senang, pakaiannya bagus-bagus dan ada  tersedia sederet makanan.Padahal acara yang  tampak diteve itu, disaksikan jutaan rakyat yang kebanyakan hidup dibawah garis kemiskinan. Apa kawula alit itu tidak ngenes ,melihat para pemimpinnya sedang menyantap hidangan  yang diluar jangkauan mereka!


Pledhinge Wentis Jenar




Terjemahan bebasnya : Tergoda betis yang sexy.
Pada tempo doeloe, kaum wanita mengenakan kain panjang dari batik atau lurik, sampai menutupi mata kaki.Kalau kainnya sedikit tersingkap, sehingga betisnya kelihatan, maka laki-laki tempo doeloe akan merasa syur.

Ungkapan ini merupakan nasihat terutama kepada para priyayi, pejabat  untuk tidak main perempuan atau terjerat bujuk rayu wanita yang bukan istrinya, hingga lupa segalanya.

Lupa kepada tugasnya, lupa kepada sumpah jabatan, demi mencari kepuasan pribadi dan mencukupi kebutuhan WIL-nya. Sampai-sampai mengorbankan budi pekerti, lalu berani korupsi dan nekat mencari uang dengan cara tidak syah, menyeleweng.

Untuk masa kini, dizaman kesataraan jender, pesan yang lebih cocok ,bunyinya : Jangan selingkuh, baik pria maupun wanita. Kelihatannya manis sesaat, tetapi bisa fatal akibatnya. Kas  negara atau perusahaan bisa bocor, karena butuh uang banyak, keluarga bisa runyam.


Goda bagi pejabat hukum




Goda yang berat juga dihadapi petugas hukum, itu terjadi sejak zaman kuno. Penyelewengan yang dilakukan mereka yang memegang hukum, bisa menimbulkan kerusakan yang amat parah bagi sendi-sendi kehidupan bernegara.Hukum dan peraturan negara dilanggar semena-mena, sumpah jabatan dilanggar, pasti runyam akibatnya.

Memang ternyata , kebaikan dan kejahatan itu selalu ada dimana-mana  berbarengan dengan saat lahirnya peradaban, baik dan buruk adalah dua sisi mata uang yang sama. Solusinya mudah, kita berpegang kepada kebenaran dan jangan tergoda oleh yang jahat.

Penyelewengan hukum yang sudah ada diperbendaharaan kuno itu adalah :

Dhindhang Karuban
Ini dikatakan untuk petugas hukum yang menerima suap.

Madhasan.
Ini adalah petugas hukum yang mencari uang / keuntungan pribadi dari orang yang tengah berperkara.

Misa Jaya
Ini penggambaran dari petugas hukum yang menggunakan ilmu dan kekuasaannya untuk “memlintir” hukum, sehingga pihak yang salah diputuskan menang. Untuk “jasanya”, sipetugas hukum menerima “upah” berupa uang yang tidak sedikit, tergantung kasusnya.

Sungguh berbahaya iming-iming uang, itu bisa menghancurkan moral, sehingga petugas berani nekat melanggar kode etik kerja dan sumpah jabatannya dan mengambil resiko yang berbahaya bagi diri dan keluarganya . Lebih parah lagi, karena sikap yang tidak terpuji ini mencemarkan  nama baik instansi dan korps penegak hukum yang bekerja untuk menegakkan hukum dan kebenaran.

Milik anggendhong lali




Goda lain yang juga amat membahayakan adalah  keinginan untuk memiki sesuatu dengan cara yang tidak wajar, misalnya dengan cara mencuri, menipu atau mengakali. Lebih nekat lagi dengan cara merebut dari pemiliknya atau merampok, kalau perlu yang menghalangi, disingkirkan, bahkan sampai  tega membunuh.

Itu contoh ingin memiliki suatu benda fisik.
Ada juga yang  mengincar atau ingin memiliki, menguasai sesuatu yang abstrak tetapi nyata, misalnya ingin menduduki jabatan “empuk” yang menggiurkan karena ditempat itu  akeh bleduge, terjemahan harafiahnya : banyak debunya, arti kiasan dari: ada banyak pendapatan ekstra selain gaji resminya.Bila berhasil menduduki posisi tersebut, uang ekstra akan mengalir kekocek dengan deras, istilahnya  hanya paraf atau tanda tangan saja ada yang menyetori duit, belum lagi fasilitas gratis yang akan diterima. Oleh karena itu, ada banyak orang yang ingin bekerja “mengabdi” buat bangsa dan negara, tetapi apa salahnya kalau bisa punya jabatan basah. Posisi seperti itu ada  ditingkat birokrasi  rendah sampai yang tertinggi.

Disebuah  negeri dimana sistim birokrasinya termasuk “ ekonomi beaya tinggi”, saingan atau rebutan untuk mendapatkan jabatan “empuk” adalah sesuatu yang dianggap wajar-wajar saja. Tidak ada yang salah, karena keadaan sesaat mendukung hal yang salah kaprah seperti itu.Tidak tertutup kemungkinan bahwa untuk mendapatkan posisi yang menggiurkan itu, seseorang peminat harus bermodal, keluar duit untuk “membelinya”.Sesudah berhasil menjabat, ya wajar saja kalau dia menarik kembali” modal” yang telah dikeluarkan dan tentu saja dengan ditambah keuntungan yang berlipat-lipat!.

Keadaan yang seperti ini berlaku didalam masyarakat yang sedang atau masih sakit. Alasan klisenya karena gajih birokrat tidak cukup dan dalam kehidupan yang konsumeristis, jarang orang yang mau hidup sederhana .Padahal persoalannya adalah masih tersebarnya sakit mentalitas yang menggurita kemana-mana.

Ada yang bertanya, bagaimana caranya supaya para pejabat dan terutama saudara-saudara kita yang menduduki echelon diatas tidak terjebak didalam berbagai goda? Karena sebagian dari mereka itu sepertinya terlena  aji mumpung.

Untuk memperbaiki keadaan ini, moralitas ,budi pekerti harus ditegakkan kembali supaya manusia menggunakan nurani, jiwanya bersih tercerahkan,tuntunan Ilahi akan menyinari, itulah modal utama untuk merombak keadaan yang amburadul ini. Selanjutnya, manusia-manusia trampil yang telah tercerahkan jiwanya, mumpuni dalam berbagai ilmu keduniawian yang canggih, akan lebih mudah mrantasi gawe menggulirkan tata kehidupan yang adil dan sejahtera dinegeri tercinta ini.


JagadKejawen,

Suryo S. Negoro

Pitutur Luhur

Supaya kehidupan berjalan baik, para pinisepuh telah mewariskan pitutur luhur – petuah luhur supaya kita semua tetap berpegang kepada paugeraning urip – tata cara kehidupan luhur, yang secara tradisi selalu dilaksanakan dan dihormati seluruh warga dengan sadar dan mantap

Petuah dan ajaran warisan leluhur Jawa/Nusantara sengaja disebar kemana-mana, tidak berupa sebuah buku tuntunan. Ini dimaksudkan oleh para pinisepuh, supaya anak cucu termasuk penulis dan anda semua mengerti, bahwa belajar dan mencari ilmu itu perlu usaha yang tekun.

Tidak jemu-jemunya para pinisepuh menebarkan ajaran luhur lewat sloka-sloka, tembang-tembang, babad, cerita tutur, peribahasa dll, supaya anak keturunan dimanapun dan kapanpun selalu ingat untuk menjaga perilaku yang baik dan patut, selalu percaya diri, berpegang teguh kepada Budi Pekerti, tatakrama dan tata susila, tidak sombong, sopan dan bersikap rendah hati – andap asor.

Piweling/ ajaran yang utama adalah : Tansah eling marang Pangeran – Selalu ingat kepada Tuhan, sebab Gusti ora sare – karena Tuhan tidak tidur, artinya : mengetahui segalanya.


Petuah lewat peribahasa

Dalam pergaulan sehari-hari, beberapa peribahasa dibawah ini, kiranya masih relevan dan bermanfaat dan bila diperhatikan dan dilaksanakan yang baik dan dihindari yang jelek, akan membuat suasana kehidupan dimasyarakat enak, rukun dan menyenangkan.


Zaman Edan

Salah satu pitutur klasik yang kondang adalah Zaman Edan , karya agung pujangga Ranggawarsita, sebagai berikut :





 Amenangi zaman edan
Mengalami zaman edan/gila

Ewuh aya ing pambudi
Serba sulit menentukan perilakuMelu edan nora tahanMau ikutan berbuat gila, tak sampai hatiYen tan melu anglakoniKalau tak ikutanBoya keduman milikTidak kebagian rejeki ( uang, harta)Kaliren wekasanipunJadinya kelaparan

Dilalah karsa Allah
Sudah menjadi kehendak Tuhan
Begja-begajne kang lali, luwih begja kang eling lan waspadaSeberapapun untung yang didapat oleh orang yang lagi lupa, masih lebih bahagia orang yang sadar dan waspada.


Melecehkan kebenaran

Ada zaman yang menyedihkan bagi orang baik-baik, ketika kebenaran dan orang baik-baik dilecehkan, seperti pada ungkapan ini :
Wong bener thenger-thenger,
Wong salah bungah-bungah,
Wong apik ditampik-tampik.

Artinya :
Orang benar jadi susah,
Orang salah malahan senang hidupnya,
Orang baik tidak diterima  bahkan diusir.
Dhandhang diunekake kuntul, kuntul diunekake dhandhang.Yang jahat dibilang baik, yang baik dikatakan jahat.
Ini merupakan gambaran keadaan yang rancu, dimana nilai-nilai moral kejangkitan penyakit.


Sindiran kepada orang tak bermutu

Ada saja orang tak bermutu dizaman apapun, orang-orang yang berlagak sok pintar.
Contohnya :

Kakehan gludhug kurang udan.
Kebanyakan guntur, hujannya sedikit. Artinya kebanyakan ngomong, yang benar sedikit.

Kegedhen endhas kurang uteg.
Kebesaran kepala, otaknya kurang.
Alihan gungLagaknya kaya orang gedean, bodoh merasa pintar.

Merak kecancang
Bergaya anggun bak burung merak.






Malang kadhak
Berjalan  gaya kesana kemari seperti itik.
Ini adalah gambaran orang yang mendem drajad, pangkat lan semat.
Orang yang mabuk kekuasaan, kedudukan, pangkat dan kekayaan materi.
Murang  kara adalah orang yang berperilaku tidak baik  seperti koruptor, manipulator, pemeras,yang  menyalah gunakan kedudukan untuk mencari uang yang tidak halal.
Micakake wong melek Orang yang tidak malu atas perbuatannya yang tidak baik, dia anggap semua orang itu buta,  tidak tahu akan perbuatannya yang tercela seperti menggerogoti uang negara, memeras dsb.
Mungal mungil adalah orang yang tak punya pendirian.

Ngalem legine gulo
Memuji manisnya gula. Dengan menyanjung orang kaya/berpangkat mengharapkan  diberi sesuatu.

Ngantuk nemu kethuk.
Ini gambaran orang malas, tanpa bekerja dapat  rejeki.

Anjabung alus
Menipu dengan cara halus.

Keplok ora tombok
Orang yang mencela orang lain dan tidak membantu.
Ilang jarake, kari jaileHilang sudah sifat baik, yang ada hanya iri dan dengki.Tingkah laku orang-orang dinegeri kacau.
Pada sebuah negeri yang tatanannya lagi kacau, diingatkan : Waspada, ada orang atau kelompok yang tidak terpuji perilakunya, seperti :
Ambondhan tanpo ratuTidak menghormati tatanan/peraturan, ulahnya mengacau.Ngalasake negoro..Negara dianggap hutan, berbuat seenaknya sendiri.Mampang mumpungBerbuat semaunya sendiri.Alesus gumeterSengaja menyebarkan berita yang mengacau.Sawat ambalang kayuDinegeri yang tatanannya baru sakit, ada saja peramal yang senangnya mengeluarkan ramalan-ramalan, meski kebanyakan ramalannya tidak benar.




Setan nggowo ting Setan yang berkeliaran membawa lentera, artinya ada orang yang berkeliaran kesana kesini untuk menghasut dan berbuat jahat.Caca upaBerbuat jahat supaya terjadi permusuhan, lalu menyediakan racunnya – Raja wisuna.Bahni maya pramanaMelakukan kampanye busuk ( black campaign) sambil mencerca dan memaki lawannya.Arep jamure, emoh watangePemalas, maunya hidup enak ,tetapi tidak mau bekerja keras.Gecul kumpulKumpulan para penjahat.

Hadigang
Munculnya para pemimpin yang merasa kuat.

Hadigung
Merasa besar dan kuasa.

Hadiguna
Merasa pandai.

Sementara itu , banyak anak buahnya, pejabat dibawahnya yang tindakannya tidak punya malu :
Rai gedheg.

Mereka suka memeras kawula yang kebanyakan juga hidup susah, sampai kawula tak punya apa-apa, diibaratkan seperti : Pitik trondhol dibubuti .-Ayam yang bulunya jarang, masih juga dibubuti bulunya hingga plonthos, habis semua bulunya.


JagadKejawen,

Suryo S. Negoro

http://jagadkejawen.com/index.php?option=com_content&view=article&id=15&Itemid=30&lang=id

Pemimpin yang Mrantasi gawe



Dalam keadaan negara yang amburadul, carut marut, tentu akan muncul pemimpin yang akan memperbaiki keadaan, pada waktunya yang tepat.

Pemimpin itu pasti orang yang berbudi luhur, jujur, pandai dan berwawasan luas, tidak punya pamrih hanya untuk kepentingannya sendiri, berani hidup sederhana, berani  menegakkan kebenaran, bijak dan mrantasi gawe – mampu menuntaskan semua masalah. Karena kebijakan dan tindakannya adalah dijalan Ilahi dan diatas segalanya, pemimpin itu telah tercerahkan jiwanya.

Berani hidup sederhana

Para pinisepuh selalu menekankan bahwa seorang pemimpin itu harus berani hidup sederhana, tidak bergelimang kemewahan. Hal ini dipersyaratkan mutlak supaya pemimpin tidak menyakiti perasaan rakyatnya, karena kebanyakan kawula kehidupannya masih belum sejahtera.

Pemimpin yang hidup enak-enak, mewah, serba berlebih, sementara rakyatnya banyak yang melarat, itu bukanlah manusia terpuji. Dia tidak punya rasa solidaritas sama sekali dan tidak mengerti perasaan kawula alit.

Yang amat diharapkan oleh rakyat dan negara adalah pemimpin yang berkwalitas, yang bisa mrantasi gawe .Bukan pemimpin yang hanya bisa ngomong manis dan mengobral janji, bergaya sopan seperti a gentleman atau a gentle lady.




Yang penting adalah bukti nyata, dia telah mrantasi gawe, bekerja dengan berhasil, membangun kehidupan yang tertata rapi, aman, adil, sehingga rakyat menikmati kehidupan yang sejahtera, tersedia dan terjangkau sandang, pangan, papan, lapangan kerja, pendidikan, masa depan bangsa dan negara cerah.Orang  Jawa dulu punya istilah : Wong cilik iso gumuyu- Orang kecil bisa ketawa.

Itu pertanda kehidupan nyaman dan sejahtera.
Berwatak satria
Dinegeri ini sudah terbiasa kita mendengar ungkapan : supaya kita bersikap satria dalam menjalankan sesuatu dan hidup ini.

Seorang satria artinya orang yang terhormat karena perilaku dan tindakannya yang baik dan benar – Berbudi bawa laksana.

Satria itu orang yang bertanggung jawab. Ini merupakan sikap yang penting untuk saat ini, dimana orang yang berani bertanggung jawab semakin langka. Kebanyakan orang  maunya sibuk cari fasilitas, dapat duit banyak dengan cara mudah dan tanpa tanggung jawab.

Seperti dalam cerita wayang dan babad, seorang satria baik wanita maupun pria,digambarkan berwajah rupawan dan baik hatinya –Ayu rupane, Ayu atine. Dalam pepatah Jawa adalah :

Galuga sinalusur sari.

Para satria itu bersikap:
Jembar pandelenge  - Luas  wawasannya.
Jembar jagade        - Luas  pergaulannya.
Jembar segarane    -    Luas hatinya, artinya pemaaf.

Mereka itu dicintai banyak orang – Katon cempaka sawakul.

Dalam bidang pekerjaan, seorang satria bisa dihandalkan, karena seorang satria adalah pemimpin yang berkwalitas. Argumentasi dan kerjanya bagus. Oleh karena itu, dia dengan mudah mampu membangkitkan semangat kerja dan juang teman-temannya dan orang lain, istilah Jawa nya: Sabda Merta.
Pemimpin Negarawan
Para satria sebenarnya punya kemampuan untuk berbakti ditingkat negarawan – statemanship.

Mereka punya modal kuat untuk menjadi negarawan.

Bila negara membutuhkannya, pada saat yang tepat, seorang satria anak bangsa akan muncul, dia punya kemampuan luar biasa untuk ngontragake gunung,mampu bahkan  menggoncang gunung dan mengalahkan semua musuh bangsa dan negara.

Musuh yang paling berbahaya adalah mereka yang menggerogoti dari dalam dengan cara menghancurkan etika moral, budi pekerti anak bangsa, terutama yang punya jabatan penting dan posisi yang strategis, sehingga dimana-mana timbul manipulasi, korupsi dan penyalah gunaan wewenang yang ujung-ujungnya cari duit tidak halal.

Sang Pemimpin Sejati akan menjadi inspirator dan penggerak, karena segala ucapan dan seruannya mampu menggetarkan hati pendengarnya – Prawata Bramantara.

Dia dikenal sebagai orang yang suci hatinya, jujur dan harum namanya – Pandhita amreksa candhana.

Oleh karenanya, dia mendapat berkah Tuhan, segala tindakan dan kebijakannya berjalan dengan baik dan berhasil. – Istilahnya : Ora kena disuwawa



Pada zaman dulupun ada garis kebijakan bahwa seorang pemimpin atau pejabat menduduki jabatannya tidak pandang asal usul keluarga, apakah dia anak petani atau anak priyayi atau anak orang biasa, faktor penentunya adalah kebaikan dan kemampuannya – Kudhi pacul singa landhepa.

Semua orang diberi pengertian dan keyakinan bahwa negeri yang mempunyai pemimpin yang berkwalitas seperti tersebut diatas, kehidupan rakyatnya tentulah:

Mubra mubru blabur madu, artinya tentulah serba kecukupan, makmur, selamat dan bahagia.

Semoga Indonesia, segera masuk dalam daftar negeri seperti itu.


JagadKejawen,

Suryo S. Negoro
http://jagadkejawen.com/index.php?option=com_content&view=article&id=8%3Apemimpin-yang-mrantasi-gawe&catid=5%3Akepemimpinan&Itemid=35&lang=id

Tidak ada komentar: